Pihak keluarga langsung terbang menuju Magelang saat itu juga setelah mendengar tentang kecelakaan Mahesa. Begitu sampai di depan ruang operasi, mereka langsung mendapati Gani yang tengah duduk sendirian sambil menangkup tangan.
“Gani!” panggil Mama yang berlari mendekat begitu sang pemilik nama menoleh dengan wajah pucat dan bersimbah air mata.
“Mama ....” suara Gani langsung habis begitu mendarat di pelukan Mama. Dia menangis sekencang yang dia bisa.
“Udah, nggak apa-apa, Sayang.” Mama terus mendekap dan mengelus punggung Gani agar menantunya itu bisa tenang.
“Ma ... maafin aku, ya, Ma ... maafin aku ....”
“Udah, udah, Sayang. Nggak ada yang salah, semuanya murni kecelakaan.” Dengan isyarat mata, Mama menyuruh Lara untuk membantu menenangkan Gani.
Perempuan itu segera mengerti dengan ikut mendudukkan Gani kembali dan mengelus punggungnya.
“Tapi kalau aku bisa lebih hati-hati lagi, Mas Mahesa nggak akan jadi seperti ini,” raung Gani lebih keras menyalahkan kecerobohannya.
“Bukan salah kamu, Gani, ini semua sudah takdir. Sebaiknya kita sama-sama berdoa semoga Mahesa baik-baik aja, ya.” Lara turut bersuara dan diamini oleh Mama.
Sambil terus menenangkan Gani yang tak berhenti menangis, dalam hati Rahayu merapal doa agar apa yang menimpa Dananjaya dulu tidak terjadi pada putranya. Saat mendengar kecelakaan Mahesa yang membuat anaknya jatuh ke dalam jurang sedalam puluhan meter, hati Rahayu dilingkupi rasa takut luar biasa yang membuatnya teringat peristiwa yang menimpa ayah kandung Mahesa dulu hingga wafat dan tak sempat terselamatkan. Rahayu tahu rasa sedih yang saat ini Gani rasakan. Dia amat sangat tahu rasanya karena pernah mengalaminya dulu.
Dengan terus mencoba tetap tegar di hadapan Gani, Rahayu terus memohon pada Tuhan yang Maha Baik, agar putranya bisa diberi kesempatan untuk kembali berkumpul bersama keluarga serta mencoba berkomunikasi dengan Wira agar tidak menjemput anaknya. Mas Wira, tolong jangan dulu jemput anakmu, Mas, dia masih dibutuhkan istri dan keluarganya di sini. Dia baru saja bahagia, tolong biarkan dia bahagia lebih lama lagi. Aku mohon, Mas. Lirih Rahayu membatin disertai lelehan air mata yang mengalir.
“Gani, Sayang!” suara Kirana terdengar mendekat sambil berjalan cepat untuk segera meraih putrinya yang masih menangis kencang.
“Ibu,” Gani ikut berlari menghampiri dan kembali meraung di pelukan ibunya lebih keras lagi. “Mas Mahesa, Bu ... gimana? Aku takut kehilangan dia. Aku nggak mau kehilangan dia.”
“Sabar, Sayang, sabar. Ibu di sini sama kamu, jangan takut, ya.” Air mata Ibu ikut jatuh karena tidak tega melihat anaknya yang terlihat sangat menderita.
Setelah menunggu dengan penuh ketegangan, dokter yang menangani Mahesa akhirnya keluar. Hendra yang sejak datang hanya bisa mondar-mandir tak karuan di depan pintu menjadi orang pertama yang menghampiri dan menanyakan kondisi kakaknya di dalam sana.
Bukan kabar bahagia yang didapat, tapi dokter yang mengoperasi Mahesa menyebut bahwa Mahesa mengalami cedera kepala yang cukup parah. Tim dokter yang sudah berjuang keras selama tindakan operasi menyatakan bahwa saat ini hanya keajaiban yang bisa membuat Mahesa sadarkan diri.
Mendengar bahwa suaminya koma membuat Gani lemas dan ambruk saat itu juga karena tidak siap menerima kondisi Mahesa yang sedemikian memprihatinkan. Ibu dan Dewa yang berada di samping Gani langsung menangkap tubuhnya karena Gani sudah tidak sadarkan diri.
Tanpa menunggu perintah, Dewa langsung membopong tubuh kakaknya dan dibawa segera untuk mendapatkan perawatan dari suster sementara Mahesa dipindahkan ke ruang ICU untuk penanganan lebih intensif lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love to Her (Sekuel A Love to Him)
RomanceSegala hal tentang lelaki bernama Mahesa Barata selalu berhasil membuat kehidupan Senggani menjadi tidak pernah tenang. Kepergian lelaki itu meninggalkan lubang besar menganga di rongga hatinya yang terlantar. Enam tahun sudah dia pergi, dan Sengg...