Mahesa membuka pintu kamar pengantin setelah menemani teman-temannya sampai hampir larut malam. Dia berjalan menuju ranjang sambil celingukan mencari keberadaan Gani yang tidak dia temukan di sekitar kamar. Lalu tak lama setelahnya, pintu kamar mandi terbuka disertai munculnya sosok Gani yang sudah mengenakan robe kimono satin di atas lutut.
Mata Mahesa langsung lupa bagaimana caranya untuk berkedip ketika melihat penampilan Gani. Sepasang indera penglihatan itu malah sibuk meneliti sang istri dari ujung kepala sampai ujung kaki. Semua yang ada dalam diri Gani begitu indah di matanya. Sekali lagi Mahesa jatuh cinta pada istrinya, jatuh yang sejatuh-jatuhnya. Jantungnya berdebar amat sangat kencang mengingat mereka akan menjalani malam pertama setelah resmi menjadi suami istri. Gani tersenyum lalu berjalan mendekati suaminya yang sudah duduk di tepian ranjang.
Bukannya balas tersenyum, Mahesa malah terserang panik luar biasa sampai napasnya tak beraturan. Begitu Gani ikut duduk di sebelah dan mengelus bahunya, suara cegukan yang berasal dari mulut Mahesa terdengar. Makin lama, makin tak putus cegukannya. Gani yang cemas langsung berinisiatif mengambil air minum yang terdapat di atas meja tak jauh dari ranjang dan memberikannya pada sang suami.
"Pelan-pelan minumnya," ucap Gani sambil mengelus punggung Mahesa dan memerhatikannya minum. "Kamu habis makan pedas, sampai cegukan begitu, Mas?"
Tiba-tiba, Mahesa tersedak dan memuntahkan air yang masih berada dalam mulutnya. Dia terbatuk dan Gani kembali mengambil tisu lalu membantu mengelap sekitaran mulut Mahesa yang kebasahan.
"Makanya kalau minum jangan buru-buru, Mas."
Sudah dapat dipastikan kalau Mahesa tidak salah mendengar. Jika yang pertama dia masih bisa menyangkal kalau dia salah mendengar, tapi untuk kedua kalinya Mahesa yakin kalau Gani memang memanggilnya "Mas". Kata panggilan yang membuatnya tersedak air karena kaget.
"Mas? Kamu panggil saya 'Mas'?"
"Kenapa memangnya? Nggak boleh saya panggil 'Mas' sama suami sendiri?"
Mahesa akhirnya bisa tersenyum. Kali ini lebih lebar dari biasanya. Panggilan itu terdengar amat sangat manis saat Gani yang mengucapkan membuat Mahesa langsung tersipu malu dibuatnya. Dadanya membusung saking bahagianya.
Melihat tingkah suaminya yang sedang malu-malu membuat Gani gemas dan langsung mencium pipi Mahesa. Semua hal yang sudah Mahesa lakukan dan perjuangkan untuknya langsung berkelebatan dalam pikiran menciptakan rasa haru yang luar biasa hingga membuat mata Gani basah dengan sendirinya.
"Kamu, kok, nangis?" Mahesa yang melihatnya langsung cemas.
"Terima kasih, ya, Mas, atas semua yang sudah kamu lakukan untuk saya. Makasih karena kamu nggak pernah menyerah untuk saya dan kamu nggak pernah berhenti mencintai saya. Kamu sudah sudi menerima semua kekurangan saya dan nggak pernah mempermasalahkannya. Saya beruntung dicintai sebegitu besarnya dan sebegitu hebatnya sama kamu."
Mahesa kembali tersenyum lalu mencium kening permaisurinya dengan perasaan haru yang sama besarnya. "Kamu itu pusat dunia saya. Sejak dulu, sekarang dan saya mau selamanya. Saya yang harusnya berterima kasih karena kamu mau menerima saya, mau memberi kesempatan kedua untuk saya menebus semua kesalahan yang pernah saya buat. Terima kasih karena kamu sudah mau percaya sama saya dan saya yang justru beruntung karena bisa jadi suami kamu." Mahesa kemudian memeluk istrinya.
Mereka tertawa dan menangis secara bersamaan. Rasa haru setelah mengungkapkan isi hati masing-masing berbuah menjadi letupan-letupan cinta yang bergolak-golak tak tertahankan. Begitu pelukan terlepas, keduanya saling berpandangan tanpa suara. Mahesa mulai membaringkan Gani dan menghujaninya dengan cumbuan-cumbuan yang tak hanya membuat Gani melayang melainkan dirinya juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love to Her (Sekuel A Love to Him)
RomanceSegala hal tentang lelaki bernama Mahesa Barata selalu berhasil membuat kehidupan Senggani menjadi tidak pernah tenang. Kepergian lelaki itu meninggalkan lubang besar menganga di rongga hatinya yang terlantar. Enam tahun sudah dia pergi, dan Sengg...