Gani akhirnya datang lagi ke rumah sakit dengan ditemani Linera untuk membicarakan mengenai prosedur laparoskopi yang akan dia jalani. Setelah berpikir matang, Gani memutuskan untuk melakukan operasi karena dia menginginkan kesehatan yang jauh lebih baik. Namun apa mau dikata, pemeriksaan yang dilakukan menunjukkan hasil yang lebih buruk dari dugaan. Kista yang sudah menyebar dan terjadi perlengketan yang cukup parah membuat Dokter Niken harus memutuskan tindakan operasi pengangkatan ovarium secepatnya mengingat kondisi organ yang sudah hitam dan rusak membuatnya sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Tidak ada jalan keluar yang lebih baik untuk Gani saat ini selain menerima masukan itu, Dokter Niken akhirnya memberi waktu untuk Gani berpikir dulu secara masak sebelum menyetujui tindakan operasi yang amat sangat bisa memengaruhi mental pasien setelah prosedur dijalankan.
Setelah cukup lama berkonsultasi, Gani dan Linera keluar dari ruangan Dokter Niken sambil bergandengan tangan. Linera yang terus menemani dan menguatkan Gani tidak pernah melepaskan genggamannya pada Gani.
“Senggani ....”
Sebuah suara yang memanggil namanya membuat kedua gadis itu menoleh dan pandangan mereka terbentur dua sosok yang berdiri di depan mereka dengan melempar senyum ramah. Itu Larasati dan Tante Rahayu, ibu Mahesa.
Belum sempat berkata-kata, tangan Tante Rahayu sudah terentang dan berjalan menuju Gani lalu memeluknya sangat amat erat dan hangat. Tepukan lembut di punggung Gani juga seakan mengisyaratkan bahwa beliau turut prihatin dengan apa yang menimpa Gani saat ini.
Selintas, Gani melempar pandang ke arah Lara. Perempuan itu tersenyum dan mengangguk sebuah tanda yang walau tanpa kata dan ucapan, tapi Gani sangat paham maksudnya. Gani kemudian mengangkat tangan dan membalas pelukan Tante Rahayu yang masih terus mengelus punggungnya dengan penuh kasih sayang.
“Apa kabar Gani?” tanya Tante Rahayu mengawali pembicaraan setelah keempatnya duduk di kantin rumah sakit.
“Baik, Tante.”
“Kok, panggil Tante? Panggil Mama aja.”
“Ma ... Mama?” Gani sampai tergagap karena tidak mengerti dengan maksud Tante Rahayu.
“Kok, kaget? Kamu, kan, calon istri Mahesa sudah pasti kamu calon menantu Mama, jadi sudah sewajarnya juga kamu manggilnya Mama. Sama kayak Lara.” Tante Rahayu menggenggam tangan Gani untuk kesekian kalinya.
Hati Gani serasa melambung sampai langit ketujuh begitu mendengar kalimat bahwa dia calon istri Mahesa, lelaki yang saat ini dia idamkan untuk menjadi pendampingnya kelak. Gani malu sekaligus terharu karena secara tidak langsung Tante Rahayu mendeklarasikan restunya atas hubungan Gani dan putra sulungnya.
“Cie ... calon istri Mahesa,” bisik Linera yang sejak tadi sudah gatal ingin menggoda dan berhasil, seutas senyum Gani akhirnya terlihat setelah sejak tadi dia murung dan sendu karena memikirkan operasi.
“Apa kata dokternya?” suara Lara mulai terdengar.
“Harus operasi,” jawabnya singkat.
Tangan Tante Rahayu terulur menggenggam hangat. “Nggak apa-apa, untuk kesehatan yang lebih baik. Semangat, ya, menantu Mama nggak boleh putus asa. Mahesa sudah tahu?” Tante Rahayu kembali bertanya.
Kepala Gani menggeleng. “Rencananya habis ini aku mau kasih tahu dia, Ta ... Ma. Biar bagaimanapun dia harus tahu kondisiku.”
“Mama sekalian minta tolong, ya, supaya kamu mau untuk tengokin Mahesa di kontrakannya.”
Wajah sedih Gani berganti menjadi raut kaget karena ucapan Tante Rahayu. “Maksudnya kontrakan?”
Tante Rahayu kemudian menjelaskan apa saja yang sudah terjadi di rumah semenjak Mahesa mengumumkan untuk menikah dengan Gani. Mulai dari penolakan papanya, hingga berakhir dengan kepergian Mahesa dari rumah sejak beberapa hari lalu. Hal yang sama sekali tidak pernah lelaki itu ceritakan pada Gani setiap kali mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love to Her (Sekuel A Love to Him)
RomanceSegala hal tentang lelaki bernama Mahesa Barata selalu berhasil membuat kehidupan Senggani menjadi tidak pernah tenang. Kepergian lelaki itu meninggalkan lubang besar menganga di rongga hatinya yang terlantar. Enam tahun sudah dia pergi, dan Sengg...