Esok harinya, rengekan Gani yang ingin segera meninggalkan rumah sakit setelah menginap semalam di sana membuat Mahesa harus membujuk dokter agar menyetujui kepulangan Gani lebih cepat dari yang seharusnya. Berbekal janji akan merawat dan mengurus Gani dengan baik, akhirnya dokter mengizinkannya pulang. Kenangan terakhir tentang rumah sakit membuat Gani merasa enggan berlama-lama berada di tempat itu.
Kembali ke resort, Mahesa langsung memesan kamar di samping kamar Gani yang baru saja ditinggal penghuninya check out. Tujuan Mahesa melakukan itu agar dia bisa mengawasi gadis itu lebih intens lagi. Tadinya Gani keukeuh tidak mau ditemani dan menyuruh Mahesa untuk tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dirinya, tapi bukan Mahesa namanya jika dia mau mendengarkan. Lelaki itu tetap dengan pendiriannya untuk selalu menemani Gani dan tidak akan pernah meninggalkannya sendiri.
"Gue nggak mau tahu, ya, pokoknya lo harus mau ditemenin sama Mahesa ke mana pun lo pergi!" lengkingan suara Linera di seberang telepon yang mengultimatum Gani membuat gadis itu tak berdaya.
"Tapi, Lin-"
"Nggak ada tapi-tapian! Ini hukuman buat lo karena udah melanggar janji. Katanya mau healing, mau senang-senang dan melupakan semua masalah. Buktinya? Lo malah ngilang dan bikin gue khawatir berhari-hari. Mana sakit sampai pingsan lagi! Terus lo pikir gue akan ngizinin lo lagi apa buat sendirian?"
Cerocosan mulut Linera yang menceramahi Gani habis-habisan hanya bisa didengarkan gadis itu dengan pasrah. Salahnya sendiri memang, tidak mengabari si cerewet Linera selama berhari-hari. Gani tahu Linera pasti akan kelimpungan dan khawatir setengah mati. Apalagi setelah mendapat kabar malah kabar sakit yang Linera terima, pastilah makin membuat cewek itu gereget dan menasihatinya panjang lebar.
Di tengah ocehan Linera yang tak berujung, bibir Gani tertarik naik. Walau telinganya harus panas karena suara Linera yang mengomel di ujung telepon tanpa titik dan koma, tapi dia senang karena itu artinya Linera benar-benar menyayanginya. Dia sahabat paling tulus yang pernah Gani miliki.
"Udah bagus yang nolongin lo itu Mahesa, orang yang udah kita kenal. Coba kalau orang lain? Bisa dimacam-macamin lo sama dia."
Begitu Linera menyebut nama lelaki itu, pintu kamar terbuka dan masuklah sosoknya yang selalu berkarisma di mata Gani. Mahesa membawa nampan berisi sepiring makanan dan buah. Mahesa menyunggingkan senyum khasnya membuat Gani langsung mengalihkan pandangan agar tidak salting. Sejak dulu, senyum khas milik lelaki itu selalu berhasil mengalihkan Gani lagi dan lagi.
"Kalau lo masih keras kepala nggak mau ditemenin Mahesa, gue laporin Tante Kirana semuanya!" ancam Linera yang makin menyebalkan.
"Eh, jangan, dong!" Gani langsung bangkit dari duduk dan berjalan menuju balkon kamar. "Kok, lo jahat banget, sih? Tega lihat nyokap gue sedih kalau tahu tentang berita ini?"
"Makanya dengerin gue. Apa salahnya, sih, ditemenin Mahesa? Toh, anaknya baik dan gue percaya dia bisa jagain lo di sana. Nggak usah gengsi-gengsian segala, deh."
Gani mengembuskan napas berat. Susah memang kalau sudah berdebat dengan Linera. Ancamannya tak pernah main-main.
"Nanti gue pasti susulin lo ke sana. Janji."
"Ya udah, tapi benar susulin gue, ya. Awas kalau bohong!"
"Iya."
Setelah sambungan telepon terputus, Gani berbalik badan dan mendapati Mahesa berjalan ke arahnya.
"Apa kata Linera?"
"Biasalah, dia cemarah panjang lebar sampai saya lupa apa aja yang dia omongin."
Mereka berdiri di tepian balkon sambil memandangi Pantai Nihiwatu di depan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Love to Her (Sekuel A Love to Him)
RomanceSegala hal tentang lelaki bernama Mahesa Barata selalu berhasil membuat kehidupan Senggani menjadi tidak pernah tenang. Kepergian lelaki itu meninggalkan lubang besar menganga di rongga hatinya yang terlantar. Enam tahun sudah dia pergi, dan Sengg...