FATAMORGANA • 17

28 5 17
                                    

Usai dari kantin, aku berjalan kembali menuju kelas. Di persimpangan kamar mandi bertemu Jovan yang berjalan beriringan dengan Risha.

"Astaga .... lupa kalau tadi sama Ayresha," kata Risha sedikit heboh.

Jovan yang berada di samping perempuan kuncir kuda itu langsung melayangkan jotosan pelan pada bahu Risha sambil berkata, "kebiasaan banget ninggalin anak orang."

"Dih, kan lupa!" sahut Risha ngegas.

"Bye, gue mau ke pacar." Jovan sedikit berlari untuk menuju kelasnya yang berjarak beberapa langkah saja dari tempat kami berdiri saat ini.

"Maaf ya tadi lupa," ujar Risha yang diakhiri senyum tidak enak, merasa sungkan denganku

"Gapapa, kayak sama siapa aja."

Kami berdua beriringan menuju kelasnya. Tinggal beberapa menit lagi bel pembelajaran sudah berbunyi. Hari Senin dan mata pelajaran jam pertama adalah Matematika Wajib. Perpaduan yang sangat membosankan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kalau ada anak yang habis dihukum misalnya lari lapangan kemudian mendapatkan jam pertama Matematika atau Kimia. Pastinya juga capek fisik dan pikiran.

Sebenarnya banyak anak-anak kelas lain yang protes mengenai jadwal baru, karena merasa nanggung kalau ada pelajaran yang harus ditukar. Tetapi ya mau bagaimana lagi, salah satu yang mendasari hal ini terjadi karena ada satu mata pelajaran yang materinya sudah selesai. Daripada banyak jam kosongnya lebih baik dipergunakan untuk mata pelajaran yang jamnya kurang, kira-kira begitu kata Ibu Amina-Ibu Kesiswaan yang pernah ditanyai oleh teman satu kelasku.

Tiba di kelas kedua netraku menangkap tubuh Gentala yang duduk di atas meja bersama Fatheo. Aku kadang sering heran sama Fatheo, dia bukan siswa kelasku tapi suka banget apel ke Risha. Fatheo juga beberapakali pernah menjadi bahan gibah anak cewek di kelasku karena keseringan mengapeli Risha. Kata mereka, mereka itu bukannya iri tapi risih aja gitu.

Melihat Gentala yang duduk santai seperti sekarang, entah mengapa pikiranku melayang kesana-kemari memikirkan perkataan kakak kelas tadi. Masa iya cowok seperti Gentala ini bisa berbuat seperti itu?

Aku mencoba berfikir positif mengenai Gentala. Bukannya mau membela cowok itu, tapi aku sudah beberapa tahun bersamanya. Ya meskipun tidak selalu kemana-mana berdua, tapi kami sering bercerita berdua, belajar bersama, menonton televisi bersama, dan lainnya.

Kalau Gentala benar-benar melakukan apa yang diucapkan temannya Kak Erlin tadi, aku tidak habis pikir dengan jalan pikirannya. Terasa tidak mungkin banget karena selama ini Alhamdulillah aku gak pernah digituin. Maksudku, bukannya aku mau Gentala berbuat kurang ajar kepadaku, tapi di mata keluarnya juga Gentala itu cowok baik-baik yang tidak pernah neko-neko.

"Mikir apa sih?" tanya Risha sambil mengeluarkan buku paket Matematika Wajib bersama dengan kotak pensilnya.

"Gentala."

"Kenapa lagi? Kak Erlin?"

"Iya."

Risha berdecak, "mending sama Seandra atau nggak sama Noval."

Aku spontan menoleh kearahnya, "Noval siapa lagi?"

"Temannya si Jovan, katanya suka sama kamu."

Aku bergumam untuk menanggapi perkataan Risha. Ternyata Noval temannya Jovan, pantesan waktu DM sering menyebut nama Jovan.

Bel jam pembelajaran pertama sudah berbunyi. Tak lama guru laki-laki paruh baya yang memang mengajar Materi Wajib di jurusanku sudah menutup pintu kelas.

"Selamat pagi, Assalamu'alaikum Wr. Wb anak-anak!" Pak Andika mengucap salam dengan raut wajah gembira. Mungkin karena Matematika Wajib mendapat jam pertama di hari Senin. Yang mana kata kebanyakan orang kalau masih pagi itu otak masih dalam keadaan fresh, mata tidak mengantuk, dan suasana kelas juga tidak membosankan.

FATAMORGANA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang