FATAMORGANA • 25

53 16 85
                                    

Lima hari pasca kematian Gentala, aku bersama Mauren dan juga Risha lantas mencari satu persatu jawaban atas kejanggalan yang tiba-tiba terlintas dalam pikiran. Dari aku pribadi menemukan sedikit petunjuk berdasarkan obrolan pesan melalui Direct Message yang berisikan percakapan di mana Gentala sempat menemui temannya di salah satu Alfamart.

Kemarin pun kami tiba di tempat yang sudah ditentukan dengan tepat waktu. Setelah sedikit basa-basi untuk mengusir perasaan canggung, akhirnya topik penting mulai aku tanyakan dengan sedikit hati-hati, apalagi mengingat baru pertama kali kami bertiga– aku, Mauren, serta Ardian bertemu secara langsung dan mendadak membahas tentang Gentala.

"Habis dari club, kamu tau Gentala pergi ke mana?" tanyaku.

Ardian menyandarkan bahu pada sandaran kursi. "Enggak."

"Eh, tapi kata temen gue si Genta ini udah tepar aja. Gue juga sempat vc sama temen gue saat Genta minum. Nih, daftar riwayat panggilannya," imbuh Ardian seraya menunjukkan ponselnya.

Aku mulai mengeja nama kontak orang yang dibilang sebagai teman Ardian. "Havi Reandra?"

Ardian menarik kembali ponselnya. "Iya. Dia satu sekolah sama gue, tapi beda kelas."

"Kalau boleh tau, nama lengkap dia siapa?" Kini giliran Mauren yang bertanya.

"Braspati Havi Reandra."

Aku bergumam, ternyata si pemilik dompet cokelat tua yang dulu pernah kutemukan di Indomaret.

"Untuk pertanyaan lo yang kemarin, Gentala ke Alfa seorang diri. Jadi, gimana, ya, gue bingung jelasinnya. Gentala, kan, ketemu gue jam setengah delapan, terus ke club sekitar jam delapan lebih dan gak lama kemudian dia udah tepar gitu aja karena sempat diberi minum sama orang. Gue gak tau wajah orang tersebut, karena sinyal Havi juga lumayan jelek," terang Ardian.

"Kalau boleh tau, gimana keseharian Havi di sekolah? Maksudnya, apakah dia termasuk badboy atau gimana?" tanya Mauren.

Helaan napas keluar dari hidung Ardian. "Beberapa kali pernah masuk BK, tapi dia bukan tipe cowok badboy. Please, gue juga gak tau lebih tentang dia, karena gue cuma mau nambah relasi pertemanan aja. Sama halnya dengan Gentala, aku dan Havi sebatas temen nongkrong."

Kerutan pada dahi Mauren tercetak samar. "Kalau begitu, kenapa dia vc kamu?"

"Gak lihat kalau tadi panggilan grup? Gue juga gak tau maksud dia," sahut Ardian seraya memijat pelipisnya.

Ardian menyeruput kopi hitam miliknya yang tersisa sepertiga gelas. "Saran gue, sih, mending lihat CCTV di club sana atau sekitarnya. Sorry kalau gue gak bisa kasih informasi seperti yang kalian harapkan."

"Gak apa-apa, kami berterimakasih ke kamu. Setidaknya mengetahui sedikit tentang Havi dan Gentala sewaktu di club," ujarku yang menjadi percakapan sebelum Ardian mengabiskan kopinya dan pamit pulang karena urusan sudah selesai.

•••|FATAMORGANA|•••

Jarum jam dinding di dapur sudah mendekati angka dua. Aku mulai memikirkan bagaimana cara mendatangi rumah Havi dan pertanyaan apa saja yang harus aku tanyakan untuk menggali informasi mengenai Gentala di club tersebut? Tiga menit berlalu, aku sama sekali belum menemukan satu pun pertanyaan. Aku menggeser perlahan mangkuk yang kugunakan sebagai wadah mie soto kuah.

"Gimana kalau nanti sekitar jam tiga ke rumahnya Havi? Coba pinjam sepeda motornya Tante Dera atau punya pacarku aja. Aku yang bonceng kamu," saran Mauren yang sekarang mengepang rambut panjangnya.

Aku mendengarnya pun sontak tersedak kuah mie yang masih sedikit panas dan pedas, menimbulkan rasa sakit pada tenggorokan. "Kamu bonceng aku?" tanyaku tidak yakin. Yang benar saja, Mauren ini terbilang baru bisa mengendarai sepeda motor dan sempat jatuh ke dalam gorong-gorong dan sempat membuatnya trauma mengendarai kuda besi dalam kurun waktu cukup lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FATAMORGANA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang