•••|FATAMORGANA|•••
Gentala Stefanus adalah salah satu nama orang yang masuk dalam list cowok menyebalkan dalam hidupku. Seharusnya, Gentala harus aku hindari. Tetapi, hal itu malah berbanding terbalik. Aku dan Gentala tidak bisa berada terlalu jauh...
Bel masuk sebentar lagi berbunyi. Aku mempercepat langkah untuk ke kelas. Selepas kejadian tadi, aku masih merasa kesal dengan kakak kelas itu. Aku sama sekali tidak pernah mengganggu dia ataupun Kak Erlin, tapi entah mengapa dia berbicara seperti tadi. Mau menyalahkan Gentala, tetapi bukan sepenuhnya salah dia.
Saat menginjak anak tangga pertama, aku mendengar seseorang sedang bercengkrama melalui telepon. Aku termenung sesaat sebelum mendekati orang itu. Aku sadar kalau menguping pembicaraan orang lain merupakan perilaku yang salah. Tetapi, orang itu menyebutkan nama Genta sambil terus bertelepon. Padahal nomor Gentala tidak aktif.
"Aku takut, Genta."
Aku mencoba mengingat siapa saja di sekolah ini yang namanya Genta. Cuma Gentala Stefanus seorang.
"Kamu enak bilang begitu, tolong pikirkan aku juga, Ta. Kamu di mana? Aku dengar-dengar kamu juga udah gak masuk sekolah beberapa hari."
Aku masih terus mendengarkan orang itu berbicara. Aku seperti familiar dengan suara dan postur tubuhnya. Mau nebak kalau dia Hilda, tetapi masih ragu.
"Gimana kalau Ayresha udah mengetahui?" Aku tersedak air ludahku sendiri. Kenapa jadi menyebutkan namaku.
Aku mencoba mengambil beberapa jepretan dari tempatku meskipun sedikit tidak jelas. Aku juga sempat merekam pembicaraan dia dengan Genta. Tidak perduli kalau suaranya sedikit tidak jelas, yang penting aku punya videonya dan bisa saja nanti di edit, diperjelas suaranya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hilda masih bercengkrama dengan orang tadi. Aku perlahan berjalan mendekatinya. Tiba di belakang Hilda, aku memegang pundak kanannya. "Kamu ngapain di sini?"
Ekspresi kaget yang diberikan Hilda membuatku menebak kalau memang ada sesuatu.
"Hilda .... ada Ayresha, ya?" Bukan Hilda yang menjawab pertanyaan ku tadi, melainkan Gentala. Aku sekarang yakin kalau Hilda dari tadi sedang bertelepon dengan Gentala.
Sepertinya Gentala sengaja mengganti nomornya. Dia lebih memilih menghubungi Hilda dengan nomor barunya tanpa memberitahu aku ataupun teman-temannya yang lain. Padahal kami sangat menghawatirkan keadaannya tanpa mengetahui keberadaan dia.
Suara sambungan telepon yang diakhiri mengalihkan pandangan kami berdua. Aku menatap manik Hilda yang seperti ketakutan dengan keberadaan ku sekarang. Aku tidak akan berbuat macam-macam dengan dia, lagian kenapa harus takut?
"Ayo ikut aku," ajak ku padanya.
Dia masih diam. Tanganku terulur untuk menggenggam salah tangannya. "Gak apa-apa, ayo ikut aku."
Dengan ragu, Hilda mengangguk. "Ke mana?"
Aku berfikir sesaat. Kalau bolos ke luar sekolah, gimana cara ijin ke satpam? Mau beralasan juga harus menunjukkan surat ijin keluar dari guru pengajar dan guru BK, repot sekali.