FATAMORGANA • 24

64 17 98
                                    

Aku kasih tau, jangan bosen baca part ini ya.

••••|FATAMORGANA|••••

Memasuki hari ketiga pasca kematian Gentala, Tante Dera memintaku untuk membantu membersihkan kamar Gentala. Mengingat banyak sekali kenangan dengan cowok itu, rasanya masih tidak rela ditinggal untuk selamanya.

Saat mengemasi semua barang Gentala, aku sempat menemukan sebuah kardus berukuran sedang di laci meja belajar bagian bawah sendiri. Tidak hanya itu, Tante Dera juga menemukan bingkisan terbalut kertas kado berwarna cokelat.

"Tante, ini ditaruh mana?"

Tante Dera yang saat ini menata baju Gentala menoleh ke arahku. "Kamu bawa aja daripada nganggur di sini."

Selama kurang lebih satu jam akhirnya kamar Gentala sudah rapi dan adanya pengharum ruangan rasa jeruk yang digantung dekat jendela dapat memberikan aroma segar.

Selepas mengerjakan kegiatan tadi, aku langsung pamit pulang untuk mandi. Sekarang yang kulakukan kembali melamun memikirkan perkataan Tante Dera sebelum memulai membersihkan kamar Gentala.

"Ayresha .... Gentala itu anaknya tertutup kalau sama Tante Dera. Tetapi kalau sama kamu dia bisa tertawa selepas itu. Tante sering memergoki Gentala pergi ke kamar kamu tengah malam, karena cuma kamu yang bisa jadi tempat curhat Gentala sewaktu masih hidup. Selama itu juga apakah Tante pernah mendatangi kalian dan menjewer telinga Gentala karena sudah mengganggu jam tidurnya seorang gadis? Gak pernah, kan? Karena Tante juga mengerti gimana keadaan Gentala saat itu." Itulah cerita pembuka yang aku dengar sebelum melihat Tante Dera menangis. Yang bisa kulakukan hanya mengusap punggung tangan Tante Dera yang berada di atas lutut kakiku sebagai bentuk penenang.

"Gentala sering banget melukai diri sendiri. Entah tiba-tiba meninju tembok sampai jarinya memar, memecahkan kaca, atau kadang nangis di dalam kamar mandi waktu malam hari. Gentala juga pernah banting gitar yang dibelikan sama Papa dia. Tante sama sekali gak pernah tau apa masalah dia. Yang Tante ketahui dia tiba-tiba drop dan katanya telat makan karena belajar untuk ujian, nilainya rendah, atau juga karena mau remedial." Suara Tante Dera semakin memilukan diiringi isak tangis, jemari tangan Ibunya Gentala itu mengusap bingkai foto Gentala yang diambil waktu wisuda Sekolah Dasar. Sebenarnya aku tidak tega mendengarkan Tante Dera memaksakan diri untuk bercerita tentang Gentala.

"Apalagi semenjak Tante cerai, Gentala semakin tertutup. Maka dari itu Tante Dera memberikan Gentala kebebasan untuk ke rumah kamu, meskipun beberapa kali Tante peringati agar tidak melakukan hal di luar batas. Sebelum Gentala bunuh diri, Gentala sempat bilang kalau dia bener-bener minta maaf karena belum bisa jadi anak baik yang bisa dibanggakan. Tante masih ingat betul suara tangisnya, ucapannya yang lirih, dan mata sembab dengan rambut berantakannya ...."

Tante Dera memberiku ponsel Gentala yang ditemukan di kostnya. ".... ini untuk kamu, ada pesan dari Gentala yang belum sempat dia ucapkan."

Aku memilih untuk membuka kardus terlebih dahulu dan setelahnya berniat membuka bingkisan yang ditemukan oleh Tante Dera. Kardus sedikit usang ini berhasil ku buka, berisi semacam buku diary, jam tangan yang dulu katanya akan Gentala berikan kepada Hilda, gantungan kunci berbentuk kupu-kupu, tote bag, botol minum, dan juga novel. Aku menebak kalau perintilan ini merupakan hadiah dari pembelian novel.

Halaman pertama buku diary Gentala berisikan beberapa foto polaroid kami berdua yang sudah dia hias semenarik mungkin. Foto mulai dari kami kelas 3 SD, saat menghadiri ulang tahun tentangga, foto saat bermain di depan rumah pada malam hari hingga foto kenaikan kelas sebelas kemarin.

FATAMORGANA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang