°•WeC°•

18 2 7
                                    

Tidak ada hal paling menyakitkan, kecuali kehilangan orang yang kita sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada hal paling menyakitkan, kecuali kehilangan orang yang kita sayang.

***

23 April 2011

"Bunda, aku mau jadi seperti kupu-kupu." Ucap seorang anak. Anak perempuan itu sangat menggemaskan, ia sangat senang karena dapat melihat kupu-kupu.

"Ala mau jadi kupu-kupu?" Tanya sang ibunda dengan senyuman lembut yang menghiasi wajah ayu-nya.

"Iya bunda! Nanti kalau Ala jadi kupu-kupu, Ala pasti bisa terbang!" Ujar anak itu ceria.

"Boleh, tapi kalau mau jadi kupu-kupu, Ala harus tunggu lama... Supaya Ala bisa jadi kupu-kupu yang cantik." Jelas ibundanya.

"Kenapa lama sekali bunda?" Tanyanya dengan memiringkan kepalanya.

"Karena awalnya mereka itu ulat, lalu menjadi kepompong, dan setelah menunggu lama, kepompong akan berubah menjadi kupu-kupu."

"Oh gitu ya bunda."

"Ala paham yang bunda sampaikan?"

"Paham bunda." Jawab anak itu dengan mengangguk-angguk kan kepalanya.

"Bisa Ala ulangi untuk bunda?" Pinta sang ibu, dalam perkataannya terselip beberapa arti yang sepertinya belum dipahami oleh anaknya.

"Bisa bunda. Jadi kupu-kupu itu berubahnya lama... Sekali, bunda."

"Anak pintar," Ucapnya bangga.

"Ala, Ala harus bisa seperti kupu-kupu, Ala harus sabar menunggu ya, walaupun sangat lama tapi nanti hasil yang Ala dapatkan pasti memuaskan."

"Oh begitu ya bunda, oke bunda. Ala paham." Anak tersebut menyengir lebar. Walaupun bahasa sang ibu sedikit sulit ia pahami, tetapi ia tahu bahwa sang ibu sedang memberikannya nasihat.

"Bunda, Ala boleh bertanya?" Anak tersebut takut-takut melirik pada ibunya.

"Iya, Ala mau tanya apa?"

"Em bunda, Ala mau bertanya, ayah kapan pulang ke rumah, bunda?" Tanya anak itu penasaran, ini adalah pertanyaannya yang kedua. Semoga saja ia mendapat jawaban yang berbeda.

Sang ibu tak lantas menjawab, ia terdiam dengan wajah kaku. Tapi tak lama ia mengulas senyum lebar yang terlihat sedikit sendu.

"Ayah masih ada pekerjaan, sayang." Lagi, kalimat itu lagi. Ia tahu ayahnya bekerja memang untuknya, tapi kenapa ayahnya tak pernah pulang. Ia sangat merindukan sang ayah, ia ingat, terakhir kali melihat wajah itu saat dua tahun lalu.

"Kenapa lama sekali bunda?" Keluh anak itu. Bukan itu jawaban yang dia inginkan, ia ingin jawaban bahwa ayahnya akan pulang.

"Kita tunggu saja ya, dan Ala jangan lupa untuk sering mendoakan ayah." Jawab ibunya dengan mengelus kepala anak itu.

When Everything ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang