°•WeC°•

1 0 0
                                    


Happy Reading

——

"Aku tidak mengerti, mengapa rasanya sakit sekali?"

——

Sudah berkali-kali Dipta mencoba menghubungi Nala, namun hasilnya nihil. Perempuan itu seakan tidak ingin diganggu. Bahkan saat ia datang kerumahnya, Pak Diaz selaku satpam akan langsung melarangnya untuk masuk, walaupun dengan sopan.

"Kayaknya dia beneran marah sama gue," Keluh nya dengan lesu. Biasanya perempuan itu tidak pernah mendiamkan nya lebih dari satu hari.

Tapi ini sudah hari ketiga sejak perselisihan mereka dan Nala masih menghindari nya. Bahkan mereka tidak pernah bersinggungan dikampus, walau terkadang jam mereka sama.

"Sial, gak bisa gue kaya gini terus."

Ia resah, benar-benar resah. Bagaimana selama ini perempuan itu mengurus dirinya. Apa ia makan dengan benar? Apa dia bisa tertidur?

Memikirkan sahabat perempuan satu-satunya itu membuat kepalanya terasa berat saja.

"Kamu ini, ngapain sih Kak? Dari tadi mondar-mandir terus?" Dinia, sang Bunda, jengah sekali melihat anaknya itu berjalan bolak-balik seperti setrikaan.

Dipta pun segera duduk, ia cengengesan tidak jelas.

Iya, memang seperti itu Dipta dihadapan orangtuanya.

"Lagian Bunda heran juga, tumbenan banget Nala gak main ke rumah, biasanya dia main kesini. Kamu ada masalah sama dia, Kak?" Tanya Dinia pada anaknya itu.

Rasanya aneh saja saat tidak melihat perempuan yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri, tidak berkunjung ke rumahnya.

Dipta pun melangkah mendekat dengan wajah cemberut, bibirnya maju beberapa senti.

"Huum Bun, aku lagi berantem sama Nala. Lagian dia nya sih nyebelin, jadinya aku kesel kan." Adu nya bak anak kecil.

Dinia hanya mendengus geli melihat tingkah Dipta.

"Biasanya kalau Nala marah, pasti kamu yang bikin salah nih." Tuduh nya dan tepat sasaran.

Melihat anaknya diam dan hanya menunduk lesu, ia yakin tebakannya benar.

"Sini deh Kak, deketan sama Bunda." Ujarnya menepuk tempat kosong disebelahnya. Kemudian menaruh kain yang sedang dirajut nya.

Pria itu mengikuti ucapan Bundanya, langsung saja ia memeluk lengan sang Bunda erat.

Manja sekali

Dinia hanya tersenyum melihat kelakuan anaknya.

"Kakak udah minta maaf sama Nala?" Tanya Dinia lembut.

"Belum Bun, mana sempet Kakak minta maaf, orang Nala-nya aja gak mau ketemu Kakak." Ujarnya kesal.

"Coba nih ya Bun, Kakak udah telpon tapi gak di jawab, di chat juga sama. Apalagi disamperin, gak mau dia." Sungutnya kesal.

Memangnya gak capek apa di cuekin tiga hari, capek tau! Dipta kesel!

"Coba Kakak temuin pas di kampus, bisa enggak?" Tanyanya sekaligus memberi saran.

"Udah, Bun. Tapi ya gitu, dia nya gak keliatan. Gak ada terus." Ungkapnya lesu.

"Coba kalau gitu, Kakak kasih waktu dulu buat Nala tenangin diri. Pasti dia kesel sama kelakuan kamu, makanya dia marah." Nasihat Dinia. Ia tidak tahu apa yang terjadi di antara keduanya dan ia juga tidak akan ikut campur.

Mereka berdua sudah dewasa dan ia yakin keduanya akan segera baik-baik saja. Selalu seperti itu, seperti sebelum-sebelumnya.

"Hm, oke deh Bun."

"Kalo gitu, Kakak mau keluar dulu deh." Lanjutnya sembari beranjak menuju keluar.

"Gak pake jaket kamu, Kak? Udah mau malem gini." Tanya Dinia melihat anaknya keluar hanya membawa kunci motor saja.

"Enggak ah males Bun." Sahutnya tanpa menoleh.

Tapi setelahnya ia bingung. Akan kemana dia?

Tiba-tiba saja dia berfikir untuk menjenguk neneknya Zanna. Dengan segera ia pun melesat menuju rumah sakit tempat neneknya Zanna dirawat.

——

Nala melihat Dipta, sejujurnya ia tidak benar-benar menghilang tiga hari ini. Ia selalu berada di sekitar Dipta.

Tapi ia bingung, kemana pria itu pergi hampir menjelang malam seperti ini. Sedangkan ia tahu, itu bukan arah rumahnya.

Dengan segera ia mengikuti Dipta menggunakan motor matic nya. Padahal niatnya ia ingin bertemu dengan Dinia, ia merindukan wanita yang berperan seperti ibunya itu.

Tapi sepertinya ia harus mengurungkan niat itu.

Dipta, kenapa dia ke rumah sakit? Apa dia sedang sakit?

Dengan tergesa-gesa ia mengikuti Dipta, tapi sial ia kehilangan jejaknya.

Disaat ia sibuk mencari-cari pria itu, netranya menangkap sosok pria tengah memeluk seseorang sembari mengecup puncak kepalanya.

Nala tercenung, ia merasa kaku. Itu, Dipta. Dan perempuan itu, adalah Zanna.

Dia seharusnya tak merasakan keadaan ini, tapi mengapa di sudut hatinya berdenyut nyeri dan perasaannya memburuk?

Nala, sangat tidak mengerti. Ia berharap nyeri di hatinya segera berakhir.

Dipta, kamu tidak akan kembali bukan?

——

Haduh Nala, kamu kenapa atuh?

Hey hey heyyy, jangan lupa rulesnyaaa yaaaa!

Nihh aku dah double up ya! Kalo mood aku mw triple up yeuu...👸🏼🤏🏻

24 Maret 2024
Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When Everything ChangesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang