Happy reading babe!.....
Suara langkah kaki terdengar cukup berisik di lorong rumah sakit yang terlihat sepi. Nala berlari cukup cepat, dapat ia lihat Dipta sedang berdiri dekat pintu di ruangan paling ujung di lorong itu.
"Dipta, bagaimana?" Tanya Nala dengan napas terengah-engah.
"Aku belum tau, La. Kamu lari-lari? Kenapa lari-lari sih, jadi keringetan gini kan." Dipta mengusap keringat di dahi Nala.
"Tadi aku sangat panik, tapi kamu tidak apa-apa kan?"
"Aku baik-baik aja Nala." Jawab Dipta.
"Kenapa bisa kamu menabrak orang, Dipta?" Tanya Nala. Yang ia ketahui, Dipta itu sangat berhati-hati pada apapun, apalagi jika sedang berkendara.
"Aku juga gak tau, tadi pas belokkan jalan tiba-tiba aja ada orang itu, dia langsung nyebrang jalan gitu aja, gak lihat kanan-kiri." Jelas Dipta, jelas saja ia sangat terkejut hingga tidak sempat mengerem mobilnya.
"Yaampun Dipta, dokter belum juga keluar?" Tanya Nala.
"Belum, aku takut orangnya kenapa napa." Ungkapnya resah.
"Tidak akan, kamu harus yakin kalau orang itu pasti baik-baik saja." Ujar Nala, ia mengusap punggung laki-laki itu menenangkan.
"Iya, semoga aja." Balasnya.
"Lalu, keluarganya ada yang bisa dihubungi?" Tanya Nala lagi.
"Itu dia, orang itu gak bawa ponsel atau apapun,"
Helaan napas terdengar dari bibir Nala, ia memanjatkan doa, semoga saja orang itu baik-baik saja.
Dua puluh menit lamanya mereka menunggu, akhirnya dokter yang menangani pun keluar.
"Apakah ada keluarga pasien?" Tanya dokter.
Dipta sedikit kebingungan.
"Dokter, kami tidak bisa menghubungi keluarganya, tadi teman saya tidak sengaja menabraknya. Tapi bagaimana keadaannya sekarang, dokter?" Jelas Nala, melihat Dipta yang terdiam ia paham, sepertinya laki-laki itu bingung."Sayang sekali, luka tabrak nya tidak parah hanya lecet dan memar saja. Tapi sepertinya pasien memiliki riwayar darah tinggi dan penyakit jantung, ia juga sangat terkejut sehingga sedikit berefek pada kondisi jantungnya, ditambah faktor usia yang membuat keadaannya melemah," Jelas dokter tersebut panjang lebar.
"Sebaiknya pasien menjalankan rawat inap." Saran dokter tersebut.
"Baiklah dokter, terimakasih. Butuh berapa lama untuk pasien segera sadar?" Tanya Nala.
"Mungkin beberapa menit lagi." Jawab sang dokter.
Nala dan Dipta menganggukkan kepala dengan kembali mengucapkan terimakasih.
"Syukurlah hanya lecet saja, setidaknya dia tidak apa-apa." Ungkap Dipta yang disetujui oleh Nala.
Mereka memasuki ruangan tersebut, yang Nala lihat ternyata korban itu adalah seorang nenek-nenek yang sudah tua, mungkin jika ia tidak keliru umurnya bisa saja sudah mencapai tujuh puluh tahun.
"Ya Tuhan." Gumam Nala prihatin.
Ia dahulu juga mempunyai seorang nenek, rasanya melihat sosok itu mengingatkan pada mendiang neneknya. Membuatnya melamun."Nak, kalian siapa?" Suara tersebut membuat lamunannya buyar.
"Ah! Nenek sudah terbangun rupanya." Seru Nala. Ia berjalan mendekati ranjang pasien.
"Perkenalkan saya Nala, dan ini teman saya—" Ucapan Nala terpotong karena ucapannya langsung dijawab oleh Dipta.
"Saya Niscala."
"Nenek ada dimana ini, nak?" Tanya sang nenek kebingungan.
Dipta bergegas menjelaskan apa yang terjadi, tak lupa ia meminta maaf kepada nenek itu.
"Sekali lagi saya minta maaf atas kejadian tadi." Ucap Dipta dengan sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Tidak apa-apa, kamu tidak salah. Nenek ingat, tadi nenek jalan-jalan tapi tiba-tiba udah ada dijalan besar." Jelas nenek itu.
"Nek, apakah nenek mempunyai nomor keluarga nenek?" Tanya Nala.
"Nenek gak ingat, Nak." Jawab nenek itu pelan.
"Ya sudah tidak apa-apa, tapi apa nenek masih mengingat alamat rumah yang nenek tempati?" Tanya Nala lagi dengan hati-hati, sepertinya nenek ini mengalami demensia.
"Nenek lupa, tapi nenek ingat cucu nenek. Dia namanya Zanna, cantik sekali, seperti nak Nala." Ucap nenek itu dengan senyum lebar, terlihat sekali sangat menyayangi cucunya itu.
Sedangkan Nala hanya tersenyum tipis mendengar itu, ia bingung menanggapinya.
"Apa nenek tahu tempat yang sering dikunjungi cucu nenek?" Tanya Dipta."Nenek gak tahu, tapi sepertinya jam segini Zanna masih bekerja, nenek takut bikin Zanna repot." Nenek itu menjawab dengan lesu.
"Kami boleh tahu tidak tempat Zanna bekerja?" Tanya Nala.
"Boleh! Nenek ingat Zanna kerja di toko kue yang ada menara jam dan kuda didepan tokonya." Balas nenek.
Keduanya terlihat berpikir.
"Hello Bakery! Dipta, sepertinya itu tempat yang dimaksud, hanya itu satu-satunya toko kue di situ." Jelas Nala."Oke, aku kesana sekarang." Lalu ia pamit pergi.
"Nek, nenek tidak perlu khawatir. Teman saya akan membawa cucu nenek." Ucap Nala.
"Tapi nenek gak mau bikin cucu nenek khawatir nak Nala, nanti Zanna jadi gak fokus bekerja." Ujar nenek itu.
"Justru jika cucu nenek tidak mengetahui hal ini, ia akan sangat khawatir." Nala memberi pengertian dengan perlahan.
"Begitu ya?" Tanya nenek itu ragu.
"Iya nek, mending nenek makan saja ya, Nala akan pesan kan untuk nenek." Dia mengutak-atik ponselnya.
"Makasih ya Nak, kamu baik sekali. Nenek suka sama kamu." Ujar nenek itu dengan senyum tulus, menurutnya Nala itu sangat baik seperti cucunya.
Nala membalas dengan tersenyum sambil mengusap lengan sang nenek.
Tak lama pesanannya pun sampai, ia hanya memesan bubur saja.
"Nenek makan saja ini ya, Nala suapi. Tapi maaf, Nala hanya bisa membelikan bubur untuk nenek, karena nenek tidak diperbolehkan untuk memakan sesuatu yang sulit dicerna."
Nenek itu menganggukkan kepalanya dengan senyum lebar, sejujurnya ia tidak mengerti apa yang Nala ucapkan. Tapi tidak apa, dia sangat menyukai Nala yang ramah.
.....
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Everything Changes
Novela JuvenilSemuanya bermula ketika dua orang dipertemukan namun berakhir dengan kata persahabatan. Si gadis penyuka hujan dan laki-laki pemilik senyuman teduh. Takdir seolah mempermainkan sang gadis, ketika dia sadar bahwasanya dia memiliki sebuah rasa dan den...