Day 10

678 74 7
                                    

"TITI AMAAAA ..."

Seperti biasa, putriku sudah seperti anak singa jika bertemu Titi Amanya. Kak Fathar sampai menggeleng keheranan, sejak kapan Aya bisa berteriak sehisteris itu hanya karena bertemu Salma.

"Ya Allah ... innalillah. Bener kan kataku, Yang. Kalau sama anak satu ini, udah nggak bener anakku," Kak Fathar bak kehilangan kesabarannya lagi.

"Dih! Emang anaknya Kakak yang seneng sama aku kok. Nggak usah ya ngebates-batesin Mazaya main sama siapa. Ini tentang kehidupan Mazaya," lawan Salma tidak ingin kalah dari pojokan kakaknya.

"Kamu mending terima aja tuh lamarannya Mas Alwan, bebas deh kamu main sama anak kalian sendiri nanti! Minggir, minggir, menghalangi pintu aja," bobol Kak Fathar sudah nyaris menarik tanduk emosi Salma.

Kakaknya disusul dengan sangat tidak terima diungkit-ungkitkan tentang Mas yang akan dijodohkan dengannya oleh Abi. Mazaya di gendonganku minta diturunkan juga untuk mengejar Titi Amanya.

"Hati-hati larinya, Nak,"

"Titi Ama, ayo maiiin ..." Aya sudah lari tidak peduli.

Tentang Salma yang keukeh hanya mau menikah dengan bayangan yang sangat dicintainya itu, aku sudah angkat tangan. Biarkan dia yang sadar sendiri bahwa akan ada saatnya dia memahami dunia mereka yang berbeda, Salma akan tetap tunduk pada ketetapan Tuhan untuk kembali ke realitanya sesungguhnya.

"Udah dari tadi datengnya, Bah?" sahut suara dari belakangku. Kulihat Umi datang menenteng pisang yang sepertinya akan diolah jadi takjil favorit Kak Fathar dan Mazaya. Pisang ijo.

"Baru aja, Mi," jawabku, sembari mengambil alih sebagian bawaan Umi menuju ke dapur sama-sama.

"Belanjanya banyak banget, Mi? Mau ngapain?"

Satu-satu isi dari dalam tas belanja Umi kukeluarkan di atas meja. Ini bukan hanya pisang ijo saja yang akan dibuat Umi sepertinya, sampai ada nanas yang dibeli juga.

"Mas Alwan nanti mau ke sini, Nak. Di Bogor kemarin Salma abis ketemu Babanya Mas Alwan soalnya, ngobrol, ngobrol, sampai Babanya keliatan seneng gitu ngobrol sama anak Umi yang super aktif satu itu tuh! Bicaralah Abi sama Babanya Mas Alwan, katanya pengen dipercepat aja lamarannya. Cuman ya kamu ngerti sendirilah penyakitnya Salma. Katanya belum siap, belum siap. Ya udah ... lahirlah sebuah inisiatif Abi ngundang Mas Alwan dan Babanya untuk tarawih di sini nanti. Sekalian diliatin sama Salma tuh, kalau yang sholih nggak cuman bapaknya, tapi Mas Alwannya juga! Mas Alwan yang akan imamin tarawih nanti malam," bisik Umi di akhir, setelah antuasias menceritakan kisah yang mustahil Salma mau menceritakannya padaku tentang sosok Mas Alwan.

"Serius, Mi?"

"Iya. Makanya Umi sekalian siapin hidangan spesial untuk iftar nanti, khusus untuk calon mantu, hihi. Nanti tugas Bibah ajak Salma tarawih di masjid ya, dia udah pasti nggak mau kalau Umi yang ajak,"

"Siap, Mi. Jadi kapan mau dibuat menu buka puasanya? Sekarang?"

"Nanti-nanti aja, Nak. Sabar, ya. Tunggu anak-anak remaja masjid juga pada dateng nanti, biar cepet. Bibah mending bujukin Salma atau apa gitu di luar,  nanti Umi panggil kalau udah mulai masak," kata Umi.

"Ya udah deh, Bibah keluar dulu kalau gitu,"

"Iya, Sayang,"

Aku tertahan di depan tangga sebentar menyaksikan langsung anakku tiba-tiba melintas digendong Salma yang terengah-engah menaiki anak tangga. Keringat mereka bak habis melakukan pertempuran hebat sampai terlihat sama sekali bukan dua orang yang berpuasa tenaganya.

Dari arah mereka berlari, segera kususul ruangan yang ujungnya adalah ruang tamu. Tampak Kak Fathar juga sama lelahnya seperti habis marathon.

"Habis ngapain sih, Kak?" tanyaku menyusulnya cepat, keringatnya kuseka agar tidak terlalu gerah.

Ramadhan Tale 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang