suppries.

37 3 4
                                    

Sudah beberapa hari Jimin di Amerika, tapi ia belum juga memberikan kabar pada Aliya, Aliya sudah berusaha menelfon nya, mengirim pesan, dan bahkan Aliya juga menelfon ibu Jimin.

Hari hari terasa begitu sepi tanpa ada nya Jimin, biasanya Aliya mendengar suara dingin dari Jimin yang meminta ini itu, tapi sekarang tidak lagi ia dengar.

Aliya akhir akhir ini menjadi sangat ceroboh, bahkan kuliah nya terganggu karena terlalu memikirkan Jimin sampai tidak fokus pada kerjaan yang sedang ia lakukan.

"Non? Nona kenapa? Kajja makan ajhuma sudah masak"

"em? Nee nanti saja ajhuma, Aliya belum lapar, ajhuma boleh makan lebih dulu"

"Waeyo non? Nona sakit em?"

"Anniya ajhuma, aku baik baik saja"

"Aa jinjja? Tapi nona belum makan dari kemaren, kajja makan dulu"

"Tidak ajhuma, Aliya memang belum lapar, sudah tidak apa"

"Arrasho, nanti langsung makan kalau sudah lapar ya non, jangan di tunda tunda"

Aliya mengangguk sambil tersenyum tipis, selera makan nya hilang semenjak ia tidak Jimin makan di samping nya, benar benar rindu yang tidak lagi bisa berucap.

Malam harinya.

Malam itu Aliya berbaring di kasur sembari memeluk kaos hitam milik Jimin, rasanya benar benar sejuk, walaupun hanya kaos nya tetapi itu bisa membuat Aliya merasakan bahwa Jimin ada di sekitar nya, dan mengurangi rasa kangen nya.

Hujan malam itu juga menyelimuti tubuh Aliya, ia benar-benar takut petir, tidak ada Jimin di samping nya, ia hanya bisa masuk ke dalam selimut dan menutup mata.

Pagi harinya.

Pagi itu Aliya sedang duduk sambil menatap tv, ia menonton drakor favorit nya sembari menikmati udara pagi hari.

Ketika sedang asik menonton, bel pintu berbunyi ada seseorang yang datang, sepertinya itu kurir.

"Permisi paket"

"Paket? Sepertinya aku tidak belanja online, kenapa ada paket"

Aliya beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu depan rumah.

"Permisi, atas nama mba Aliya?"

"Ya benar saya sendiri"

"Ini ada paket import dari Amerika, dari Park, Park Jimin, nah iya dari Park jimin"

"Apa? Benarkah, aa gomawo ajhusi"

Kurir itu sedikit membungkukan tubuh nya lalu langsung pergi dari sana.

Aliya juga langsung berlari ke tempat duduk nya lagi, perasaan nya begitu campur aduk, sangat senang akhirnya Jimin bisa memberikan kabar padanya.

Ketika ingin membuka nya, Aliya selalu sedikit menjerit karena seperti ingin meledak hati nya.

Akhirnya Aliya membuka surat itu, senyum nya yang begitu cerita pun mulai sedikit memudar saat terdapat tulisan pada surat itu "PENGADILAN AGAMA".

(Jujur author gatau ygy kalau di Korea itu pake pengadilan naon😭 jadi ya udh lah yaa maap bngtt)

Aliya melanjutkan membuka surat itu, dan benar saja itu adalah surat tanda tangan perceraian.

Tangan nya mulai melemas, keringat dingin membasahi keningnya, rasanya benar benar sakit sampai tidak terasa di jasmaninya.

"O-oppa...?"

Surat itu terjatuh dari tangan Aliya, tubuh nya tidak kuat menahan beban sedikitpun, ajhuma yang mengetahui itu langsung berlari ke arah Aliya.

"Astaga nona, ya ampun non kok sampai pucat begini non"

"A-ajhuma"

"Wae non? Ya ampun kita ke RS ya non kajja kita ke RS"

"Hiks, anniya ajhuma hiks haaa!!!"

"Non sabar non sabar"

(Buat yang bilang, istighfar Aliya istighfar, gue tampol lo pada ye☺️ gausah di kasih tau, tdinya author mau buat gitu, tapi baru inget oh iye anjir agama Aliya :v)

Setelah membantu Aliya untuk ke kamar, ajhuma memijat tangan dan kaki Aliya, Aliya yang masih benar benar sangat lemas.

"Apakah oppa benar benar sejahat itu pada ku ajhuma?"

"Non yang sabar ya, ajhuma yakin tuan pasti akan mencabut gugatan itu"

Aliya memejamkan matanya, dunia terang benar benar sangat melelahkan, sampai dunia mimpi lebih indah di rasakan.

PELAYAN HIDUP🧸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang