eps 00

784 72 5
                                    

"Jihoon..."

Suara yang mendayu disertai tawa yang terdengar meremehkan itu membuat Jihoon yang sudah terduduk tak berdaya di lantai beton semakin menundukkan kepala. "Haduh..., mana mulut berisik lo itu, hah! Kenapa diem?" Jihoon tetap setia membungkam bibir, menahan suara isaknya agar tak keluar dan membuatnya semakin berada dalam masalah. Bola matanya bergetar penuh ketakutan saat dagunya dicengkram dan dipaksa mendongak menatap si pemilik mata dingin tersebut.

Kim Junkyu, begitu yang tertulis di badgname yang tersemat di seragam sekolahnya yang tak begitu rapi. Cengkramannya pada pipi Jihoon semakin mengerat sampai membuat Jihoon meringis menahan sakit dari kuku jari Junkyu yang menusuk kulit pipinya. Jihoon melirik ke samping saat mendengar suara langkah kaki. Batinnya sudah harapkan datangnya sebuah pertolongan namun tiga siswa laki-laki yang baru datang itu justru hanya menatapnya tanpa minat. Salah satunya berjalan mendekat.

"Jun, ikut gak lo, kita mau cari makan. Gue mau bolos jam terakhir."

Junkyu berdecak kesal lalu melepaskan cengkramannya pada Jihoon dengan kasar. "Iya," Junkyu kembali menoleh pada Jihoon yang masih terduduk di lantai kemudian menendang tulang kering Jihoon sekali lagi. "Awas aja lo sampe berani ngadu," ancamnya kemudian seraya beranjak pergi. Jihoon masih duduk di sana sampai keempat orang tadi pergi, dan barulah tangisannya terdengar memilukan.

Ini adalah hari keduanya bersekolah di sini setelah keluarganya memutuskan untuk pindah mengikuti pekerjaan ayahnya. Hari keduanya namun hari ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan Junkyu, teman sebangkunya yang kemarin sempat tak datang ke sekolah. Pagi tadi saat Junkyu datang dan langsung menatapnya penuh rasa tak suka karena telah menempati bangku kosong di sebelahnya, Jihoon tidak tahu dan tak seorangpun yang memperingatinya tentang Junkyu, seorang siswa yang tak suka kesendiriannya diganggu oleh suara berisik Jihoon yang bibirnya tak bisa diam dan terus mengoceh serta sesekali bergumam sendiri.

"Hai, namaku Jihoon, aku pindah ke sini kemarin." Jihoon hanya menyapa Junkyu dengan ramah pagi tadi, berusaha menjalin sebuah pertemanan namun Junkyu justru hanya menepis tangannya yang terulur dan mengabaikannya. Jihoon pikir Junkyu hanya tak begitu suka bersosialisasi namun rupanya Junkyu benar-benar tidak menyukainya.

Jihoon memutuskan pergi toilet dan bolos pelajaran terakhir. Ia menangis sendirian di dalam salah satu bilik toilet mengingat bagaimana Junkyu yang menggebrak meja tepat setelah guru meninggalkan kelas dan memaki Jihoon karena sudah menganggu tidurnya. Seisi kelas tak ada yang membantunya saat Junkyu menyeretnya keluar kelas dan membawanya ke atap.

Tok to tok

"Jihoon? Itu lo bukan?"

Jihoon tersentak saat pintu bilik toiletnya diketuk. Bibirnya ia gigit demi menahan suaranya agar tidak terdengar oleh siapapun yang ada di luar bilik sana.

"Ji? Lo gak apa-apa kan? Junkyu mukul lo ya?"

Jihoon termangu, dan untuk sesaat berpikir bahwa akhirnya ada seseorang yang akan membantunya.

"Harusnya lo jangan berurusan sama Junkyu. Sorry, gue sama temen-temen yang lain gak bisa bantu. Hati-hati ya, mungkin abis ini Junkyu bakal ganggu lo terus. Oh iya, kalau bisa jangan negur Junkyu apapun kondisinya walaupun itu yang nyuruh guru, takutnya lo makin kena."

Kemudian sunyi disusul suara pintu yang ditutup. Jihoon melanjutkan tangisannya. "Kenapa gak ngasih tahu dari kemarin sih, huaaa...," suara tangisannya semakin kencang bersama air matanya yang mengalir tak terkendali. Ia benar-benar takut sekarang, bahkan untuk keluar dari bilik toilet ini saja sepertinya ia tak akan berani.

Rafferty [ yoshihoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang