part 16

286 45 39
                                    

Gue boleh peluk?
-Alvares Gatra Damares

"Apa tugas yang saya berikan begitu sulit?"

"Maaf tuan"

"Kalian tidak sanggup menangkap seorang gadis? Percuma saya bayar mahal-mahal"

"Saya hampir mendapatkannya, jika saja Alvares tidak muncul"

Albert mengepal kedua tangannya. Sangat kesal. Percuma dia membayar orang untuk menangkap gadis itu jika semuanya gagal. Sekarang ia harus mencari cara untuk memisahkan  Lengkara dari Alvares.

"Segera cari tempat tinggal baru! Saya yakin Alvares tidak akan tinggal diam," perintah Albert pada pria berbadan kekar didepannya.

"Baik tuan." Pria itu langsung pergi.

Bruk

Semua dokumen yang semula tertata rapi dimeja kerja kini berhamburan dilantai. Albert hampir gila. Rasanya ia ingin menghabisi Lengkara dengan tangannya sendiri. Tapi ia tahan. Bahkan sebagai seorang ayah, ia harus mengakui bagaimana seorang Alvares saat bertindak. Bisa-bisa dirinya dibenci oleh anak sulungnya itu.

"Saya harus menyingkirkan gadis itu tanpa mengotori tangan saya," ucapnya pelan.

***
"Besok jadi?" tanya Dhevan yang mengisi tempat kosong disamping Alvares.

"Hm" Jawab Alvares.

Saat ini Alvares, Dhevan, dan Gavin sedang menghabiskan waktu dirumah Alvares. Sudah bukan hal baru jika kedua sahabatnya itu suka numpang tidur dan makan gratis disana. Sebenarnya Dhevan dan Gavin tidak kalah  Sultan dari Alvares. Hanya saja mereka suka setiap berada di rumah pria itu. Dhevan bilang dia juga ingin memiliki adik perempuan seperti Lyla. Sayangnya dia anak tunggal. Sedangkan Gavin ingin punya sosok ibu seperti Luna. Selalu ada dirumah. Menyiapkan makanan dan menanyakan bagaimana keadaannya. Sayangnya sang ibu justru gila kerja seperti ayahnya juga. Mereka tidak ada waktu untuk itu semua.

"Alamatnya udah pasti?" tanya Gavin memastikan.

"Itu alamat yang kevin kasih ke gue. Besok tinggal kita pastiin," jawab Alvares.

Tiba-tiba suara lembut Luna terdengar dari balik pintu kamar Alvares,"Makan duluh!" Ujarnya.

"Siap bunda," balas Gavin dan Dhevan bersamaan. Mereka bahkan memanggil Luna dengan panggilan bunda seperti Alvares.

Tanpa menunggu Alvares untuk keluar lebih duluh, Gavin dan Dhevan langsung berjalan keluar kamar menuju ruang makan keluarga Damares. Anggap rumah sendiri. Satu kalimat yang diucapkan Alvares dan ditanamkan oleh Gavin dan Dhevan. Mereka tidak malu. Toh, hal yang sama juga dilakukan Alvares saat dirumah mereka .

"Udah lama nggak main kesini," Ucap Lyla begitu melihat kehadiran dua sahabat abangnya. Dhevan buru-buru duduk disamping Lyla sambil mengusap pelan puncak kepala gadis kecil itu.

"Kangen sama bang Gavin,yah?" canda Gavin. Ia ikut mengambil tempat disamping Lyla seperti Dhevan. Kini Lyla diapit oleh dua pria tampan yang sudah ia anggap seperti abangnya sendiri.

"Iya. Soalnya nggak ada lagi yang ajak Lyla makan es krim," jawab Lyla dengan wajah cemberut yang dibuat-buat. Biasanya Dhevan yang paling rajin mengajaknya makan es Krim. Alvares sering melarang. Tapi mereka akan pergi diam-diam.

"Jangan banyak makan es krim nanti sakit,"tegas Alvares yang tiba-tiba muncul. Pria itu memilih untuk duduk disamping sang bunda karena tempatnya telah diisi oleh Dhevan.

Lyla memutar bola matanya. Ia sudah hafal dengan larangan dari abangnya itu. Diam-diam ia melirik Dhevan yang sedang menatapnya sambil tersenyum licik. Senyuman itu adalah isyarat untuk Lyla bahwa mereka akan makan es krim diam-diam.

LENGKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang