Devan memasuki ruangan dimana Lengkara dirawat. Tatapannya langsung tertuju pada gadis manis yang saat ini terbaring lemah diatas ranjang. Sangat tidak berdaya. Disamping Lengkara, ada Alvares yang masih setia menunggu gadis itu sadar. Devan tersenyum tipis. Dari kejadian ini, semakin terlihat jelas perasaan Alvares pada Lengkara. Lihat saja bagaimana Alvares menatap wajah Lengkara dengan jemarinya yang menggenggam erat gadis itu. Sangat takut kehilangan.
"Res," panggil Devan pelan sebab kehadirannya belum disadari Alvares.
"Gimana Van?" tanya Alvares tanpa mengalihkan pandangannya dari Lengkara.
"Kita nggak nemuin bukti apa-apa, Res." Devan perlahan mendekati Alvares lalu menyerahkan ponsel milik Lengkara.
"Tapi kemungkinan ada petunjuk disana," jelas Devan sebelum Alvares bertanya.
Alvares menerima ponsel tersebut lalu dimasukan kedalam saku celananya. Ia tidak berniat membukanya sekarang.
"Anak-anak kemana?" tanya Devan saat ia tidak melihat keberadaan anak-anak Raven field disana.
"Anak-anak udah pulang. Gavin lagi nyari makan bentar," Jawab Alvares. Wajar juga bila Gavin kelaparan, sebab mereka sudah berada di tempat itu dari semalam hingga pagi ini.
Sekarang sudah pukul tujuh pagi. Sejak malam Alvares tidak tidur bahkan menjauh dari Lengkara pun tidak. Dia tetap disana. Menunggu dengan harapan gadis itu cepat membuka matanya. Banyak yang ingin Alvares lakukan. Banyak yang ingin ia perbaiki.
"Lo nggak balik?" tanya Devan dengan nada sedikit khawatir. Terlihat jelas wajah Alvares yang sangat kelelahan karena tidak tidur semalam.
"Gue nggak bisa ninggalin dia lagi," jawab Alvares.
"Gue bisa jagain Lengkara bentar. Jangan nyiksa diri lo terlalu keras, Res"
Ucapan Devan dibenarkan Alvares. Keberadaannya tidak menjamin Lengkara sadar dengan cepat. Perlahan Alvares berdiri.
"Jagain dia," Pintah Alvares.
Devan tersenyum lalu mengangguk. Tanpa diminta pun dia akan menjaga gadis itu sepenuh hati.
Alvares pun beranjak pergi dari tempat itu. Dia berniat mencari Gavin untuk pulang bersama. Dengan keberadaan Devan disana membuat Alvares sedikit lebih tenang.
Setelah kepergian Alvares dari sana, Devan segera mengisi tempat duduk disamping Lengkara. Senang rasanya bisa menatap gadis itu dari dekat. Meski dengan keadaan yang menyakitkan seperti ini.
"Gue tau lo kuat." Hanya itu yang Devan katakan. Dia tidak ingin berbicara terlalu banyak. Semua waktunya saat ini hanya ingin ia habiskan untuk menatap Lengkara lebih lama sebelum ia harus benar-benar melepaskan gadis itu nanti. Setelah Lengkara bangun nanti, dia adalah milik Alvares.
***
"Kamu nggak apa-apa?" Ekspresi Luna berubah. Alvares sudah biasa pulang pagi saat libur. Namun kondisi pria itu sekarang sedikit berbeda."Abang sakit, yah?" Lyla ikut bertanya dengan raut wajah yang tidak jauh berbeda dari sang bunda. Sangat khawatir. Dan Alvares tidak sanggup jika harus membiarkan kedua malaikatnya merasakan hal tersebut.
"Nggak apa-apa. Semalam aku begadang dikit gara-gara ngegame sama Devan," jawab Alvares bohong.
"Jangan keseringan begadang buat hal yang nggak penting!" Luna mengingatkan.
'Tapi ini penting buat aku," batin Alvares.
"Nanti abang sakit," tambah Lyla.
Alvares mengangguk sambil jemarinya mencubit lembut pipi gadis kecil didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENGKARA
Teen FictionPerselingkuhan kedua orang tua menjadi titik awal hubungan Lengkara dan Alvares. Lengkara yang harus memenuhi kesepakatan Sepihak akibat dijual oleh ibu kandungnya sendiri Dan Alvares yang berusaha mempertahankan senyuman Ibu tersayang. " Ikutin...