Alvares tersenyum saat menduduki kursi disamping ranjang yang beberapa hari menjadi tempatnya datang. Gadis yang sedang berbaring di hadapannya sudah membuka mata meski dengan kondisi yang tidak bisa dibilang baik sepenuhnya. Tidak apa! Alvares yang akan membuat semuanya menjadi lebih baik.
"Dasar malas," ucap Alvares sambil menyentil lembut dahi Lengkara. Gadis itu menatap Alvares bingung.
"Nggak boleh tidur lama-lama lagi!" Lengkara terkekeh. Kali ini ia paham ucapan Alvares.Entah sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri hingga disebut pemalas oleh pria tampan itu.Pria tampan? Oh iya, Lengkara harus mengakui ketampanan Alvares.
"Lagi capek banget,"jelas Lengkara dengan senyuman lebar. Namun semua juga tau arti ucapan tersebut berbanding terbalik dengan ekspresi gadis itu. Senyum itu bukan defenisi bahagia.
Alvares menatap lekat mata Lengkara dan dibalas dengan tatapan sayup dari gadis itu.Perlahan tangan Alvares menghampiri puncak kepala gadis itu dan mengusapnya lembut.Dia suka Lengkara. Dia suka senyum gadis itu. Dia suka bagaimana gadis itu lebih kuat dari gadis-gadis lain yang pernah ia kenal.Dia suka semua tentang Lengkara.Tapi dia tidak suka dengan takdir gadis itu. Sangat menyedihkan.
"Lo buat gue khawatir,Ra.Dan itu rasanya nyiksa banget buat gue,"jujur Alvares pada Lengkara.
" Kenapa nggak cerita soal ayah?"
"Kenapa nggak cerita soal obat yang lo konsumsi selama ini?"
"Kenapa nggak cerita betapa hancurnya lo karena gue?"
"Kenapa gue harus tau saat lo udah gini?"
Pertanyaan bertubi-tubi keluar dari mulut Alvares. Pertanyaan yang sudah sangat ia tanyakan pada gadis itu. Kecewa? Tentu saja. Dia perna meminta Lengkara untuk jujur setiap ada yang menyakiti gadis itu namun nyatanya Lengkara tetap diam dengan semua yang terjadi.
Berbeda dengan Alvares, Lengkara justru tersenyum. Akhirnya ada yang bisa menyadari kehancuran yang ia rasakan selama ini.
"Semua udah biasa gue tampung sendiri," jawab Lengkara.
Alvares menghembuskan nafasnya kasar.Jawaban Lengkara membuatnya semakin merasakan betapa hancurnya gadis itu selama ini.Kenapa juga baru sekarang Tuhan memberi takdir padanya untuk mengenal lebih dekat dengan kehidupan pahit Lengkara.
"Sekarang ada gue.Jangan simpan semua untuk diri lo sendiri," ucap Alvares lembut.
Lagi-lagi Lengkara tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum.Dia bahagia.Apakah ini awal dari kebahagiaan yang ia tunggu? Semoga Tuhan memang menghadirkan Alvares dalam hidupnya untuk kebahagiaan.
"Gue tau lo kuat, tapi-"
Ucapan Alvares terjeda saat tiba-tiba tangan Lengkara terangkat menyentuh rahangnya.
"Maaf," Ucap Lengkara dengan suara pelan.
"Sekarang gue bisa jadi obat buat lo. Berhenti konsumsi obat-obat itu lagi! Gue cemburu," balas Alvares tegas namun justru terdengar lucu ditelinga Lengkara. Mana ada manusia yang cemburu pada obat?
"Gue baru tau obat bisa buat lo cemburu," ujar Lengkara.
"Yah iyalah, kesannya lo lebih bergantung sama obat itu daripada sama gue. Lo nggak percaya sama gue?"
Lengkara berfikir sejenak. Dia bisa saja percaya pada Alvares. Namun jauh sebelum ia mengenal pria itu pun obat-obatan tersebut sudah menjadi kesehariannya. Tempat dia lari dari rasa takut pada dunia yang kejam.
"Tapi lo nggak lupa sama apa yang buat kita kayak gini kan, Res?" tanya Lengkara mengingat semua yang terjadi diawal perkenalan dirinya dengan Alvares.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENGKARA
Teen FictionPerselingkuhan kedua orang tua menjadi titik awal hubungan Lengkara dan Alvares. Lengkara yang harus memenuhi kesepakatan Sepihak akibat dijual oleh ibu kandungnya sendiri Dan Alvares yang berusaha mempertahankan senyuman Ibu tersayang. " Ikutin...