part 17

313 48 19
                                    

Lo nggak boleh akhiri cerita ini dengan  pergi
~Alvares Gatra Damares

Kedua alis Lengkara bertaut saat bel apartemen berbunyi. Alvares dan kedua sahabatnya  belum lama pergi. Tidak mungkin pria itu sudah kembali. Lagipula jika pulang, Alvares biasanya masuk tanpa membunyikan bel.

Lengkara turun perlahan dari ranjang. Melangkah dengan sedikit cepat karena bel yang terus berbunyi. Tepat saat pintu terbuka, ekspresi gadis itu langsung berubah.Pria  yang berdiri didepannya bukan Alvares. Dengan cepat Lengkara ingin  menutup kembali pintu namun sialnya pria itu bergerak lebih cepat. Tubuh Lengkara didorong dengan kasar kedalam Apartemen. Pria itu ikut masuk dan menutup pintu.

Tubuh Lengkara yang tadi terhuyung ke lantai kini terasa lemas. Ia sangat ketakutan. Pria itu tidak asing untuk Lengkara. Ia sangat yakin bahwa pria itu adalah orang yang sama yang mengejarnya beberapa hari lalu. Lengkara masih ingat postur tubuhnya.

"Lo siapa?" tanya Lengkara dengan suara bergetar.

Pria itu tidak menjawab. Dia justru ikut berjongkok dan menyamakan posisinya dengan Lengkara. Tanpa disangka-sangka, kedua tangan pria itu bergerak mencekik gadis dihadapannya itu.

Lengkara terkejut. Kedua tangannya berusaha melepas tangan pria itu dari lehernya tapi percuma. Kekuatannya kalah jauh.

"Le-lepasin," pintah Lengkara terbata-bata. Nafasny semakin tercekat.

"Kamu harus mati,"sergah pria itu. Dengan sekali hentakan ia berhasil menghempas tubuh Lengkara hingga membentur lantai lagi.

Lengkara berusaha menstabilkan deruh nafasnya. Tidak berselang lama, pria itu ingin mendekatunya  lagi. Gadis itu hanya menggeleng lemah dengan ekspresi memohon. Berharap ada rasa iba dari pria itu. Meski pada akhirnya sia-sia.

Plak

"Kamu sangat menyulitkan saya!" geram pria itu setelah melayangkan satu tamparan keras pada wajah Lengkara. Kulit putih gadis itu sampai memerah.

"Tolong, jangan-"

Bug

Lengkara memegang pelipisnya. Terasa begitu perih. Tak disangka, pria itu tanpa rasa kasihan memberikan tinjuan pada Lengkara. Dia seolah tidak punya rasa iba pada wanita.

Pria itu melirik sebuah pisau diatas meja sambil tersenyum licik. Ia bangkit berdiri da mendekati meja untuk mengambil pisau tersebut.

Melihat pria itu pergi, Lengkara menggunkan kesempatan yang ada untuk berlari. Meski dengan kondisi yang sangat lemah dan rasa sakit di sekujur tubuhnya namun Lengkara tidak ingin pasrah. Beberapa hari ini ia merasa bahagia. Tidak mungkin  kebahagiaan itu ia tukar dengan sebuah kematian.

"Sialan. Jangan memancing emosi saya!"

Lengkara tidak peduli. Ia berlari kekamar lalu mengunci pintu. Dibalik pintu ia bisa mendengar suara gedoran dari pria itu. Dengan tangan bergetar, Lengkara mengambil ponselnya dan menghubungi Alvares.

"Hallo Ra, ini-"

"Tolongin gue, Res"

**********
"Ra, ada apa?"

"Lengkara? "

"Hey, kamu masih disana kan?"

Tut tut tut

"Shit, ini ada apa sih?"

Alvares mencoba untuk menghubungi Lengkara lagi. Tapi sialnya, gadis itu sudah tidak bisa dihubungi. Ia berlari kedalam markas dan mengambil kunci motornya dengan cepat. Pergerakannya kini menjadi pusat perhatian anak-anak Ravenfield.

LENGKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang