Part 14

5 2 0
                                    

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!




Run Away

👑

Hari selanjutnya, Lynne dan Van sedikit canggung. Namun, Lynne sebisa mungkin untuk bersikap biasa.

Sampai sarapan pun keduanya hanya minim berbicara. Lynne kerja, sedangkan Van di rumah sendirian bersama Arzan. Arzan berangkat kerja nanti agak siangan.

Arzan langsung menanyakan kenapa gerak-gerik Van dan Lynne mencurigakan. Van ragu-ragu menjawab.

"Terjadi kesalahpahaman." Itulah jawaban dari Van.

Arzan manggut-manggut saja. Meskipun tidak sepenuhnya percaya, tapi Van bilang begitu ya sudah.

Arzan juga tetap was-was dengan Van. Ingatkan kalau Van itu seorang buronan. Sudahlah ia sangat sangat kepengin menjauhkan Lynne dari Van.

"Siang ini aku mau bertemu dengan Kakek Pree," ujar Van memberitahu sebelum Lynne berangkat bekerja.

"Gimana kalau kamu sekarang ikut aku pergi bekerja, terus nanti pas siang kamu ke rumah Kakek Pree pakai motorku," tawar Lynne.

Van berpikir sejenak. Lantas ia mengangguk. Tidak masalah, Van tidak akan lama bertemu dengan Kakek Pree.

Siang harinya jam menunjukkan pukul sebelas, Van tengah menuju ke rumah Kakek Pree. Tiba di sana, Van terlebih dahulu mengecek di toko Kakek Pree. Barangkali beliau di sana.

Rupanya benar. Kakek Pree sedang melayani seorang mahasiswa. Kakek Pree tersenyum dan memberi salam ala Kakek Pree bila ada orang datang selain dirinya.

Mereka memang sudah berjanji akan bertemu lagi saat sebelum pulang dari rumah Kakek Pree tempo dulu. Toko dialihkan sebentar oleh Nenek Mera.

Kakek Pree mempersilakan Van duduk di ruang tamu rumahnya. Sebelumnya mereka membicarakan perihal kejadian di planet Laveena.

Hingga tiba-tiba datanglah seseorang yang begitu mengejutkan Van. Kakek Pree berdiri menyambut seraya tersenyum lebar.

"Cucuku."

Kedua mata Van membelalak. Ia ikut berdiri karena sangking terkejutnya. Namun, anehnya Van tetap berekspresi datar.

"Hai, Kakek, bagaimana kabar, Kakek?" tanya Zevan setelah melerai pelukan mereka berdua.

"Baik sekali, Kakek. Masuklah, Kakek juga kedatangan tamu." Ucapan dari Kakek Pree langsung membuat Zevan ikutan terkejut.

Ia tidak menyangka akan bertemu dengan orang yang telah merebut hati kekasihnya. Eh maaf mantan kekasihnya.

Zevan tentu ingat bagaimana ciri-ciri Van. Sangat mudah dikenali dengan rambut gondrong dikuncir dan memiliki bekas luka panjang di wajah. Belum lagi ekspresi datar Van.

Pertama kali lihat, Zevan bahkan sudah menebak berapa kira-kira umur Van dan apa pekerjaan Van.

Umur Van ialah dua puluh lima dan pekerjaannya pasti sangatlah berat. Mengingat ada bekas luka di wajah Van yang tak biasa.

Itu awal pikir Zevan. Nyatanya dia keliru, kan.

Zevan duduk di kursi yang terpisah dengan Kakek Pree dan Van. Ia memilih kursi tunggal saja. Daripada harus satu kursi dengan Van. Bisa-bisa ia tidak bisa menahan api cemburu.

"Sampai di mana pembahasan kita tadi?" Kakek Pree tampak berpikir.

"Ah, iya, tentu saja aku tidak memberitahu identitas asliku di sana. Hanya orang-orang tertentu yang tahu," lanjut Kakek Pree seraya tertawa kecil.

Van mengangguk. "Jadi, mereka mengetahui identitas Kakek apa di sana?"

"Sebenarnya aku memperkenalkan diri tidak hanya sebagai satu identitas. Banyak. Tergantung situasi apa yang aku hadapi saat itu." Kakek Pree menjawab seraya menundukkan kepala sebentar.

"Ya, aku membohongi orang-orang tentang identitasku."

"Kek, kok gitu, sih! Nggak boleh, Kek. Nggak baik," celetuk Zevan yang padahal ia sedang bermain ponsel, tetapi telinganya aktif mendengar obrolan Kakeknya dengan Van.

"Kamu menguping pembicaraan kami?"

"Bukan bermaksud gitu, sih, Kek. Zevan, kan punya telinga terus Zevan berada di sini. Jadi telinga Zevan nggak salah dengar pembahasan kalian."

"Kan bisa pura-pura tidak dengar."

Zevan mendengkus kecil. Tidak bisa ia membantah ucapan Kakek Pree. Jadilah Zevan meminta maaf, tetapi masih setia duduk di sana.

Kakek Pree geleng-geleng kepala melihatnya. Kemudian Kakek Pree kembali melanjutkan ucapannya.

"Seperti contohnya ketika kita pertama kali bertemu. Waktu itu aku sedang menyamar sebagai OB di sebuah mall di sana. Meski aku tidak memperkenalkan diri, tetap saja itu bukanlah asliku."

Van menipiskan bibirnya. Lantas mengangguk lagi. "Jadi ... identitas Kakek juga ... sebagai penyihir?"

Zevan membelalakkan matanya. Arah pandang Zevan langsung mengarah Kakek Pree. Namun, Zevan memilih bungkam saja kali ini.

Kakek Pree tersenyum menampilkan deretan gigi yang sedikit sudah tanggal. Mengangguk membenarkan ucapan Van.

Van menghela napas lega. Mengusap wajahnya kasar. Lalu tertawa lirih.

"Kek, kau orang yang aku cari-cari selama ini."

Kedua alis Kakek Pree terangkat. Ia tidak menyangka begitu dicari-cari oleh Van. Bukankah dulu ia sama sekali tidak pernah bertemu Van menggunakan identitas penyihir.

"Mohon maaf, Kek pembahasan kita selanjutnya bersifat sangat pribadi."

Kakek Pree langsung paham. Ia menilik tampang cucunya yang merotasikan bola mata. Zevan berdiri dan pamit.

"Kek, Zevan ke toko dulu, ya. Ada Nenek Mera kan di sana?"

"Ada. Temanilah Nenekmu di sana."

Lantas Zevan pergi dari sana setelah melirik sinis Van yang sama sekali tak memandangnya.

"Jadi?"

👑

To be continue..




Salam,
Lana

Run Away (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang