Part 17

8 3 0
                                    

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!




Run Away

👑

"Dadah, Bu Zora!" seru Razka melongok di jendela dalam mobil saat mobil mulai melaju.

Lynne membalas lambaian tangan disertai tersenyum. Lynne mengembuskan napas lega. Ia merenggangkan otot-ototnya karena tubuhnya terasa pegal.

Di kerjaan tadi ia dan Rainy begitu sibuk membuat pesanan bucket bunga. Si pelanggan membeli bucket bunga sebanyak sepuluh dengan berbagai macam jenis bunga dan tema. Katanya itu untuk kado acara ulang tahun temannya.

Maklum, orang yang berulang tahun begitu menyukai bunga. Jadi, si pelanggan membeli banyak bunga asli bukan artificial. Mama sehabis pulang kerja tadi ia harus mengantar Van ke rumahnya Kakek Pree.

Sekarang Van masih berada di sana. Van bilang tidak perlu menjemput dirinya. Van akan pulang sendiri.

Namanya Lynne, anak bandel, tetap tak mengindahkan ucapan Van. Usai kedua anak muridnya pulang, Lynne bergegas menuju rumah Kakek Pree. Arzan belum pulang, ia lembur kerja hari ini.

Di pertengahan jalan, Lynne mampir di sebuah minimarket. Ia membeli tiga bungkus roti tawar beserta dua selai berbeda rasa, empat bungkus roti yang berisi dua lembar dijadikan satu, dan buah-buahan.

Begitu sampai di rumah Kakek Pree, Lynne memberikan belanjaan tadi ke Kakek Pree. Awalnya Kakek Pree menolak. Namun, karena Lynne sedang pengin berbagi dan membujuk, akhirnya Kakek Pree menerima.

"Terima kasih banyak, Nak," ucap Kakek Pree terharu sembari mengusap sisi kiri kepala Lynne.

"Kembali kasih, Kek," balas Lynne tersenyum lembut.

Kemudian Kakek Pree pergi ke dapur untuk meletakkan buah tangan dari Lynne dan memberitahu Mera. Van yang duduk di kursi memandang Lynne hangat.

Lantas Lynne duduk di samping Van, memberi jarak setengah meter. Lynne menyapa Van yang dibalas sang empu dengan melempar senyum menawan. Kembali jantung Lynne dibuat jumpalitan.

Lynne sebisa mungkin menutupi kegugupannya. "Bagaimana?"

Untuk sesaat Van tidak mengerti arah pembicaraan Lynne. Sebelum Van menjawab pertanyaan Lynne, Kakek Pree datang dan duduk di tempatnya tadi.

Lynne terkejut karena seseorang yang mengikuti Kakek Pree dari belakang duduk di tengah-tengah antara dirinya dan Van. Lynne bahkan memelototkan matanya.

"Hai, Lynne," sapa Zevan tersenyum cerah seperti biasa.

Lynne menggeserkan duduknya agak jauh dari Zevan di kursi panjang itu. Astaga, Lynne masih shock bagaimana bisa ada sesosok mantan di sana.

"Oh, kalian berdua sudah saling mengenal ternyata," celetuk Kakek Pree.

Lynne tersenyum kaku pada Kakek Pree. Lynne izin membawa Zevan pergi ke luar. Bukan untuk saling bicara, melainkan Lynne rasa Van dan Kakek Pree butuh bicara berdua.

Di halaman rumah Kakek Pree Lynne menghirup udara banyak-banyak. Zevan yang berada di sampingnya sampai bertanya pada Lynne.

"Kamu ... gimana bisa ada di rumah Kakek Pree?" tanya Lynne tanpa basa-basi.

"Aku kan cucunya Kakek," jawab Zevan mengangkat bahu begitu enteng.

Lynne mengembuskan napas besar. Pantas saja dia di sini. Kenapa dunia sempit sekali, sih!

"Tapi sebenarnya aku adalah cucu dari Kakaknya Kakek Pree. Meski begitu Kakek Pree tetaplah Kakekku. Ah, aku belum pernah cerita tentang ini ya padamu." Pernyataan dari Zevan membuat Lynne mendelik kan mata.

Lynne tidak usah diberitahu informasi itu. Lagi pula mereka bukan lagi sepasang kekasih. Sudah putus hubungan spesialnya.

"Lynne, hei, kamu masih marah padaku?" tanya Zevan ketika di antara mereka terjadi keheningan.

Jujur saja Lynne masih agak dongkol pada Zevan. Tapi, Lynne tidak mau terus-menerus tidak suka pada orang lain.

Bundanya mengajarkan pada Lynne untuk tidak terlalu membenci orang lain. Karena apa? Hati kita kotor nanti bila ada kebencian di sana.

Lynne menggelengkan kepala. "Bukan marah. Hanya agak jengkel saja."

Tanpa aba-aba rambut Lynne diacak-acak gemas oleh Zevan. "Kamu makin cantik tau, Lynne."

"Aduh!" Zevan meringis kala perutnya ditonjok Lynne.

Gadis berambut pendek di depannya itu mencebik kesal. Apakah Lynne sudah bilang kalau ia membenci sentuhan fisik dari Zevan? Ia harus menjaga jarak dari pemuda resek itu.

"Maaf, Lynne aku lupa."

Seketika Lynne merasa menyesal terlalu keras menonjok perut Zevan. Dengan wajah datar Lynne bertanya masih sakit tidak itu bekas tonjokannya.

Zevan menjawab seraya menyengir. "Masih tau, Lynne. Aduhh, duh."

Lynne memutar bola matanya malas. Ia menengok ke seseorang yang ke luar dari rumah Kakek Pree. Van berpamitan pada Kakek Pree.

Lynne juga ikut berpamitan pada Kakek Pree. Meninggalkan Zevan yang mencebik kesal.

"Hati-hati kalian berdua." Pesan dari Kakek Pree ditanggapi anggukan oleh Van dan Lynne.

Lantas mereka berdua melesat pergi dari sana. Di tengah perjalanan Lynne menanyai Van. Semua yang terjadi di rumah Kakek Pree.

Van yang membonceng Lynne akhirnya bercerita. Mulai dari ia sering kali bertemu dengan Zevan akhir-akhir ini. Lalu, pembahasan membuat rencana bagaimana nanti ketika ia dan Kakek Pree setelah tiba di Planet Laveena.

Lynne menipiskan bibirnya seusai Van bercerita. "Aku jadi pengin ikut, deh."

"Jangan Lynne. Bahaya. Kau belum pernah ke sana sebelumnya."

"Ya maka dari itu ajak aku ke sana."

"Maaf, Lynne, tapi situasi yang kita hadapi nanti tidak menyenangkan. Aku tidak ingin membuatmu celaka."

"Baiklah. Tapi janji, ya nanti kamu kembali ke sini lagi?"

Van tersenyum dari balik kaca helmnya. "Aku tidak berjanji. Tapi kepastian aku bisa membayar utang budiku padamu. Lewat berbagai cara."

👑

To be continue..




Salam,
Lana

Run Away (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang