Bagian 23

1.8K 197 55
                                    

"Ayah, maaf. Aku gak bisa."

"Renjun!" Baekhyun meninggikan nada suaranya di depan anak bungsunya itu. Tekanan darahnya rasanya naik sekarang ini.

"Bukan cuma pulang tanpa informasi yang berguna, tapi juga penolakan atas permintaan ayahmu?!"

"Sudah saya jelaskan tadi ayah, sampah-sampah itu hanya bisa dihilangkan jika manusia berhenti membuang sampah. Dan jika tidak ada sampah berarti manusia berhenti makan atau berkegiatan apapun, dengan kata lain, mati."

Renjun berbicara dengan menekankan kata mati.

"Tapi dari yang saya lihat, sekelompok manusia sudah berusaha mengurangi sampah dengan menggantinya dengan benda lain. Sampah di daratan juga sudah menumpuk, yang dapat kita lakukan adalah menunggu kebiasaan manusia itu menyebar di kelompok - kelompok lain."

Baekhyun membalikkan badannya dan menatap Renjun tajam.

"Menunggu dan terus-menerus membersihkan terumbu karang bukan solusi yang bagus. Ikan-ikan bisa mati. Dan kita juga kekurangan tenaga. Kamu saja sekarang menolak memiliki anak? Bagaimana duyung bisa berkembang, Renjun?"

Ayahnya ini berbicara sambil menunjuk - nunjuk ke dirinya. Renjun rasanya juga ingin ikut meledak, tapi akhirnya dia menggerakkan giginya dan menahan amarahnya.

"Saya akan kembali ke daratan dan mencari cara lain."

"Tidak usah. Kamu pasti ingin bertemu anak itu kan? Aku melarang. Lebih baik kamu fokus disini, temani Jina dan kembali bekerja seperti biasa. Biar Lucas yang ke daratan."

Renjun menatap Baekhyun tidak percaya, matanya sarat akan amarah.

"Tapi, Ayah. Lucas kan.."

"Lucas memang pernah punya kekasih disana, tapi dia tetap bertahan pada Jina dan ibunya. Dia tetap melanjutkan garis keturunan kita. Sedangkan kamu? Kamu sudah hampir 30 tahun, Renjun. Harusnya paling tidak sekarang kamu sudah punya 1 anak. Tapi kamu terus menerus menolak."

Anak. Keturunan. Anak. Keturunan. Renjun benar-benar muak. Kenapa ayahnya ini tidak pernah bisa memahaminya, kalau dia tidak mau. Dia tidak siap menanggung beban memiliki anak.

"Memang keturunan apa yang harus saya pertahankan? Keturunan siren?"

"Renjun!" Lagi-lagi Baekhyun berteriak. Bedanya sekarang dia terdengar lebih marah. Tapi Renjun sama sekali tidak gentar. Ini adalah saat yang tepat untuk mencari kebenaran.

"Aku sudah hampir 30 tahun. Tapi aku masih belum tau siapa ibuku. Apa itu masuk akal?"

"Sudah aku bilang, ibu Xiaojun itu ibumu juga."

"Aku bertemu kakek Park yang menyebabkan Xiaojun mati."

Baekhyun terdiam. Dia tiba-tiba mematung karena mendengar nama itu disebutkan.

"Dia bilang yang datang bersama mu saat itu bukanlah duyung berekor biru, melainkan duyung berekor abu-abu."

Renjun menatap ayahnya dengan pandangan kosong.

"Nyonya Dara, yang ayah bilang ibuku dan ibunya Xiaojun itu berekor biru. Lalu siapa yang berekor abu-abu? Seorang siren kan?"

"Dara itu ibumu. Sepertinya ingatan si Park sudah lapuk termakan usia."

"Awalnya aku yakin begitu. Saat mendengar cerita kakek park aku yakin ayah berbohong karena ingin menutupi masa lalu ayah dengan siren. Dan Nyonya Dara memang ibuku. Kecurigaan ku, saat ayah memberitahu cara merubah ekor menjadi kaki yang sangat berbeda dari cara yang sebelumnya sudah aku pelajari dari buku, tiba-tiba hilang."

Dada Renjun rasanya sesak. Rasa curiga, kebingungan, dan amarah yang dia sembunyikan selama ini tumpah ruah begitu saja.

"Tapi saat di darat aku mulai berpikir hal aneh. Lucas, Jina dan duyung lainnya bisa dengan mudah merubah ekornya dengan kaki. Sedangkan aku butuh sesuatu dari manusia agar bisa berubah, air liur, darah, daging."

Ocean | RenhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang