Prolog : "Abu-abu dan Biru"

9.8K 931 68
                                    

Haechan meneguk sekaleng bir dengan tampang masam. Rasanya dia ingin mengumpat dan ingin segera pulang. Tapi dia masih tau sopan santun di depan kakak tingkat satu jurusannya.

Yangyang merangkul pundaknya dan berbisik di telinganya.
"Muka lo jangan keliatan asem gitu lah, Chan. Daritadi lo diliatin sama kak Hendery tuh."

"Lagian kenapa pada milih penyambutan maba di pantai sih." Kata Haechan ikut berbisik. Dia melirik Hendery yang kata Yangyang menatap ke arahnya. Tapi sepertinya fokus kakak tingkatnya itu bukan ke dirinya. Melainkan malah ke sahabatnya.

"Karena deket. Gak makan biaya gede. Bisa berjemur terus piknik ala-ala bule." Mendengar balasan Yangyang membuat Haechan makin jengkel. Dia tau kota tempatnya berkuliah sekarang terkenal dengan laut dan pantainya yang indah. Tapi yang namanya pesta penyambutan maba biasanya pasti di restoran atau bar yang terkenal. Bukan di tepi pantai dan duduk di tikar seperti ini.

"Acara intinya kan udah selesai nih, gak pada mau main air?" Tanya Kak Jungwoo, salah satu kakak tingkat yang menjadi panitia selama ospek.

Salah satu dari maba bertanya pada Hendery si Ketua penyelenggara, "Boleh kak?"

"Sana. Gue kasih waktu satu jam. Abis itu kumpul disini lagi."

Yang lain langsung pergi dan berlari senang menuju bibir pantai, termasuk Yangyang. Sementara Haechan masih diam ditempatnya, sibuk memakan buah semangka yang disediakan panitia. Dari bayangan sinar matahari, Haechan tau ada seseorang yang berjalan mendekat.

"Gak pergi?" Haechan mendongak dan melihat Hendery yang berdiri sambil memegang kantong plastik di tangannya.

Haechan menggelengkan kepalanya, "Nggak bang. Gak bawa baju ganti."

Haechan sedari awal memang sudah berniat untuk datang paling akhir dan pulang paling awal. Jadi dia tidak repot-repot membawa baju ganti dan hanya ada kotak makan di tasnya yang berisi roti isi.

"Yaudah. Ikut gue aja."

Haechan malas sebenarnya. Tapi kalau tidak ikut, nanti Hendery tersinggung. Dia tidak mau mencari masalah di awal masuk kuliah. Apalagi dengan kakak tingkat yang menyebalkan seperti Hendery. Jadi  mau tak mau Haechan berdiri dan mengikuti langkah Hendery dari belakang.

Mereka berhenti di sebuah batu karang besar di pinggir pantai. Tinggi karang itu hampir sama dengan tinggi badan Haechan. Hendery memanjat batu karang, seolah itu bukan hal besar. Tapi saat Haechan mencoba naik, dia malah tergelincir dan berakhir jatuh dengan posisi pantat mencium pasir pantai lebih dahulu.

"Hahaha. Hati-hati makanya. Sini pegang tangan gue." Haechan menggapai tangan itu, walaupun dalam hati agak kesal karena ekspresi mengejek kakak tingkatnya itu.

Saat naik, Haechan disuguhi pemandangan laut dengan ombak yang bergulung tinggi. Hendery menyodorkan sekaleng bir dan Haechan menerimanya dengan baik.

"Gue liat muka lo sepet banget dari awal acara, kenapa?"

Haechan sedikit bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan itu tanpa harus membuat lawan bicaranya tersinggung. "Bukan masalah penting sebenarnya, bang. Gue cuma gak suka liat laut."

"Kenapa? Takut sama ombaknya? Atau lo takut sama air? Ada phobia gitu?"

Haechan menatap kaleng birnya sambil berpikir. "Yah, kira-kira kayak gitu alasannya."

"Harusnya lo ijin aja kalau begitu. Gue sama yang lain pasti maklum. Kalau begini kan gue jadi gak enak." Ucap Hendery sambil menatap Haechan bersalah.

Haechan pikir Hendery adalah kakak tingkat menyebalkan yang menjunjung tinggi senioritas. Padahal selama kegiatan ospek, Hendery terlihat bersenang-senang saat mengerjai para mahasiswa baru dan membuat mereka sebagai candaan dengan teman-temannya. Ternyata dia punya sisi seperti ini juga. Haechan rasa tidak masalah untuk menjalin hubungan baik dengan Hendery.

Haechan tiba-tiba terpikirkan sesuatu dan tersenyum jahil, "Gak papa. Kalau gue gak ikut, kayaknya gue bakal rugi banyak. Soalnya gue nanti jadi gak tau kalau lo suka sama temen gue."

Bir yang sedang Hendery minum menyembur keluar dari mulutnya. Dia terbatuk-batuk sambil memukul dadanya pelan. Bahkan ada sedikit air mata keluar dari ujung mata Hendery yang dapat Haechan lihat. Sedangkan Haechan bukannya membantu malah tertawa terbahak. Padahal Hendery menjadi seperti itu karena pernyataannya.

Hendery menarik kerah kemeja Haechan setelah batuknya mereda. Dia menatap Haechan tajam dan menggertakkan giginya. "Denger darimana lo, kalau gue suka Yangyang?"

"Oh, jadi bener Yangyang? Padahal gue cuma nyebut 'lo suka temen gue' loh bang. Gak nyebut nama Yangyang. Dan temen gue kan gak cuma Yangyang aja." Haechan tersenyum jahil dan Hendery hanya bisa mengumpat menahan malu. Kerah Haechan dia lepaskan dan dia mengalihkan pandangannya ke segala arah.

"Jangan kasih tau ke Yangyang." Seru Hendery ke arah Haechan sambil memberikan tatapan peringatan.

"Hmm."

"Jangan ngomong aneh-aneh soal gua gay ke Yangyang atau ke anak lainnya."

Haechan menggelengkan kepalanya dan menepuk dada bagian kirinya beberapa kali dengan kepalan tangan. "Tenang. Gue gak ember. Asal ada sogokan ya bang."

"Perhitungan amat lo."

"Business is business."

Hendery berdecak kesal dan bergerak turun dari batu karang. Dia membuang sampah mereka ke tempat sampah di dekat sana. Lalu pergi bermain dengan ombak kecil yang terus datang dan pergi dari pantai.

Haechan hanya memperhatikan kakak tingkatnya itu sambil tersenyum simpul. Hendery memang terlihat baik. Tapi dia belum cukup yakin untuk membiarkan laki-laki itu mendekati sahabatnya. Lagian belum tentu Yangyang mau sama Hendery sih.

Haechan mengalihkan pandangannya kearah laut yang terbentang luas. Harusnya laut itu berwarna biru, tapi yang dapat dia lihat hanyalah warna abu-abu. Tidak menarik. Tidak cantik.

Pergi ke laut sama saja pergi menjemput kesedihannya. Dia terus teringat, kalau dia tidak sama dengan teman-temannya yang lain. Matanya berbeda.

Lamunan Haechan pecah saat netranya menangkap sesuatu berkilauan di tengah lautan abu-abu. Haechan memicingkan matanya, mencoba melihat lebih jelas objek yang berada di tengah laut itu.

Itu manusia. Apa orang itu sedang berenang? Tapi kenapa dia terus menatap ke arah Haechan?

Dia laki-laki, rambutnya berwarna hitam sangat kontras dengan kulitnya yang putih pucat. Dan yang paling menarik perhatian Haechan adalah iris matanya yang berwarna biru. Sangat cantik, sampai Haechan tidak bisa mengalihkan pandangannya dan hanya bisa tertegun.

Warna laut tiba-tiba ikut sebiru iris laki-laki itu. Haechan terkejut dan berdiri dari duduknya. Dia melihat warna laut untuk pertama kalinya. Bukan abu-abu tapi biru. Haechan tercekat, badannya bergetar. Dia pikir, dia tidak akan pernah melihat laut yang seperti ini sepanjang hidupnya.

Tapi bagaimana bisa? Saat Haechan melihat ke arah laki-laki itu lagi, dia sudah menenggelamkan dirinya dan terlihat ekor ikan besar yang sedikit muncul dari permukaan.

Haechan terjatuh dan terduduk di atas karang dengan mulut menganga. Dia bukan manusia. Warna laut kembali menjadi abu-abu di ikuti hilangnya laki-laki itu.

— Luna☪

Ocean | RenhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang