Bagian 25

1.3K 136 37
                                    

Setelah menunggu hampir setengah jam, Haechan melihat Jane kembali. Gadis kecil itu membawa papan kayu bersamanya.

"Apa itu?" Tanya Haechan. Jane duduk di atas batu dan memperhatikan papan kayu itu juga.

"Aku sepertinya tau asal kayu ini. Ini dari kantor perwakilan duyung, tempat paman Renjun bekerja."

Mou mendekat kearah mereka, Haechan agak berjengit kaget. Tapi dia tidak menjauh. Mou anak renjun, dia tidak akan menggigitnya. Haechan selalu mengingat itu pada otaknya.

Mou bergerak mendorong papan kayu itu. "Ada apa Mou?" Tanya Jane.

Jane sepertinya sangat paham apa yang dimaksud oleh Mou. Dia membalik papan kayu itu dan menemukan goresan-goresan dibaliknya.

"Apa maksudnya ini?"

"Sepertinya paman Renjun mencoba menyampaikan pesan. Ya ampun, tulisannya jelek sekali."

Haechan tidak memungkiri bahwa tulisan Renjun sulit dibaca. Tapi akan dia maklumi karena Renjun menulisnya di atas papan kayu lapuk dan sepertinya menggunakan benda tajam untuk membuat goresan.

Haechan memperhatikan dengan seksama, tapi dia tidak paham. Yang bisa dia baca hanya kata 'aku.'

Mou ikut melihat tulisan itu dan bersuara. Jane menatapnya dan berkata, "Mou bilang kau terlihat frustasi. Dia minta maaf karena tidak bisa membantu karena belum belajar membaca."

Buaya belajar membaca? Apa selama ini hewan di kebun binatang yang selalu dia lihat bisa membaca? Atau kucing ibu kosnya yang sering lewat bisa membaca? Makanya kucing itu terlihat galak pada anak kos yang belum bayar, karena kucing itu bisa membaca catatan milik ibu kos.

Haechan merasa pikirannya sangat gila. Tapi memang sejak bertemu Renjun rasanya tidak ada yang normal.

"Oh, sepertinya aku mengerti. Paman Renjun menuliskan 'Aku tidak akan kembali dalam waktu dekat. Ada beberapa masalah yang harus diselesaikan. Jangan khawatir, aku baik-baik saja.' Dia seperti bilang jangan menunggunya kembali."

Bukannya merasa tenang setelah mendapatkan kabar, Haechan malah khawatir. Renjun mendapatkan masalah. Dan Haechan tidak bisa membantu karena itu terjadi di laut.

"Apa dia menuliskan apa masalahnya?" Tanya Haechan. Yang menjawab bukannya Jane, tapi Mou. Buaya itu mencicit dengan suara bayinya.

"Paman Renjun tidak menuliskannya. Tapi Mou tau. Katanya itu sedang menjadi hot topik diantara para hewan laut."

"Hah?" Haechan benar-benar tidak habis pikir. Apa para hewan sekarang juga suka bergosip?

"Mou bilang katanya kakek meminta paman Renjun segera memiliki keturunan dengan Kak Jina. Tapi paman menolak, dan sekarang paman sedang dikurung di kantor perwakilan duyung."

Jane berhenti sejenak, mendengar kata-kata Mou lalu melanjutkan, "Katanya paman sedang menyusun rencana kabur bersama beberapa kuda laut."

Haechan tidak tau harus bereaksi seperti apa. Dia harus terkejut karena Renjun di kurung atau terkejut karena dia berencana kabur dengan beberapa kuda laut?

Haechan menghela nafas. Dia kebingungan dengan masalah Renjun ini. Dia akui, di dalam hatinya dia sangat senang mengetahui Renjun menolak memiliki hubungan dengan keponakannya. Tapi Renjun sampai harus di kurung karena itu.

"Kenapa Renjun nolak?" Haechan berkata pelan, dia seperti bertanya pada dirinya sendiri. Tapi tentu saja Jane dan Mou mendengarnya.

Jane dan Mou terlihat saling berpandangan. Bayi buaya dan duyung itu terlihat seperti bertukar pikiran. "Mungkin lebih baik jika kamu tidak terlalu memikirkannya. Seperti kata paman Renjun, semuanya akan baik-baik saja."

"Gimana bisa gue gak kepikiran? Renjun di sana kena masalah dan gue gak bisa ngapa-ngapain disini."

Jane sejujurnya jadi ikut khawatir. Dia tau kakeknya itu jika marah sangat menakutkan. Ibunya pernah bercerita tentang bagaimana kakek Baekhyun memarahi ayahnya, itu terjadi sebelum Jane lahir.

"Bagaimana jika begini saja, aku dan Mou akan menyampaikan kabar tentang paman Renjun padamu. Jika ada kabar terbaru aku akan menaruh papan kayu ini di atas batu."

Haechan menaikkan alisnya, dia tertarik dengan ide itu. Meski tidak bisa membantu secara langsung, Haechan dapat terus mendapatkan kabar dan mungkin dapat menyumbangkan beberapa ide yang dapat membantu.

"Terus? Cara gue tau isi kabarnya?"

"Kalau kamu lewat pantai dan melihat papan kayu ini di atas batu, berarti kamu harus menemui ku di hari itu. Mungkin sekitar jam 7? Aku harus kembali ke rumah sebelum jam 8 kalau tidak ibuku akan marah."

Idenya agak merepotkan. Haechan bisa sih setiap sore melewati jalanan pantai setelah pulang dari kampus. Tapi berarti dia harus mengambil jalan memutar. Biaya bensinnya pasti akan membengkak.

Tapi sepertinya dia masih bisa. Dia bisa menebeng ke Yangyang sewaktu waktu jika biaya bensin motornya sudah terlalu besar. Semoga saja masalah Renjun segera selesai.

Akhirnya setelah memikirkannya, Haechan mengangguk, setuju dengan ide Jane.

"Bagus. Kalau begitu aku akan pergi ya. Aku akan mengantar Mou menengok paman Renjun."

"Hati-hati, Jane." Kata Haechan. Mou mencicit, dia menatap ke arah Haechan dengan mulut terbuka. Apa dia bisa dikategorikan gila jika sekarang dia bilang bahwa bayi buaya itu lucu?

Mou menatap Haechan lalu berputar-putar. Bayi buaya itu seperti anjing yang ingin dipuji majikannya. "Lo juga, hati-hati Mou. Bilang ke Ayahmu itu, Haechan nungguin."

Mou lagi-lagi mencicit. Bayi buaya itu terlihat sangat semangat. Akhirnya Jane dan Mou pergi, sementara Haechan diam sejenak di sana memandang ombak laut. Gerakan ombak laut malam itu sangat kacau karena angin, sama seperti isi kepala Haechan.

「 #ocean 」

Hai hai guys... Aku update dikit-dikit ya. Aku masih UAS soalnya. Tapi aku sempetin update karena aku sedang happyy.

Curhat dikit, jadi hari ini aku ultah dan di ucapin sama mas crush😭

Seneng, tapi sedih banget ultah sendirian di kos huhu...

Btw, kemungkinan update selanjutnya setelah aku UAS ya para readers. Harap di tunggu.

—Luna

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ocean | RenhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang