Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu, selamat membaca chapter enam belas, jangan lupa vote dan komen! Enjoy, semangat puasanya!💗
-
-
-
Satu bulan, dua bulan, lalu tiga bulan sudah Fara menjalani hari-harinya dengan penuh rasa ketakutan dan khawatir, bukan lagi soal Reino yang sempat berusaha melecehkannya, tapi sosok berpakaian hitam, yang kian hari, semakin menonjolkan dirinya.
Bahkan sempat ada di lingkungan sekolah sewaktu jam istirahat, beberapa kali Fara melihatnya, dan hal itu 'pun tak luput dari penglihatan Dara. Gadis itu sekarang mengerti dan ikut memasang kecurigaan.
Bercerita pada kedua orang tua serta Kakak laki-lakinya? Tentu saja, Fara sudah menceritakan semuanya. Namun yang membuat Fara semakin merasa aneh, adalah saat Umi dan Abinya justru meminta pada Aidan untuk menjaganya, semasa di lingkungan sekolah.
"Nak Aidan, abi yakin kalo kamu dapat menjaga wanita, dan memuliakan seorang wanita. Jadi bolehkah abi meminta bantuan pada kamu?"
"Bantuan seperti apa, bi?"
"Abi ingin kamu menjaga Fara semasa di lingkungan sekolah, selagi dia masih tanggung jawab kamu sebagai ketua kelas."
"Tapi, bi. Bukankah abi sangat menyayangi Fara? Saya laki-laki, dan-"
"Kamu tidak perlu khawatir, kamu hanya perlu menjaganya tanpa berkomunikasi dengannya. Beberapa kali kamu menyelamatkan Fara, dan abi yakin kali ini kamu juga dapat menjaga Fara dengan baik. Hanya mengobrolkan hal penting, tidak ada jalan berdua, dan jaga dia layaknya seorang mata-mata."
Ucapan Nando saat itu benar-benar berlawanan arah dengan pikiran Fara, dan sejak saat itu, Aidan benar melakukan tugas yang diberikan Ayahnya. Selalu memperhatikan Fara, ke mana 'pun ia pergi.
Sebenarnya Fara tidak mempermasalahkan itu, karena percakapan yang di dengarnya beberapa bulan lalu, adalah hasil menguping saat Aidan mengantarkannya pulang dari pesta ulang tahun Theo.
Namun yang membuat Fara bertambah heran adalah mengapa Aidan dengan mudahnya mau menerima permintaan Nando? Bukankah terbalik?
"Far!"
"Allahu Akbar!" Hampir saja tersandung dan jatuh di tengah-tengah kooridor sekolah yang sedang ramai lalu lalang. "Kenapa sih, Dara?"
"Itu, laki-laki yang pake baju hitam. Ada di parkiran sekolah," ucap Dara terlihat terburu-buru. Ia menarik tangan Fara, membawanya ke parkiran sekolah.
Sampai di area parkiran, keduanya mengintip dari balik tembok. Ucapan Dara benar, pria dengan pakaian serba hitam yang selalu mengikutinya, kembali menampakkan diri di lingkungan sekolah.
"Sekarang gimana, Far?"
"Kok tanya aku? Kamu, kan yang bawa aku ke sini." Fara mengerutkan keningnya, ia kira Dara punya sebuah ide.
"Iya sih, aku yang bawa kamu ke sini, tapi cuman mau kasih tau doang. Nggak ada niat lain," sahut Dara, ia cengengesan menampakkan deretan gigi putihnya.
Fara menghela nafas. Ia terdiam memandangi gerak-gerik mencurigakan yang dibuat si penguntit jahanam itu.
"Gimana kalo kita bikin rencana?" tanya Dara langsung membuat Fara menolehkan kepalanya.
"Rencana gimana?"
"Nanti aku samperin dia, selanjutnya kamu juga bakal tau nanti," jawab Dara hendak pergi, namun tangannya dengan segera ditahan oleh Fara.
"Kita nggak tau dia itu berbahaya atau nggak, Dar. Kalo tiba-tiba dia celakain kamu gimana?"
"Teriak aja 'lah, di lingkungan sekolah. Dia bakal kalah," sahut Dara. Melepaskan pegangan tangan Fara dari tangannya dengan perlahan, "aman pokoknya!"
YOU ARE READING
Qisat Fara [END]
SpiritualFara Sahda Izdihar, seorang muslimah yang menduduki bangku kelas dua SMA. Ia tumbuh di lingkungan pesantren milik Umi dan Abi-nya. Memilih untuk tidak mengikuti jejak kedua orang tuanya dengan menjadi seorang santriwati, karena keinginan Fara yang i...