Chapter 12 - Mbah Google

1.6K 107 2
                                    

Pulang  sekolah,  setelah  mengganti  seragam,  aku  membuka  laptop  putih  milikku. Siang  saat  di  kantin  tadi,  aku  sempat  mengobrol  dengan  Stevia  perihal  hantu  di rumahku.  Untung  saat  itu  sedang  tidak  ada  Agrav.  Coba  kalau  ada,  pasti  akan  sulit  untuk membicarakan  masalah  hantu  itu.  Apalagi  Agrav  cenderung  sensitif  jika  sudah menyinggung  masalah  hantu itu.

Iseng,  aku  bertanya  pada  Stevia  bagaimana  caranya  agar  rumah  kita  bisa  bebas dari  hantu.  Dan  jawabannya,  sungguh  bukan  yang  kuharapkan.  Dia  justru  bilang,  supaya aku  lebih  rajin  bersih-bersih  rumah.  Dan  kata-kata  serta  ekspresinya  yang menjengkelkan  itu masih terngiang jelas di kepala.  

‘Makanya,  jadi  cewek  itu  yang  rajin,  jangan  jorok.  Tuh,  rumahmu  sapu  terus  dipel biar  bersih.’  Kurang  ajar.  Padahal rumahku ini  selalu  bersih kinclong seperti baru.

Lalu,  kutanyakan  pertanyaan  lain.  Kalo  rumah  kita  ada  hantunya,  kita  harus ngapain  biar  hantunya  pergi?  Dan  gadis  itu  justru  menjawab  dengan  enteng.  Katanya, cari  saja  di  Mbah  Google.  Sungguh  menjengkelkan.  Kalau  saja  kami  tidak  sedang  berada di kantin,  sudah kegetok  kepala  perseginya itu.

Akhirnya,  pulang  sekolah  kuputuskan  untuk  mencari  tahu  sendiri  jawabannya. Dengan bantuan  Mbah  Google pastinya.  Karena Stevia  sama sekali  tidak membantu.  

Saat  kolom  search  terpampang  nyata  di  laptop,  aku  segera  mengetikkan  kalimat yang  langsung  muncul  di  kepala.  Ternyata  tidak  semudah  yang  kubayangkan sebelumnya.  Kukira  mungkin  hanya  akan  ada  satu  atau  dua  artikel  saja.  Tahunya  ada banyak sekali.  Berendet  panjang  hingga ke bawah.

Cara mengusir  rasa takutmu  dari hantu.

Ada hantu  di rumah Anda? Ini solusinya!

Teknik  mengusir  hantu  dijamin  jitu  dan  ampuh.  Mulai  dari  Mbak  Kunti  bau melati sampai  Tuyul  Gundul!  Dijamin  kabur!

Jangan  sungkan! Mari datang  dan  nikmati wahana baru  kami!

Yang  terakhir  ini  malah  nyeleneh.  Tanpa  pikir  panjang,  aku  menjatuhkan  pilihan pada  artikel  pertama  yang  menurutku  paling  waras  di  antara  yang  lain. Oke,  Mona!  Misi pengusiran  hantu dimulai!  Kubaca perlahan  dan  hati-hati.

1. Hantu hanyalah proyeksi imajinasimu  sendiri.
Hantu  memang  ada,  tapi  hantu  yang  biasa  kamu  bayangkan  mungkin  hanyalah makhluk  yang dipantulkan  oleh media yang ada  di sekitar  kita.

Mataku  terbuka  lebar.  Apanya  yang  imajinasi  kita?  Aku  bahkan  tidak  pernah berpikir  untuk  mengimajinasikan  sesosok  makhluk  astral  itu.  Kubaca  sekali  lagi  tulisan itu  untuk  memastikan.  Setelahnya,  aku  berdecak  gemas.  Yakali!  Mungkin  seekor Unicorn  lebih  bagus  untuk  diimajinasikan  ketimbang  hantu  yang  memiliki  tanduk  di kepala.

Apa  artikel  ini  benar?  Lagipula  aku  bingung.  Kalau  memang  hantu  itu  hanya  hasil pantulan  dari  media  sekitar,  lalu  media  apa  di  rumahku  yang  bisa  menghasilkan bayangan  hantu?  Seingatku,  rumah  ini  tidak  memiliki  banyak  cermin  besar  seperti  di film-film horor.  

Bahkan  aku  selalu  dapat  melihatnya  di  manapun  aku  berada  di  rumah  ini.  Di kamarku,  di  ruang  tamu,  di  dapur,  bahkan  di  kamar  mandi.  Lalu  media  apa  yang memantulkan  bayangannya?  Setahuku,  hantu  itu  tidak  akan  nampak  di  cermin.  Mereka tidak  memiliki  bayangan,  itu  karena  mereka  tidak  memiliki  jiwa.  Aku  hanya mendengarnya  dari  televisi  saja.  Itupun  lupa  di  acara  apa.  Padahal  mungkin  sepertinya tidak  juga.  Buktinya,  banyak  yang  berhasil    menunjukkan  kalau  hantu  itu  bisa  juga muncul di cermin,  seperti di video atau foto penampakan.

“Hm...,  ternyata  hantu itu hanya imajinasi  ya,”  

Matek!

Mataku  membelalak  lebar.  Aku  tidak  berani  menoleh  ke  samping,  itu  karena hembusan angin  dingin  darisana.  Gosh!  Kenapa  harus sekarang?!

“Kamu mencari tentang  ini,  Mona?”

Deg! 

Mama!! Dia bahkan berani menyebut namaku! Tanpa pikir panjang, aku segera berlari keluar rumah dengan membawa serta laptop.

Syalan! Hantu itu memang sudah menghancurkan masa depan indahku. Lihat saja nanti. Aku tidak akan menyerah. Akan kubuat perhitungan dengan hantu berkepala coklat itu. Iya benar, rambutnya memang berwarna coklat gelap. Wahai artikel Mbah Google, jangan sungkan membantuku untuk membasmi hantu usil itu!

***

Sesudah makan malam, aku memutuskan untuk tidur lebih awal. Sebenarnya itu hanya alasanku saja agar bisa kabur dari pertanyaan berentet Kak Auston. Karena dia kelihatan heran, begitu aku—yang biasanya selalu menonton televisi sampai larut malam—tiba-tiba izin untuk tidur lebih awal. Padahal alasan sebenarnya, karena aku ingin melanjutkan misi pengusiran hantu. Kubuka kembali artikel yang—untungnya—sempat kusimpan tadi siang.

2. Manusia adalah makhluk yang sempurna. Untuk apa takut pada hantu yang tidak jelas wujudnya?

Tidak jelas wujudnya? Aku tertawa hambar. Bisa-bisanya artikel ini bilang begitu. Apa kabar anak-anak indigo yang bisa melihat jelas wujud mereka, bahkan berbicara dengan mereka juga. Bagian mana dari hantu itu yang tidak jelas wujudnya? Jika bukan indigo, memang jelas saja dia bisa berkata demikian, tapi lain halnya dengan mereka yang indigo. 

Memang. Secara signifikan, aku sudah beberapa kali melihat hantu itu dengan mata kepalaku sendiri. Bahkan kedua saudaraku malah menganggapku bohong. Ya, kuakui memang aku bukan seorang indigo. Tapi aku tidak pernah berbohong. Oke, mungkin beberapa kali.

Bagaimana rupa hantu itu? Menurutku, hantu itu berwajah sempurna. Sempurna di sini maksudnya, dia punya indera yang lengkap layaknya manusia hidup. Dan..., uhuk tampan. Oke, lupakan yang satu itu. Dan pakaiannya juga terlihat normal. Tidak seperti hantu-hantu di film horor yang pakaiannya dekil, robek, atau compang-camping. Menurutku, pakaian yang dia kenakan terlihat mahal seperti, pakaian ala bangsawan atau orang terpandang pada zaman Belanda dulu, meski hanya sebatas kemeja putih dan knit vest sewarna maniknya yang biru gelap, celananya seperti celana bahan berwarna hitam dan sepatunya..., oh tunggu dulu, dia tidak pakai sepatu! Hm, mungkin karena dia hantu jadi tidak butuh alas kaki, toh saat dia menginjak tanah pasti tidak akan kotor juga.

Sebentar. Kenapa hawa di sini terasa lebih dingin? Aku bahkan tak menghidupkan kipas angin di kamar. Eh? Tunggu, tunggu. Dingin?!

Deg! 

Aku bisa merasakan kalau jantungku mulai naik ke tenggorokan. Belakang telingaku rasanya dingin sekali. Jangan-jangan, ya Tuhan! Aku tidak berani untuk menoleh.

“Masih mencari tentang ini ternyata.”

Astatang!

Aku langsung melempar guling dan melesat turun ke lantai bawah secepat kilat. Tak peduli apa yang akan hantu itu lakukan terhadap kamarku. 

“Lho, katanya mau bobok?”

Aku langsung duduk di sebelah Mia tanpa menatap mereka sekalipun. Bahkan tak menjawab pertanyaan Kak Auston barusan. Sekarang ini, aku hanya duduk diam sambil memeluk erat kedua lutut. Menatap ke televisi dengan ekspresi parno. Tak kupedulikan tatapan aneh yang mereka berdua lemparkan. Aku sedang berpikir keras saat ini. Memikirkan bagaimana cara supaya hantu yang suka muncul tiba-tiba itu hilang dari rumahku. Kalau bisa, dari muka bumi sekalian. 

My Friendly Ghost

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang