Chapter 5 - Berteman?

6.1K 404 11
                                    

Pulang sekolah adalah salah satu dari sekian banyak kegiatan menyenangkan yang paling kusukai. Sambil bersenandung kecil, aku melangkah menuju rumah. Untung saja jarak dari sekolah ke rumah lumayan dekat. Jadi tak perlu mengeluarkan uang untuk membayar kendaraan umum.

Toh, kakakku yang pelitnya sampai ke tulang itu, pasti tak akan mau memberi ongkos untuk naik kendaraan umum. Alih-alih membiarkan kami-aku dan Mia-untuk naik ojek, dia pasti akan membelikan sepeda. Sepeda, kan tak terlalu mahal, lagipula benda itu juga bisa terus digunakan tanpa harus membeli bahan bakar.

Sampai di depan pintu rumah, aku coba membukanya perlahan. Pintu itu langsung terbuka dengan mudah saat aku mendorongnya. Pasti Mia sudah pulang. Kak Auston memang memberikan kami masing-masing kunci rumah. Jadi, siapapun yang datang lebih dulu bisa langsung masuk tanpa harus menunggu yang membawa kunci rumah pulang.

Aku menaiki anak tangga menuju kamar. Suara Mia yang sedang bernyanyi terdengar menyakiti telingaku. Bahkan suara musik yang disetelnya benar-benar keras. Nyaring sekali, sampai bergema hingga ke dinding sekitar. Astaga. Mungkin lain kali aku harus membeli headphone untuk menyumpal telinga.

Begitu pintu kamarku terbuka lebar, detik itu aku dibuat kesulitan bernafas. Astaga! Hantu semalam muncul lagi!!

Dia tampak sedang asyik melihat-lihat rak buku di kamarku dengan telunjuk mengetuk dagunya. Sepertinya dia sadar akan kehadiranku di sini, karena tiba-tiba saja kepalanya tertoleh ke arahku. Lengkap dengan senyum lebar dan ramah yang kini mulai menghantui pikiranku.

"Halo!" tangannya melambai riang. Sontak saja mataku membeliak lebar dan teriakan kencang terlontar begitu saja dari mulutku. "KYAAAA!!!"

Suara langkah kaki yang mendekat terdengar di telinga. "Kak, kenapa? Ada apa, sih?"

Kutolehkan kepala takut-takut pada Mia yang ternyata sudah berdiri di sebelahku dengan wajah keponya. Nafasku masih memburu akibat terkejut karena melihat hantu yang anehnya malah anteng-anteng saja menampakkan dirinya, padahal masih siang bolong.

"Kenapa, Kak?"

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mencoba mengembalikan kewarasan diri. Wejangan Kak Auston berputar di kepalaku. Jangan kasih tau, Mia.

Oh, ayolah..., aku bisa depresi kalau begini. Kenapa hanya aku sendiri yang harus tahu hal gila ini.

"Kak, kenapa sih?" Mia mengayunkan lenganku khawatir. Aku menghela nafas samar. "Enggak. Tadi..., ada kecoa masuk kamar kakak."

Mia bengong di tempat. "Hah?"

"Kamu baru pulang?" aku coba mengalihkan pembicaraan. Sambil sesekali melirik kamarku untuk memastikan apa hantu itu masih ada atau tidak. Dan ternyata kosong.

"Kak, jangan aneh-aneh, deh. Aku serius, apaan tadi?" Mia masih penasaran rupanya. Tapi kalau diberitahu, nanti dia malah menggelendot terus padaku.

"Dibilang kecoa."

Mia menatapku keki. "Kak, serius." Desaknya.

Baiklah, kalau begini aku menyerah saja. "Ng..., tadi ada hantu di kamar kakak." Ungkapku jujur.

Lalu hening. Aku menghela nafas pelan. Pasrah kalau nantinya Mia akan benar-benar menggelendot padaku.

"WHAHAHA!!!"

Eh, Lho kok dia malah ketawa? Dikira aku melawak kali ya. "Kenapa?" aku bersedekap sambil menatapnya penasaran.

Mia mengusap sudut-sudut matanya yang berair dengan punggung tangan. Menatapku dengan tatapan seolah-olah aku adalah orang paling konyol. "Kakak jangan bercanda deh, aneh-aneh aja. Kakak, kan gak bisa liat hantu."

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang