Chapter 13 - Jangan Sendirian

1.6K 106 0
                                    

3.  Imajinasimu tentang  hantu  akan  muncul  jika sedang  sendiri.

Sendiri?

Sendirian?!

Oke,  aku  memang  selalu  sendirian  kalau  di  rumah.  Kak  Auston  baru  akan  pulang kalau  matahari  sudah  bersembunyi.  Paling  cepat  juga  sekitar  jam  tujuh  malam. Sedangkan  Mia,  belakangan  ini  bocah  itu  sering  sekali  kerja  kelompok.  Dan  aku  akan terus  sendirian  sampai  mereka  berdua  pulang.  Lalu  bagaimana  kalau  hantu  itu  benar-benar muncul  saat aku sendirian?

Tapi  bukankah  dia  selalu  muncul  di  manapun  dan  kapanpun.  Bahkan  aku  pernah melihatnya  muncul  saat  ada  Mia  tempo  hari.  Mataku  kembali  menelusuri  lanjutan tulisan itu.

Agar  bayangan  hantu  itu  tidak  membuat  bulu  kudukmu  berdiri,  kunjungi tempat  yang  ramai.  Sebisa  mungkin,  jangan  sampai  kamu  sedang  dalam  posisi sendirian.

Tempat  ramai?  Pasarkah maksudnya?

Kriing!!  

Aku  mengalihkan  pandang  saat  menangkap  bunyi  itu.  Kemudian  disusul  dengan aktivitas  teman-teman  sekelas  yang  mulai  grasak-grusuk.  Tadi  memang  bunyi  bel pelajaran  berakhir.  Dan  kebetulannya,  guru  yang  mengajar  sedang  ada  urusan mendadak.  Dan ya,  kelas jadi rusuh  begini.

Aku  harus  mencari  tempat  ramai.  Mungkin  maksud  dari  kalimat  tadi  bukan tempat  ramai  sejenis  pasar.  Tadi  kalimatnya,  ‘sebisa  mungkin  jangan  sampai  kamu sedang dalam posisi  sendirian.’

Sendirian.

Mendadak  mataku  menatap  Stevia  yang  masih  duduk  di  sebelahku.  Dia  sedang sibuk  memasukkan  alat-alat tulis ke dalam tas.  “Ng...,  Stev,”

Stevia  berhenti  dari aktivitasnya dan  menatapku bingung. “Kenapa?”  

Sejenak  aku  ragu  untuk  mengatakannya.  Tapi  kalau  tidak  bilang,  hadeh,  aku bingung.  

“Kenapa,  Mon?”

Aku spontan  tersadar dari lamunanku.  “Oh!  Anu...,”

“Apaan?”  Stevia  tampak menunggu.

“Aku boleh main ke rumahmu?”

Stevia  mengangkat  alisnya  tinggi-tinggi.  “Cuma  itu?  Kirain  apa.”  Tangannya kembali sibuk  mengemasi tasnya.

“Jadi boleh?”

“Heem.”  Dia lalu  menatapku.  “Aku malah seneng ada temennya.”

Mataku  berbinar  terang.  Namun  senyumku  mendadak  luntur  saat  mendengar kata-kata Stevia  selanjutnya. 

“Tapi jangan minta aku main ke rumahmu,  ya?”

“Kok?”

“Aku takut, tau.”  Stevia  meringis kecil.  “Ada hantunya,  sih.”

Aku jadi ikutan  meringis mendengarnya. 

“Hantu apaan?”

“Si Casper itu, loh.”

Aku  menganga.  Ingin  sekali  aku  menyemburkan  tawa  membahana.  Casper  lagi? Hem...,  dia  belum  lihat  saja  bagaimana  hantu  itu,  kalau  sudah  lihat,  aku  berani  jamin  dia pasti  klepek-klepek.

“Ei,  jadi main gak?”

“Jadi, dong!”

***

Aku  duduk  di  kasur  bersprei  merah  muda  milik  Stevia.  Begitu  sampai  di rumahnya,  dia  langsung  mengajakku  ke  kamarnya  di  lantai  dua.  Omong-omong  rumah Stevia  juga  sama  sepinya  dengan  rumahku.  Hanya  saja,  ada  dua  orang  ART  dan  tukang kebun  di  sini.  Orang  tua  Stevia  adalah  pebisnis  yang  jarang  sekali  ada  di  rumah.  Bahkan di hari libur  sekalipun,  begitu kata Stevia. Stevia  datang  dengan  dua  gelas  es  jeruk  di  tangan  lalu  menyodorkan  salah  satunya padaku. 

“Rumahku sepi,  ya?”

Kurasa  itu  bukan  pertanyaan.  Pernyataan  lebih  tepat  saat  dia  sendiri  sudah  tahu bagaimana  kondisi  rumah  ini.    Aku  hanya  mengangguk.  Kalau  aku,  jelas  sudah  terbiasa dengan  keadaan sunyi di rumah.

“Ah ya,  Mon.  Kalo menurut kamu,  rumahmu itu beneran ada hantunya  gak sih?”

Aku  mengedikkan  bahu.  “Auk,  ya.”  Es  jeruk  di  tangan  kembali  kuminum.  Aku  tak berminat  membahas hantu itu sekarang.

“Tapi kata, Agrav ada hantunya.”

Uhuk!  Aku  tersedak  es  jeruk.  Kualihkan  mata  menatap  Stevia  yang  balik  menatap penasaran.  “Kata siapa?”

Gadis  itu  justru  memutar  bola  mata  malas.  “Kata  Agrav,  'kan barusan  aku  ngomong.” Ada nada gemas dalam  suaranya.

Aku hanya bisa  menyeringai  kikuk.  “Gak tau juga.”

“Kalo misalnya emang bener Si  Casper itu ada di sana,  kamu takut gak?”

Takut? Itu sudah pasti! Tapi entah kenapa, lama-lama aku justru terbiasa dengan keberadaan hantu itu, yaah..., meski terkadang aku juga masih suka senam jantung saat dia muncul.

Kalau dilihat baik-baik, sebenarnya hantu bule itu tidak seram sama sekali. Mungkin hanya wajah pucatnya saja yang menjelaskan kalau dia memang hantu. Selebihnya, kurasa hantu itu malah menarik. Dia tampan dan ramah. Buktinya, dia tidak pernah membuat keributan di rumah ataupun membuat kami kelimpungan karena memindahkan barang-barang seenak jidat, misalnya. Hanya saja, dia memang menyebalkan karena sering menggangguku.

“Mon, liat, deh.” Stevia memperlihatkan ponselnya yang menyala. Keningku mengerut saat melihat gambar kartun yang terlihat di sana. Oh, rupanya komik online.

“Aku kasian, deh sama mereka.”

Alisku otomatis naik sebelah mendengar komentar Stevia tentang salah satu cerita dalam komik itu.

“Ya ampun, lagian kenapa, sih ceweknya suka sama hantu gitu? Kayak udah gak ada cowok hidup aja di bumi ini.”

“Hah?”

Stevia menatapku sendu. Dia baru saja menangisi ending dari komik yang memang kisahnya menyedihkan ini. “Coba bayangkan,” dia menarik nafas panjang lalu kembali melanjutkan. “LDR beda kota aja udah kelimpungan, apalagi LDR beda alam.”

Aku mengangguk kecil menyetujui. Menunggu komentar selanjutnya. 

“Bisa-bisa dia gantung diri, terus malah nambahin populasi hantu.”

Aku mengangguk lagi. Agak setuju dengan komentar Stevia barusan. “Bukannya bagus, ya? Kan mereka jadi bisa ketemu di dunia yang sama.” Dan selesai kalimatku, Stevia langsung melotot tajam. Oke, sepertinya aku salah bicara.

“Kamu tuh ya,” Stevia menarik nafas panjang lalu berkacak pinggang. Astaga sepertinya aku akan dapat ceramah panjang siang ini. “Bunuh diri itu salah! Kalau arwahnya gak tenang dan malah gentayangan gimana? Kalau misalnya nanti..........,”

La la la dan seterusnya. Akhirnya aku menghabiskan siang ini dengan mendengarkan ceramah Stevia. Yah, tak apa. Setidaknya aku tak sendirian di rumah. Bisa saja hantu itu tiba-tiba muncul lagi. Aku jadi mendadak parno kalau sendirian di rumah, bahkan Mbah Google itu tidak bisa membantuku.

My Friendly Ghost

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang