Aku duduk mengkerut di kasur, setelah akhirnya Kak Auston benar-benar mengamuk. Aku heran, bisa-bisanya dia masih punya tenaga untuk mengomeliku setelah seharian lelah bekerja. Belum lagi saat aku lupa menutup pintu kamarnya setelah menyalakan lampu tadi.
Wajahnya memerah hingga ke telinga. Tapi aku yakin kalau dia bukan marah karena lampu kamarnya kunyalakan. Hum, sepertinya dia malu karena sesuatu. Karena setelah itu dia bertanya alasanku masuk ke kamarnya. Saat kujawab hanya untuk menyalakan lampu dan menutup jendela, dia mengernyit ragu. Lalu dengan gugup bertanya apakah aku membuka-buka lacinya atau tidak. Kurang kerjaan! aku tidak berpikir sampai sana. Untuk apa pula aku membuka lacinya. Begitu kujawab tidak, ekspresinya langsung berubah lega. Lalu dia beranjak ke kamarnya dan menutup pintu dengan bantingan.
Mengingat itu membuat kepalaku sakit. Menghela nafas kesal, aku beralih untuk rebahan di kasur. Mataku mengamati sekeliling. Tidak ada tanda-tanda kalau hantu itu akan muncul. Hawa di kamar ini juga biasa saja. Tidak dingin seperti yang sudah-sudah. Kutebak, mungkin saja hantu itu sedang minggat entah ke mana. Baguslah. Lama-lama aku bisa mati muda kalau hantu itu terus-terusan mengganggu.
Aku berbalik. Menyangga kepala dengan telapak tangan dan menggeser ponsel mendekat. Kubuka kembali artikel itu. Tapi sampai sekarang belum ada yang berhasil membuat hantu itu mundur.
Sudah empat cara kucoba. Namun hasilnya tak ada yang waras. Ragu sebenarnya kalau tetap membaca artikel ini, karena tak ada satupun cara yang manjur. Tapi sayangnya rasa penasaranku terlalu dalam. Jadi kuputuskan untuk terus menelusurinya. Sekarang hanya tinggal satu cara tersisa.
5. Dengungkan pertanyaan ini dalam kepalamu: "Kenapa harus takut? Aku, kan tidak berbuat salah pada hantunya?"
Aku terdiam. Mencerna kebenaran kalimat ini. Benar juga! Kenapa aku harus takut? Padahal hantu itu tampan. Yaw, lupakan yang satu itu. Aku, kan tidak berbuat salah pada hantunya. Betul juga! Aku tidak pernah merecoki dia. Justru dia yang terus merecoki aku. Kembali kuamati susunan kalimat yang tertulis di sana.
Pikirkan bahwa hantu punya kehidupannya sendiri. Dia tidak akan mengganggu jika kita tak berusaha mengganggu mereka. Dan saat kamu merasa takut setelah menonton film horor tentang rumah berhantu, tanyakan pada dirimu sendiri, 'Apa mungkin hantu itu akan muncul di rumahmu? Belum tentu, kan?'
Belum tentu katanya?!
Kurang ajar! Bagaimana bisa artikel ini bilang begitu. Ya, memang pada dasarnya hantu tidak akan mengganggu jika kita juga tak berusaha mengusik mereka. Tapi ungkapan itu sepertinya tak berarti untukku. Padahal aku tidak pernah mengusik hantu itu, tapi kenapa malah dia yang terus menggangguku?
Dan apalagi ini, rumah hantu? Belum tentu rumah kita ada hantunya? Ingin rasanya kulempar ponsel ini ke tempat sampah. Sudah jelas kalau rumah ini ada hantunya! Aku bahkan tidak menonton film horor dan hantu itu sudah tiba-tiba ada di sini!
Haish! Sebenarnya apa yang diinginkan hantu tanpa nama itu dariku? Awalnya hidupku baik-baik saja tanpa kehadirannya. Sekarang, justru diliputi dengan perasaan takut tiap kali di rumah.
Terserahlah! Aku melempar asal ponsel itu di kasur.
Klik!
Aku terlonjak kaget saat lampu kamar tiba-tiba saja padam. Mataku bergerak liar mengamati sekeliling. Hawa dingin mendadak menyergap. Tanganku buru-buru meraba kasur untuk mencari ponsel yang kulempar tadi. Sial! Ke mana pula ponsel itu?!
Tubuhku meremang. Pasti hantu itu ada di sekitar sini. Di mana dia? Mataku menatap awas.
"Jadi menurutmu semua yang kamu baca itu benar?"
Deg!
Nafasku seakan berhenti. Aku menatap sekitar berharap tidak akan melihat hantu itu. Tapi sepertinya mustahil. Karena detik berikutnya, aku merasakan sesuatu yang dingin menyentuh lembut lenganku. Suara kekehan kecil membuat tubuhku kian meremang.
"Tapi semuanya salah, Mona."
Mama!
Suara halus itu terdengar tepat di belakang telingaku. Menggelitik lembut di sana hingga membuat jantungku berdebar kencang. Seolah ada angin lembut yang memelukku dari belakang dan mengurungnya erat.
Spontan aku melotot dan buru-buru bergeser hingga angin lembut yang mengurungku tadi menghilang, lalu menoleh dan membelalak lebar. Dia ada di belakangku! Tersenyum ramah dengan kepala yang disandarkan pada tangannya. Wajahnya benar-benar dekat denganku. Jangan bilang angin yang kurasakan mengurungku tadi berasal darinya?!
“Kyaaa!!”
Aku bergegas melompat turun dari kasur. Tak kupedulikan kondisi kamar yang gelap. Meski mungkin akan menabrak sesuatu sekalipun. Aku memburu pintu kamar yang tertutup. Belum sampai jemariku menyetuh engsel pintu, siluet tangan pucat lebih dulu menahannya. Membuatku otomatis berhenti dan membelalak lebar. Melirik takut-takut pada sang pemilik tangan itu. Dan yang kudapati pertama kali adalah senyum khas miliknya yang hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahku karena dia menunduk terlalu dekat.
“Jangan pergi, aku bahkan belum bicara apapun.”
Deg!
Jantungku berdegup terlalu cepat hingga membuat kepalaku pening dan tubuhku gemetar.
“Kak Austooon!!” jeritku sebelum akhirnya semua mendadak semakin gelap.
My Friendly Ghost

KAMU SEDANG MEMBACA
My Friendly Ghost
ParanormalAku tidak pernah menyangka jika rumah peninggalan orangtuaku, ternyata sudah lebih dulu berpenghuni sebelum kami datang. Aku bukan seorang indigo, apalagi memiliki kemampuan semacam sixth sense. Tapi entah kenapa, aku justru bisa melihat 'dia', hant...