Chapter 17 - Joe

1.4K 105 1
                                    

Buk!

Dukk!!

Brukk!!

“Aww!!!”

“Aduh! Aduh! Ampuuun!  Saya kapooook!!!”

Mendengar  suara  gedubrak  rusuh  dari  dalam  disertai  suara  pekikkan  dari  Mbah Ker,  membuat  kami bertiga semakin membelalak.

Brukk!!!

Mbah  Ker  tiba-tiba  jatuh  terjerembab  di  depan  kami  yang  sedari  tadi  menunggu  di depan  pintu.  Kalau  kata  Mas  Sugeng,  itu  namanya  nyungsep.  Kak  Auston  dengan  sigap membantu Mbah Ker  untuk  berdiri. 

“Gimana, Mbah?”

Mbah  Ker  kurasa  tidak  mendengarkan  pertanyaan  Kak  Auston.  Buktinya,  matanya bergerak  liar  ke  sana  kemari.  Wajahnya  pucat  dan  kelihatan  parno  begitu.  Aku  jadi waswas kalau saja Mbah Ker justru kerasukan  hantu di dalam tadi.

Waduh.  Itu  bisa  gawat.  Kalau pawangnya hantu saja kerasukan,  bagaimana dengan nasib  kami  yang  zero  masalah  perhantuan  ini?  Siapa  yang  bisa  menyadarkan  Mbah  Ker nanti?

“S-setan...,”

Kami  terkejut  tentu  saja.  Apalagi  kata  itu  keluar  dari  Mbah  Ker  yang  sedari  tadi hanya  diam.  Padahal  kata  Kak  Auston,  Mbah  Ker  ini  jago  sekali  masalah  hantu.  Cih, apanya.  Keraguanku terbukti  sudah.  Dukun ini  pasti kalah dengan  hantu bule  itu.

“Kenapa sama hantunya,  Mbah? Udah pergi,  kan  hantunya?”

Mbah  Ker  malah  semakin  ketakutan  saat  Kak  Auston  menyebut-nyebut  tentang hantu itu lagi. 

“M-mona?”

Hah?  Aku  kontan  menoleh  saat  Mbah  Ker  menyebut  namaku  pelan.  Ekspresinya masih ketakutan. 

“Saya,  Mbah?”  Aku menunjuk  diri sendiri.

Entah  kenapa,  Mbah  Ker  tiba-tiba  melotot  melihatku  dan  langsung  mundur.  Dalam sekejap,  dia  lantas  berlari  menjauhi  rumah  kami  sambil  berteriak  nyaring.  Aku  sampai waswas kalau-kalau ada tetangga yang mendengarnya.

“Aaaa!!!  Saya kapoook!!  Jangan  panggil saya ke sini  lagiii!!”

Kami  bertiga  dibuat  terperangah  di  tempat.  Apalagi  saat  mendengar  teriakan Mbah  Ker.  Aku  tidak  percaya  apa  yang  sudah  hantu  itu  perbuat  sampai-sampai membuat simbah itu lari tunggang-langgang.

Aku menelan ludah gugup. Kulirik Kak Auston yang mematung di sebelahku. “Kak, terus gimana?”

Kak Auston dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi datar. Melupakan kalau dia tadi juga ketakutan setengah mati. Maniknya menatapku lekat. “Kenapa tanya, kakak?”

“Lha, yang bawa dukun itu, kan, kakak. Jadi kakak yang harus tanggung jawab.”

“Dukun itu bayarnya murah. Kalo paranormal, kan mahal.”

Gubrak! Aku sudah perkirakan ini sebelumnya. Pantas saja. Sejak kapan juga Kak Auston yang pelitnya naudzubillah itu mendadak murah hati dengan memanggil dukun ke sini.

“Kakak juga kenapa malah manggil dukun?” 

Aku mengangguki pertanyaan Mia. 

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang