Chapter 4 - Sekolah Baru

6.5K 410 21
                                    

"Mona! Kamu mau bangun jam berapa?!" Teriakan Kak Auston membuatku spontan menyingkap selimut yang sejak semalam membungkus rapat tubuhku bagai kepompong. Mataku bergerak liar menatap sekeliling. Memastikan kalau benar sudah pagi. Begitu sinar matahari terlihat jelas, aku buru-buru bangkit dan merapikan selimut.

"Mona! Nanti telat!"

Aku yakin lelaki itu pasti berteriak dari lantai bawah. Astaga, sungguh memalukan. Baru kali ini aku bersyukur memiliki tetangga yang jaraknya jauh dari rumah. Yah, salah satu alasannya tentu saja ini. Kalau hobi berteriak Kak Auston tak akan terdengar sampai ke rumah tetangga lainnya.

"MONA!!"

"Iya, Kak! Aku udah bangun!" lalu secepat kilat aku langsung melompat dari ranjang dan berlari ke kamar mandi. Bahkan aku tidak sempat memoles wajahku walau hanya sekedar memakai bedak, saking terburu-terburu akibat ulah lelaki itu. Di meja makan ternyata sudah ada Kak Auston yang sibuk dengan ponsel dan Mia yang wajahnya terlihat seperti ingin melarikan diri dari sana. Hum, kenapa dengan anak itu?

"Sarapan dulu, kakak bikin nasi goreng."

Aku hanya bergumam pelan mengiyakan. Walau Kak Auston sebenarnya tidak pandai memasak, setidaknya masakannya cukup manusiawi secara fisik. Hanya secara fisik, karena ternyata rasanya, membuatku tersedak disuapan pertama dan langsung meneguk air putih. Asin!

"Habisin."

Edyan! Aku menatap keki pada lelaki itu. Mungkin untuknya, makanan ini enak, buktinya dia santai-santai saja memakannya. Entah karena memang dia itu enak, atau karena dia tak tega dengan masakannya sendiri kalau terlantar. Sedangkan Mia, kulihat dahinya mengkerut saat mencoba mengunyah makanan itu. Pantas saja, dia terlihat ingin segera kabur dari sini tadi.

Sambil berusaha menghabiskan sarapan, otakku kembali berpikir. Kenapa Kak Auston tidak memperkerjakan asisten rumah tangga saja seperti biasanya? Padahal kemarin dia sendiri yang bersikeras meminta harus ada ART. Kenapa dia tidak meminta Bu Lastri-ART di rumah kami dulu-untuk bekerja kembali. Lalu ke mana tukang kebun yang lelaki itu bilang akan membersihkan rumah dan halaman? Buktinya, kemarin kami sendiri yang membersihkan semuanya. Astaga!

"Kak, kenapa gak sewa ART lagi, aja kayak kemarin?" aku bertanya sembari berusaha menelan makanan itu.

"Ha'a. Kenapa gak minta, Bu Lastri kerja sama kita lagi, aja?" Mia ikut menimpali.

Sejenak, Kak Auston sibuk mengutak-atik ponsel dan tak terlihat akan menjawab pertanyaan kami. Namun kemudian dia meletakkan ponsel dan menatap kami datar. "Biar kalian belajar mandiri. Kan udah gede, masa apa-apa, Bu Lastri terus." Lalu kembali menyendok makanannya dengan tenang.

"Ooh...," aku menimpali sambil menyingkirkan beberapa bagian telur yang gosong. "Kirain gara-gara kakak gak punya duit buat bayarnya."

Tuk!

"Aduh!" aku meringis karena dahiku kena ketuk sendok oleh Kak Auston. "Enak aja kalo ngomong. Duit kakak masih banyak, tau." Sanggahnya. Dia memainkan ponsel kembali sambil berkata, "Pokoknya mulai hari ini, kalian harus bersih-bersih rumah, masak, dan cuci baju sendiri." Putusnya telak.

Aku cemberut, sementara Mia menghela nafas pelan. "Kak, kita gak bisa pulang aja, ya?"

Kak Auston mengangkat sebelah alis, menatap Mia dengan pandangan heran. "Pulang ke mana? Rumah kita, kan di sini."

"Ke rumah kita yang di kota itu," timpalku.

"Udah, kakak jual."

Aku langsung tersedak nasi, kulihat Mia melotot dan menganga selebar-lebarnya. "Lagian rumah kita emang di sini, papa dan mama minta kita nempatin rumah ini."

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang