* * *
Saat Raka membuka pintu kamar Mona, ia dapat melihat sekilas siluet yang melintas cepat keluar melalui jendela bak cahaya. Ia berusaha tetap tenang dan menarik nafas panjang lalu menutup rapat pintu.
Sejenak matanya berkeliling sekitar kamar untuk menyusuri jejak Joe. Hingga aura kuat itu terendus dan menuntunnya untuk melihat ke luar jendela. Di pohon besar tepat di seberang rumah ini, Joe sedang duduk tenang dan balik menatapnya darisana.
Ekspresinya yang dingin itu seolah menunjukkan kalau dirinya tidak ingin diganggu, setelahnya ia membuang muka dan menghilang dari pohon itu.
Raka yang melihatnya hanya menghela nafas pelan. “Haish, ini pasti gak gampang.” Gumamnya. Ia memutuskan untuk menutup jendela dan duduk di pinggir kasur. Menyilangkan kaki lalu memejamkan matanya rapat. Ia memutuskan untuk melakukan semacam telepati agar terhubung dengan Joe melalui batin, tak disangka hantu itu ternyata membalas telepatinya.
Dalam bayang penglihatan yang sewarna kelabu, Raka melihat hantu itu sedang berdiri di bawah pohon besar dan mendongak entah melihat apa di sana. Namun ia sangat yakin kalau Joe tidak akan menolaknya, karena jelas telepatinya diterima oleh hantu itu. Jika benar hantu itu keberatan, sudah pasti dia tidak akan meresponnya.
“Hai, kamu sedang apa?” Raka memulai dengan sapaan dalam telepatinya. Ia melihat Joe tidak lagi mendongak menatap dedaunan pohon namun kini mentapnya lurus. “Kenapa?”
Sedikit terkejut, Raka tak menyangka Joe akan menjawab. Sedikit gugup, ia kembali berujar. “Apa kamu bisa ke sini sebentar?” Karena kalau mereka berkomunikasi melalui batin lebih lama lagi, ia sudah tidak sanggup. Melakukan hal itu membutuhkan energi yang lumayan besar, apalagi ia sudah lama tidak menggunakan 'kelebihannya' ini.
Joe mengerutkan keningnya, tak berminat untuk menjawab, kemudian Raka menyambung, “Ada sesuatu yang mau kubicarakan.” Lalu begitu saja, Joe menghilang darisana. Sementara Raka sibuk menatap sekeliling berusaha mencari keberadaan hantu itu. Tak kunjung melihatnya, Raka menggerutu sebal. “Gusti, itu hantu ngeyel amat, sih.”
Pasrah dengan telepati yang tak kunjung bersambut, ia memutuskan untuk mengakhirinya saja. Tepat saat dirinya membuka mata—“Eh ayam ayam!!”—Wajah Joe ternyata sudah berada tepat di depan wajahnya lengkap dengan smirk mengejek.
Hal itu tentu saja membuat dirinya kontan mengusap dada karena terkejut. “Heh bocah! Ngagetin aja!” Joe terkekeh sinis lalu beralih untuk duduk di atas meja belajar.
Sembari menenangkan jantungnya yang hendak keluar, Raka mengamati lekat sosok hantu itu. Mulai dari pakaiannya, perawakannya, hingga paras tampannya yang sangat kompeni. Ia jadi bertanya-tanya, apa iya Mona suka dengan bocah kurang ajar ini? Masa, sih? Kok bisa?
“Hei!”
Raka tersentak dan kontan sadar dari lamunannya tadi. Hantu itu bersedekap dan menatapnya tajam. “Katanya ada yang mau dibicarakan! Kenapa malah menatapku terus-terusan?!”
O...ow... ternyata dia galak juga. Batinnya. “Kalau gitu, kita mulai dari kenalan dulu aja. Aku Ra—”
“Tidak usah basa basi! Aku sudah tahu.”
Raka mengernyitkan kening. “Tau?”
Joe mengangguk tenang. “Aku curi dengar obrolan kalian tadi...,” mendadak ia menaikkan sebelah alis. “Hei, harusnya kamu, kan tahu kalau aku ada di sana sejak tadi.”
Raka menatap bingung. “Masa, sih? Tapi..., aku gak tau, tuh kalo kamu ada di sana.”
Smirk Joe kembali terbit. “Pantas saja. Tadi aku keluar telepati dan ada di depanmu saja, kamu tidak tahu. Ternyata kamu bodoh.”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friendly Ghost
ParanormalAku tidak pernah menyangka jika rumah peninggalan orang tuaku, ternyata sudah lebih dulu berpenghuni sebelum kami datang. Aku bukan seorang indigo. Apalagi memiliki kemampuan sixth sense. Tapi entah kenapa, aku justru bisa melihat dia, Hantu seorang...