28 ; keberuntungan (end)

1.6K 98 3
                                    

"apaan sih kalian berdua? sama-sama ngebiarin gua yang nggak tau apa-apa? lo, del, kenapa nggak bilang sih lo udah kenal ashel? terus ashel juga, kenapa kamu nggak ada bilang apa-apa soal adelio?"

adelio dan ashel saling berpandangan. oktaniel yang bersedekap di depan mereka menyipit galak.

"nggak usah pandang-pandangan! gua merasa—"

adelio meraba sakunya, ponselnya bergetar cukup panjang. ada telepon dari ibunya. dengan raut senang, adelio mengangkat nya.

"halo, ma? ... di kafe oktaniel, ma ... oh? oke, bentar ... " adelio menatap oktaniel sejenak, kemudian menyorongkan ponselnya ke lelaki itu. "nyokap mau ngomong sama lo."

oktaniel ragu-ragu mengambil alih ponsel adelio. beberapa detik selanjutnya, ia malah meninggalkan adelio dan ashel berdua saja.

adelio melirik ashel yang kembali mengutak-atik laptop dan sesekali berpindah ke buku cetak di sebelahnya. benak lelaki itu kini penuh oleh perasaan yang tidak terdefinisikan; pernahkah adelio sebahagia ini? nyatanya, semesta begitu baik padanya. segala usahanya terbayar seperti yang adelio mau. selesai ia memenuhi kewajiban nya sebagai seorang anak, sempat ada kesangsian ia tidak akan melihat ashel lagi. dan sekarang, mampu melihat ashel dalam jarak sedekat ini terasa tidak nyata baginya. adelio mengakui kalau selama mereka berdua terpisahkan jarak, ashel sesekali hinggap di pikirannya—apalagi, cerita-cerita oktaniel yang selalu membuat adelio antusias apabila sahabat karibnya itu menelpon atau sekedar mengirim pesan.

"adelio, menurut kamu—eh, kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?"

adelio mengerjapkan mata. "nggak boleh?"

"ih, nggak jelas."

adelio menahan tawanya. ia memajukan wajahnya, berniat menggoda. "nih, masih aku liatin kamunya."

"apa sih." tangan ashel mendorong bahu adelio tanpa mengalihkan perhatian nya dari laptop; ia terlalu malu untuk menghadap lelaki itu. "nggak usah ganggu aku deh, aku juga mau jadi wisudawan terbaik!"

adelio meraih tangan ashel yang menekan bahunya, mengapit tangan ramping itu dengan kedua telapak tangan miliknya, lalu memejamkan mata. ashel terheran-heran melihat tingkah adelio tersebut.

"kamu ... ngapain?"

"transfer keberuntungan aku ke kamu." adelio kemudian beranjak, mengusap puncak kepala ashel beberapa kali, sebelum berkata, "semangat, katmora. nanti kalo harapan kamu sudah terkabul, balikin lagi ya? aku juga butuh."

katmora katanya?

gadis itu jadi teringat percakapan mereka yang berkaitan dengan nama panggilan.

"kalo aku panggil kamu katmora, marah nggak?"

"kok tiba-tiba?"

adelio mengangkat bahu. "orang tua kamu pasti panggil nya begitu kan?"

"kalo aku panggil kamu adji marah nggak?"

adelio terbisu, lalu tergelak. tidak mengira akan mendapat balasan semacam itu. "kalo kamu nyaman manggil pake itu, aku nggak masalah."

ashel tertawa, hingga matanya menyipit. "aku lebih suka adelio," tukasnya.

ashel menghembuskan napas, tidak mampu menahan senyum yang merekah di bibirnya.

makasih, adelio. tapi tanpa kamu kasih pun, aku udah punya keberuntungan sendiri; satu-satunya yang bikin aku bersyukur bisa menemukan kamu di kafe ini.

End.

Take it Away (Delshel) [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang