04

1K 33 0
                                    


Freen mulai mengemas barangnya karna harini dia keluar dari hospital itu setelah terperap disana dua minggu lamanya. Dinding putih tidak bercorak itu dipandangnya menyeluruh ruangan untuk terakhir kali sebelum kakinya menginjak keluar hospital.

Langkah kakinya mulai dia atur meninggalkan bilik itu, berjalan santai dan tenang terlihat dari gaya geraknya membuatkan beberapa terpaku melihat ke arahnya. Langkah yang terlihat santai dan baju yang elegant menciptakan karisma yang berbeza terpancarkan dari dirinya.

Melihat orang ramai mulai memerhatikan dirinya langkah kaki dia percepatkan agar cepat cepat meninggalkan tempat itu, sejujurnya dia tidak suka diperhatikan ramai orang, dia lebih suka berkerja di balik layar. Tidak dikenal sesiapapun ataupun tidak terlihatkan.

Sesampainya dia dibawah becky sudah menunggunya di ruang tempat menunggu, gadis itu bekeras mahu menunggu freen untuk pulang bersama. Mungkin gadis itu segan dengan keluarga, itu lah yang freen pikirkan dan dia tidak terlalu peduli dengan apa yang gadis itu rasakan, yang penting dia ingin dapatkan kembali apa yang telah hilang dari dirinya.

Texsi yang sudah menunggu dari tadi kini dimasuki oleh mereka berdua. Jalan yang panjang ditemanin deru angin di luar kereta, sunyi. Tidak ada satupun dari mereka berdua berbuka bicara, merasakan bosan dan kesunyian mulai menghempit rasa akhirnya freen membuka suara.

"Hmp" dehamnya sebentar memecahkan sunyi diantar mereka.

"Kau mau balik rumah siapa sebenarnya nih, rumah aku ke?" tanya freen ke becky. Gadis itu tidak memberitahu asal usulnya terlebih dahulu untuk dihantar pulang oleh pemandu texsi. Pak cik tua itu yang mulanya segan bertanya kini mengangguk setuju dengan pertanyaan freen.

"Rumah kau jak lah, cam malas pula aku nak tengok muka bapa tua tu" ujarnya kesel dengan kejadian semalam.

Freen yang merasa ingin tahu siapa gerangan yang tidak mahu diliatnya itu kembali bertanya.

"Albert?" tanyanya bersaja, siapa tahu jawapannya itu dijawap dengan anggukan. Setelah itu semuanya kembali bermain bicara dengan diri mereka sendiri, menciptakan pertanyaan atas diri sendiri mahupun menciptakan alam imaginasi dikepala sendiri.

Freen menikmati pandangan yang tertera didepan mata, kembali mengundur masa dimana dia dan rakannya yang lain di hantam keras oleh orang suruhan albert, entah sudah ditangkap atau belum orang itu, yang pasti yang masuk penjara bukanlah albert melainkan kambing hitam nya.

Memori memori itu tersimpan rapi disatu sisi dikepalanya, tidak akan dia lupakan walaupun sekali. Tekatnya masih sama membalas dendam dengan manusia yang mengambil sesuatu darinya meskipun dia sendiri tahu hikmah dari balas dendamnya mengharuskan diri dia mengali dua lubang berbeza. Hatinya yang berdentu pelan akan bernyanyi keriangan disaat saat itu tiba, saat tangis menguasai telinga dan rayuan meminta prikemanusian.

Semuanya terasa nikmat baginya jika rancangan yang dia bayangkan itu berjaya. Namun dia harus menghadap satu realiti dimana rancangan yang sudah diatur harus ditulis ulang saat pergerakan musuh tidak sesuai yang diharapkan.

'Seberapa kuatnya dirimu, harus kau ingati orang yang menjadi musuh mu adalah aku' ujar hati kecilnya berbicara kepada raga yang terselibungi oleh rasa tidak sabar dan takut bersamaan.

Kosakata berbaur puisi dia ciptakan membentuk unsur ayat yang sukar difahami seperti sebuah code untuk dirinya sendiri, bermain indah di minda seperti sebuah melodi. Terasa menyenangkan namun hanya bisa tersudut sepi di dalam hati tidak boleh di mainkan di depan para manusiawi. Mereka akan mengatakan mu gila hanya mependengaran sebuah melodi yang sudah terbuku menyeluruh di dalam hati.

Kusyuk dengan sebuah puisi yang terciptakan oleh dirinya sendiri, freen kembali sedar ke alam realiti setelah kenderaan yang dinaikinya singgah di perkarangan rumahnya. Menoleh ke arah becky yang sudah dibuai alam mimpi, membangunkan gadis itu dan pergi masuk ke dalam rumahnya. Rumah yang sudah ditinggal lama olehnya kini kembali dia masuki dengan berhati hati, mulutnya menguntum seulas senyum manis mengingatkan kenangnya di rumah itu masih lekat di kepala.

Becky yang mengikutinya dari belakang menyeru kekaguman melihat seisi rumah itu memiliki standard moden zaman now, perabot perabotnya terlihat kemas dan menyenangkan. Sungguh damai sekali mata memandang pandangan didepannya, rumah yang terlihat biasa saja dari luar memiliki isi yang sangat mewah didalamnya.

Freen ketawa kecil melihat gelagat becky yang seperti katak dibawah tempurung menyebabkan freen bertanya ke becky.

"Kenapa rumah mu tidak seperti ini?" tanyanya sahaja.

"Hm ini pertama kalinya aku melihat rumah seperti ini di banyak drama yang berlangsung, rumah ku hanyalah berteman classic dan membosankan" ujar becky perlahan dihujung kalimatnya.

"Wow classic theme, itu hal yang sukar dicari di zaman kini, tahu?" ujar freen sama kagumnya.

"ckk itu hanya tema yang tertinggal zaman, apa yang kau mahu kagumkan sangat"

"Dikarna kan dia tema yang dikenal tinggal zamanlah, zaman sekarang mencari tema begitu"

"Harga sesuatu barang yang lebih tua usianya akan lebih berharga sesuatu barang itu" jelas freen sambil sibuk dengan menyusun ulang barang keperluan yang dibawanya dari hospital tadi.

Becky yang mulai jenuh di bebel freen bangkit dari kerusinya berjalan ke arah bilik tidur freen dan melabuhkan punggung nya di hujung sudut katil sambil membebel ke arah freen tidak puas hati.

Melihat gadis itu masuk ke biliknya freen hanya mengelengkan kepalanya dan kembali menyambung kegiatannya.

5 minit kemudian freen mendatangi becky setelah selesai mengemas barangnya, melihat gadis mungil itu terlelap dibuai mimpi. Freen kembali mengelengkan kepalanya dan kembali melangkah keluar dari bilik menuju ke dapur. Memasak sesuatu untuk dimakan nanti malam, dia membuka laman sesawang untuk mencari resepi masakannya karna sejujurnya ini pertama kalinya dia memengang periuk didapur, yang selama ini orang gajinya lah yang memasak untuknya.

Mulutnya mulai membaca bermacam aneka perencah dan cara memasak yang di tulis di laman sesawang hingga langkah terakhir iaitu memasak. Dia menghentikan gerakkannya dan menenung lama ke arah periuk, kepalanya ligat berpikir.

'Kebesaran api yang harus dikontorol'

'Masa kematangan lauk'

'Semuanya terletak pada seorang keahlian atas mengontrol api dan masa kematangan makanan'

Kira kira begitulah kata hatinya bermain diminda, dengan yakin diri dia menghidupkan api gas dan meletakan periuk tadi di atasnya, menunggu airnya sehingga mendidih kemudian api itu di slownya mengikuti kadar yang baginya sesuai.

"Ikannya belum masak berarti, slow api dan menunggu kematangan makanan yang dipanggang di atas api yang tidak kuat, mungkin sekitar 10 minit ikannya kan matang"

"Hmm i don't know so yet, so kita liat dan tunggu" sambungnya setelah melabuhkan punggungnya dikerusi dapur menunggu 10 minit terakhir.

Tring...

Tirng.....

Bunyi telefonnya menandakan 10 minit sudah berlalu, dia bingkas bangun dari kerusi melihat keadaan ikan kukus miliknya sudah matang sepenuhnya.

"Sempurna, masa yang tepat dan kadar api yang tepat, nice try freen" ucapnya pada dirinya sendiri, bangga dengan apa yang telah dia hasilkan tanpa pengelaman sama sekali.

"Becky, time to eat!" teriaknya dari bawah, moodnya saat ini sangat bagus tidak seperti biasanya penuh dengan kekosong minda.

Becky yang mendengar teriakan itu mulai masuk ke indra pendengarannya, membuatkan gadis itu berasa pelik. Sejak bila gadis itu memperdulikan dirinya, pikirnya. Masa bodoh dengan semua pertanyaan di kepalanya kakinya pantas berlari ke bawah menuju ke dapur karna sejujurnya dirinya sudah sangat lapar saat ini.

Done for today.

A litte bit psycho, girlfriendWhere stories live. Discover now