Chapter 2

501 77 9
                                    

Pagi ini suasana di meja sarapan terlihat mencekam. Sejak tadi Xiao Zhan tak banyak bicara. Dia hanya berusaha mengambil makanan dan memakannya seperti biasa. Tak jarang sang Ayah dan Yangyang memberikannya apa pun yang ingin diambil Xiao Zhan.

Saat Xiao Zhan ingin mengambil roti, Yangyang dengan sigap memberikannya pada Xiao Zhan.

"Aku bisa mengambilnya sendiri," ujar Xiao Zhan ketus.

Yangyang urung memberikan roti itu dan kembali duduk menyantap makanannya.

"Zhan, Gege-mu hanya ingin membantumu."

"Aku masih bisa melakukannya sendiri meskipun aku sekarat," timpal Xiao Zhan tanpa melihat wajah sang Ayah.

Wu Lei menaruh garpu lalu menatap sang putra bungsunya.

"Zhan, Ayah sedang berbicara. Tatap mata Ayah," pinta Wu Lei dengan suara yang selembut mungkin.

"Aku sedang makan," tolak Xiao Zhan dengan menyuap roti dengan suapan yang besar hingga dia tersedak.

Yangyang segera memberikan air minum, tapi Xiao Zhan menghempasnya hingga gelas itu pecah.

"Aku bisa mengambilnya sendiri. Jangan perlakukan aku seolah aku akan mati besok!" teriak Xiao Zhan yang membuat Yangyang dan Wu Lei sedikit kaget mendengar hal itu keluar dari mulut Xiao Zhan.

"Zhan, apa yang kau maksud?" tanya sang Ayah mencoba tenang.

"Kenapa? Kenapa harus aku yang bahkan belum genap berusia dua puluh tahun? Kenapa tidak Gege? Kenapa Ibu menurunkan penyakitnya padaku? Ibu tidak menyayangiku! Aku benci Ibu!"

"Xiao Zhan!" Akhirnya Wu Lei kehilangan kendalinya. Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus sang putra. Berbicara tentang sang istri tentu sangat sensitif baginya.

"Jangan pernah mengatakan bahwa Ibumu menbencimu! Dia bahkan berjuang mempertaruhkan hidupnya untuk melahirkanmu!"

Xiao Zhan memegang pipinya dan menatap sang Ayah dengan sorot mata penuh emosi.

"Kalian pikir aku senang membuat semua orang khawatir dan menjadi beban orang lain? Kalian tak tahu bagaimana perasaanku setiap bangun tidur merasakan sakit dan tak bisa beraktivitas seperti orang pada umumnya. Kalian pikir aku tidak takut mati? Kalian tak akan pernah mengerti aku!"

Xiao Zhan akhirnya pergi meninggalkan Wu Lei dan Yangyang lalu kembali ke kamarnya
Sedangkan Wu Lei yang berniat mengejar Xiao Zhan ditahan Yangyang.

"Biarkan dia sendiri, Ayah. Kurasa dia harus menenangkan diri."

"Kenapa harus membawa-bawa Ibunya? Ada apa dengan anak itu sebenarnya? Apa tidak cukup kasih sayang dan semua yang kita berikan padanya?"

Yangyang terdiam, jika bicara soal kasih sayang ibunya memang Yangyang terbilang beruntung karena masih sempat merasakan hangatnya kasih sayang ibu. Meski Xiao Zhan telah dibekali video dan surat dari ibunya, tapi rasanya itu tak cukup. Dan meskipun Wu Lei telah berperan ganda menjadi Ayah dan Ibu bagi Xiao Zhan, tapi itu juga tak bisa menggantikan sosok Xiao Jia. Wanita yang telah melahirkan Xiao Zhan dengan penuh perjuangan. Jadi hal yang wajar jika Zhan marah pada takdir. Di usianya yang masih sangat muda, dia harus kehilangan masa mudanya.

"Nanti aku akan bicara padanya." Yangyang mengisyaratkan Bibi Han untuk masuk membersihkan sisa pecahan kaca setelah sejak tadi wanita paruh baya itu berdiri di ambamg pintu karena segan.

------

Setelah berhasil kabur dari pengawasan Ayah dan Gege-nya, Xiao Zhan kini duduk di sebuah kursi taman sambil menggenggam handycam-nya. Matanya tampak kosong dengan air mata yang mengalir membasahi pipi.

My SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang