Xiao Zhan senang mengabadikan setiap momen yang dilaluinya setiap waktu bersama dengan Handycam kesayangannya karena penyakit langka yang dideritanya. Suatu hari saat musim panas tiba, kameranya menangkap seseorang yang pada akhirnya memerangkapnya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Takdir
Xiao Zhan menatap rumah yang sudah lama dia tinggalkan. Ada perasaan rindu ketika mobil mewah itu melaju ke dalam setelah gerbang terbuka.
"Semua masih sama. Di sana tempatku bermain bersembunyi dari kakak. Aku sangat pandai bersembunyi, bukan?" ujar Zhan sambil memerhatikan tempat yang memiliki kenangan itu.
"Kita bisa bermain lagi nanti setelah kau sembuh."
"Bukankah aku sudah sembuh?" sela Zhan hanya ingin tahu jawaban sang kakak.
"Dokter mengatakan kau tidak boleh beraktivitas berat. Ada banyak hal yang harus kau perhatikan meski telah keluar dari rumah sakit."
"Katakan saja bahwa penyakitku tak bisa sembuh," potong Xiao Zhan lagi.
Yangyang tak menjawab. Dia hanya meremas stirnya. Jujur hatinya sangat sedih. Sebelum Zhan divonis menderita penyakit itu, sifat sang adik sangat ceria, tapi sekarang Zhan tampak lebih sensitif dan tertutup.
"Kita sudah sampai." Yangyang mengalihkan pembicaraan dan segera melepas seatbeltnya. Dia kemudian turun dan menyerahkan kunci pada pelayan yang sudah berjaga di sana.
Saat Xiao Zhan dan Yangyang lewat, semua pelayan tampak menyambut dengan hormat penuh suka cita.
Di ujung sana telah berdiri sang Ayah yang tersenyum tipis melihat Xiao Zhan pulang.
Bibir Zhan merekah. Sebenarnya dia sangat bahagia bersama Ayahnya. Bagi Zhan, Wu Lei sudah berperan sebagai Ayah sekaligus Ibu baginya. Pemuda itu kemudian segera berlari memeluk sang Ayah.
"Jangan berlari, Zhan." Wu Lei mengusap pucuk kepala Zhan dengan sayang sambil mengelus punggung sang putra.
"Aku pulang," bisik Zhan pelan. Sebenarnya dia ingin menangis, tapi perasaan itu ditahannya. Zhan segera menyeka airmata lalu melihat sang Ayah sambil tersenyum.
"Mana janji Ayah?" Xiao Zhan menengadahkan tangan seperti anak kecil meminta permen pada Ayahnya.
Wu Lei tersenyum lalu memberikan sebuah amplop berwarna coklat pada Zhan.
"Seperti yang kau mau. Jurusan seni rupa," ujar Wu Lei tanpa melepas pandangannya dari sang putra.
"Kapan aku bisa mulai masuk?" tanya Zhan sambil membuka amplop itu.
"Ayah sudah menyerahkan datamu pada pihak kampus. Jadi seminggu lagi kau sudah bisa mulai kuliah."
"Benarkah? Pasti sangat menyenangkan."
"Sekarang istirahatlah dulu. Nanti malam Ayah mengundang rekan bisnis dan beberapa pegawai kantor untuk makan bersama menyambut kedatanganmu."
Xiao Zhan mengangguk lalu mencium pipi sang Ayah. "Aku mencintai Ayah."
Pemuda itu segera bergegas meninggalkan Wu Lei menuju kamarnya dengan berlari kecil.
Sedangkan Wu Lei dan Yangyang hanya menggeleng kepala sambil tersenyum.