05. Hilang, Lalu Rindu Menyerang.

181 40 3
                                    

"Jangan hilang. Aku rindu." — Yufi, 2005.

Entah sudah hari Selasa yang keberapa, Yufi tak kunjung menemui batang hidung gadis bernama Seanna Lau itu. Ia sudah berusaha mengobrak abrik taman sebelum masuk sekolah, sudah berusaha menunggu dengan pilon di kursi makan kantin sekolah yang ramai walau tak membeli apapun disana, dan ia sudah berusaha menatap koridor sekolah berkali kali setiap saat.

Oke, itu bukan usaha mungkin. Namun, sungguh! Yufi mulai merindukan suara manis gadis dara itu.

Ia mengumpulkan seluruh nyalinya menjadi satu—tampak ingin bertaruh hidup atau mati saat ia mendekati Sean untuk menanyakan keberadaan Seanna.

Laki laki itu berdiri disamping Sean yang tengah duduk dan membaca buku yang entah tentang apa. Sekejap, Sean mendongak kecil dan menaikan kedua alisnya, "Kenapa, Yuf?"

Yufi menggigit bibir bagian bawahnya, ia meremat kedua tangannya menjadi bola dan menghembuskan nafasnya perlahan, "M-mau nanya.." Ujarnya kecil.

Sean menaikkan satu alisnya penuh tanda tanya. Lantas, ia berdiri dan menatap lawan bicaranya penasaran, "Nanya apa, Yuf?" Tanyanya ramah.

"S-Seanna..." Yufi berbisik kecil, sungguh amat kecil. "Seanna kemana?"

Sean terdiam, kemudian ia mulai tertawa dengan keras, memukul mukul bahu Yufi dengan lembut disertai dengan gelakan tawanya yang sungguh berisik. "Gua kira lo tau," Ujar Sean setelah ia mulai menetralkan gelak bahaknya.

"Sakit dia," Sean berucap santai, ia memasukan satu tangannya kedalam saku dengan keren, "Kangen ya? Hahaha" Ejek goda Sean terlontar.

Yufi bersemu merah, malu. Ia mulai mencemberutkan bibirnya tipis, "E-engga, c-cuman nanya aja.." Ujarnya membuang muka.

"Idih idih, bohongnya keliatan banget nih!" Sean menunjuk nujuk wajah Yufi dengan telunjuk yang ia putar putar, kemudian terkekeh kecil.

"Mau ke rumah gua ga? Dia sakit ga sembuh sembuh emang," Tawar Sean. Sejujurnya, Yufi ingin menolak—namun ia sungguh merind—maksudnya, sungguh ingin berbicara lagi dengan gadis penuh afsun itu. Alhasil, Yufi mengangguk tak enak.

"Biasa aja kali, ah!" Sean terkekeh kecil, kemudian ia mulai menepuk bahu kanan Yufi perlahan.

Entah kenapa, Yufi merasa tidak enak dengan Sean. Dengan bantuan sekecil ini pun, Yufi merasa bahwa dirinya sudah merepotkan jutaan orang karna alasan pribadinya sendiri.

"Sean," Yufi memanggil kala Sean sudah akan duduk kembali ditempatnya. Hal ini diberi balasan berupa naikan satu alis dari lawan bicara Yufi.

"Nanti — aku kasih makanan, mau?" Tawar Yufi dengan mata yang berbinar. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikan Sean. Ya, walaupun ia tahu. Jikalau ia memberi Sean beberapa makanan miliknya, ia benar benar tidak akan makan hari itu.

Sean terkekeh, kemudian menggeleng kecil, "Gausah, Yuf. Gapapa, makasih ya tawarannya. Santai aja kali sama gua!" Seru Sean dengan semangat.

Yufi tersenyum diam diam, lalu ia mulai berjalan ke kursinya — menduduki tempat itu dan mulai membuka buku sketsanya.

Ia mengambil beberapa alat gambarnya, seperti pensil dan penghapus. Dengan telaten, ia menggambar sisi rupawan dari Sean. Wujud luar biasa milik Sean tercetak sempurna di lembaran sketsa itu berkat tangan brilian milik Yufi.

Fated, Han Yujin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang