[20] Sick

13.1K 576 46
                                    

"Bibi, Enn udah bilang, kalau Enn gapapa."

"Diam."

"Ehh?"

Mata indah Enola yang semula terpejam terbuka saat suara Brian masuk ke dalam indra pendengarannya, apakah Ia tidak salah lihat? apakah yang ada di hadapannya benar-benar Kakak nya, Brian?

Enola diam mematung saat Brian menyentuh kening nya, tapi itu tak lama, karena Enola segera menjauhkan kepala. Entahlah mendapati Brian sangat dekat Enola refleks menjauh, mungkin karena aura dominan yang Brian pancarkan.

"Kenapa?" tanya Brian tak suka karena Enola menjauh.

Apakah Enola tidak suka di sentuh oleh nya? pikir Brian.

"Tangan Kakak dingin, Enn kaget," cicit Enola takut mencari alasan, tapi itu tidak sepenuhnya bohong karena tangan Brian memang dingin membuat Enola sedikit terkejut.

Ditambah, sekarang raut wajah Brian sangat menyeramkan, kedua matanya menyorot Enola tajam, alisnya menyatu menatap Enola tak suka dan nada bicaranya pun terdengar dingin malah terkesan marah.

"Maaf," ucap Brian.

Menyadari sudah membuat Enola terkejut, Brian menarik tangannya, lalu menggosok-gosok tangannya tak lupa meniup udara pada telapak tangan agar tangannya menghangat.

Masih dengan wajah kaku, Brian kembali menempelkan tangan ke kening Enola, ternyata benar, Enola demam. Rahang Brian terlihat mengeras, sorot mata nya menajam, Ia tidak suka jika Enola sakit.

"Cepat! letakkan disini," titah Brian saat melihat Bibi datang membawa wadah berisi air hangat dan sebuah handuk.

Dengan patuh Bi Enin menurutinya, "Biar Bibi saja yang kompres Non Enn," ujar Bibi.

"Aku saja," balas Brian datar.

Bibi dan Enola saling tatap, mereka tak percaya jika Brian akan merawat Enola, karena setau mereka Brian sangat dingin kepada gadis tersebut.

Apalagi selama ini Brian hanya menatap Enola seakan elang menatap mangsanya, jadi Ia terkejut.

Wajah Enola memberengut takut seraya menatap Bibi, jujur saja Ia tidak mau dirawat oleh orang yang menatapnya dengan tatapan tajam. Dapat Enola pastikan selama beberapa waktu ke depan Ia akan merasa tidak nyaman.

Tapi, Bibi hanya menganggukkan kepala, mengisyaratkan agar Enola menurut, karena Ia tak berani membantah Brian.

"Kenapa wajahnya kayak gitu?" tanya Brian tak suka.

"Ahh, enggak Kak," balas Enola cepat.

Brian segera membasahi handuk yang Bibi bawa tadi, lalu mulai meletakkannya di kening Enola, walaupun wajahnya kaku tanpa ekspresi, tapi Brian dengan lembut merawat Enola.

Bukannya senang, Enola malah terbaring kaku di atas ranjang, Ia tidak tau harus apa, alhasil Ia lebih memilih memejamkan mata, agar tidak melihat wajah Brian yang menyeramkan.

"Kenapa Dokter nya belum datang?" tanya Brian kepada Bibi dengan mata tajam, seakan melampiaskan amarahnya kepada Bibi karena Dokter yang dipanggilnya sangat lamban.

"Ahh, mungkin sebentar lagi, katanya jalanan nya macet," jawab Bibi.

"Ck."

Seraya berdecak kesal, Brian berdiri lalu berjalan ke arah jendela yang tertutup rapat, Ia meraih ponsel nya yang ada di saku celana, Ia harus menelpon Dokter keluarga nya lagi untuk cepat-cepat datang.

"Bibi," panggil Enola pelan.

"Iya Non kenapa?"

"Sini."

ENOLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang