David selalu bersamaku, tapi dia terlalu terpaku pada ilmu pengetahuan. Semoga orang baru tidak membosankan seperti dia, tapi bukan berarti dia bisa menggantikan Kakakku yang lari.
"Apa kau menyesal telah memarahinya?"
"Entahlah, dia terlihat tidak begitu jahat. Tapi..." Tatap Erwin memalingkan wajahnya.
"Karena dia keponakan dari bangsawan yang telah menyakiti adikmu. Minumlah ini."
Laki-laki itu menyajikan secangkir teh kepada Erwin yang sedang terduduk nyaman sambil memikirkan perasaannya. Menghela napas panjang sambil menatap atap perpustakaan klasik yang terlihat bagaikan rumahnya. Selepas melepas penat, pandangannya tertuju kepada lelaki yang terlihat sepantaran dengannya.
"Kau tahu? Aku tidak bisa memaafkannya, untuk sekarang," Tatap Erwin serius.
"..."
Dia terdiam menanggapi perkataan Erwin, kemudian dia tersenyum kecil sambil menyeduhkan teh untuk dirinya sendiri.
"Aku harap kamu tidak terlalu keras kepada Elona," menyeruput teh perlahan-lahan.
"Terserah."
Erwin kembali menghadap ke buku di hadapannya yang terbuka. Lelaki itu hanya tersenyum, sambil membawa cangkir dan pot teh di tangannya, sebelum dia beranjak pergi, Erwin bertanya satu hal.
"David, apakah kamu punya saudara?" Ucap Erwin mulai menghentikan bacaannya.
"Ada..." David kembali duduk ke kursi."Walaupun bukan saudara kandung, tapi dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri."
Seketika bibir David berkerut kecut, tangannya tidak bisa tenang mengingatkan kembali apa yang terjadi dengannya. Erwin yang peka langsung mengalihkan topik agar temannya itu tidak teringat kembali dengan kejadian masa lampau yang kelam.
"Hoamm, hari sudah malam. Mari kita sudahi sekarang," ucap Erwin berpura-pura.
"Oh! Baiklah, kamu kembalilah biar aku yang urus sisanya."
Erwin beranjak dari kursinya menuju pintu depan, matanya sempat melirik ke arah David yang masih saja tersenyum. Hatinya merasa tidak enak telah membahas hal yang tidak penting, sesaat Erwin keluar.
"..."
Menguping dari balik pintu, terdengar suara tangis David yang samar-samar. Merasa tidak enak, Erwin segera berjalan kembali menuju ke kamarnya, tapi belum sempat dia melangkah, terlihat sekelebat bayangan berjalan di koridor ujung tepat di depan matanya. Malam itu sungguh sunyi, hanya ada dirinya yang masih terjaga di koridor itu.
Bulu kuduknya mulai berdiri, Erwin mulai memberanikan diri untuk melangkah walau di dalam pikirannya mulai bercampur aduk dan hatinya mulai ketakutan. Langkah demi langkah Erwin berjalan, semakin menakutkan koridor itu, pasalnya koridor yang panjang menghubungkan ke banyak tempat dan memiliki banyak cabang, ditambah dengan penerangan yang redup dibanding ruangan lain, membuat jalan ini terlihat mencekam saat malam hari.
"Boo"
Tiba-tiba Erwin langsung berlari menancap gas setelah mendengar suara yang tepat di belakangnya.
"Lah? Kenapa dia lari?" Bingung David.
Duar!
Pintu langsung ditutup olehnya, napasnya tersengal-sengal, jantungnya berdegup tidak karuan. Matanya mulai memerah ketakutan, tanpa pikir panjang, Erwin langsung meletakkan meja, kursi, bahkan lemari di depan pintu.
"Hah-hah(apaan itu tadi anjir)."
Berjalan mundur pelan-pelan, Erwin terduduk di kasurnya, masih memikirkan mahluk tadi yang tidak lain adalah David. Mencoba tidur, matanya dia paksa untuk menutup, selimut dia pegang erat-erat menutupi seluruh badan. Erwin mencoba melawan ketakutannya, keringat mulai mengalir di ubun-ubun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lowermost Revolt
FantasiaPeringatan! Novel ini mengandung adegan kekerasan dan darah. Erwin dan Anthima adalah saudara yang selalu bersama. Apapun itu mereka selalu bersama, setiap kali Anthima butuh bantuan, Erwin dengan sigap datang entah darimana, dan disaat Erwin dalam...