Tiiiin! Tiiiiinnn! Tiiiinnn!
Suasana jam 07.00 pagi di jalanan ibu kota. Penuh kericuhan berbagai jenis klakson roda empat yang saling berbalapan dan salipan roda dua di kanan - kiri - depan - belakang mobil yang sedang Dida kemudikan. Membuat Dida kembali menghela penuh kesabaran setelah dua minggu lamanya lepas dari hectic-nya metropolitan.
Hari pertama kembali bekerja setelah fase honeymoon jadi-jadian selesai. Meskipun beberapa hari terakhir ini Dida mulai merasa nyaman berada di dekat istrinya yang sejak tadi terus saja menatap keluar jendela mobil. Sesekali Dida melirik pada Keisya yang masih membisu tanpa suara.
Dida pun sibuk berkutat sendiri dengan pikirannya. Dosa dan salah apa memangnya yang sudah diperbuatnya? Perasaan tadi malam sebelum masuk kamar mereka masih baik-baik saja. Saat tidur juga sepertinya Dida tidak melanggar guling pembatas yang diposisikan di tengah kasur oleh Keisya. Dida pun sadar betul ia termasuk manusia yang bisa tidur dalam posisi anteng, malah disebut tidur seperti orang mati oleh papanya sendiri.
Padahal yang tidak Dida ketahui, sejak bangun tidur tadi, istrinya itu justru tiga kali lipat lebih sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri.
Tadi malam adalah pertama kalinya mereka tidur seranjang dan seselimut. Membuat Keisya jadi gelisah setengah mati karena kepikiran apa waktu tidur tadi ia mendengkur keras atau tidak, ngiler atau tidak, ngigau atau tidak, lasak atau tidak. Keisya benar-benar takut image baiknya rusak di mata sang suami. Bagaimana kalau ternyata Keisya memang ngorok, ngiler, ngigo, tidur sambil karate nendang sana-sini???
Bagaimana kalau iya begitu tapi Dida sengaja tutup mulut untuk menjaga biar Keisya tidak malu sampai ubun-ubun? Dida kan suami yang baik dan soleh. Pasti berusaha menutupi aib istrinya. Tapi Keisya kan tetap perlu tahu yang sebenar-benarnya biar kebiasaan jelek tidurnya tidak terulang lagi.
Duh Kei, stop overthinking! Perintah Keisya pada kepalanya.
"Kamu lagi sariawan?" tegur Dida akhirnya sengaja menyindir.
"Nggak." Hanya dijawab singkat padat tapi tetap Keisya enggan menoleh. Malu banget sebenarnya.
"Kenapa, sih? Kok diam dari tadi? Saya ada bikin salah?"
"Nggak."
"Kei...."
Duh!
Sepertinya Keisya lemah kalau Dida sudah memanggilnya dengan nada rendah lembut seperti itu. Sejak kapan sih hatinya lemah begini?
"Apa?"
"Dijawab, dong. Saya ada bikin salah?"
Greb!
Sekujur tubuhnya gemetar saat tangannya di atas pangkuan tiba-tiba digenggam lembut.
Ya Tuhaaan...kenapa suami hamba sekarang jadi manis banget sih kelakuannya? Tambah salting dan melting kan nih...
"Eng-enggak, kok." Perlahan Keisya menarik tangannya keluar lalu meraih ponsel dari dalam tas.
Sebaiknya ia pura-pura mengecek notifikasi WA saja. Sok-sok sibuk. Padahal sih tidak ada notifikasi apa-apa kecuali dari aplikasi belanja online di toko jingga.
Andaikan saja ia bisa jujur ke Dida. Inginnya sih jujur, tapi malunya itu lho....
Tapi sekarang Keisya harus bilang apa? Harus jawab apa? Sepertinya pembicaraan ini harus dialihkan.
"Terus kamu kenapa?"
Ting!
Sebuah bola lampu pijar tiba-tiba muncul di atas kepala Keisya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can Make You Move On
Chick-LitKeisya dan Dida, pasangan mendadak nikah karena perjodohan. Tentu saja tidak saling mencintai, tapi sama-sama sedang mencintai orang lain. Keisya cinta Billy, kakak kelas yang dipacarinya selama dua tahun terakhir. Dida cinta Maira, rekan kerja Keis...