Bab 2: Rumah Kaca

893 151 8
                                    

Kurang dari 6 jam hidup Lembayung berputar sangat cepat sampai ia kesulitan memproses semua yang sedang terjadi. Baru semalam ia pulang ke rumah demi mencari ayahnya tiba-tiba sudah  diculik dan nyaris mendapat kekerasan dari orang-orang itu. Lalu sekarang malah duduk manis di bangku belakang mobil BMW yang entah di bawa kemana tanpa persetujuan darinya.

Si pengemudi yang tadi membuka talinya tidak mengajak Bayung berbicara sama sekali, cenderung cuek. Lelaki itu malah sibuk menyanyi lagu-lagu metal yang di putar lewat speaker mobil tanpa peduli ada yang terganggu. Bayung juga tidak protes walau kantuk mendadak menyerang, terlalu takut menyinggung mengingat yang membawanya pergi adalah salah satu orang-orang seperti Indra dan Saga. Pasti sama kejam dan mengerikannya, maka ia memilih menghibur diri dengan melihat pemandangan di luar yang sepertinya sudah menunjukkan waktu subuh.

Tanpa diduga si pengemudi yang dipikir Bayung akan tetap mendiamkannya sampai di tujuan melirik lewat kaca belakang. Dari pantulannya sudah jelas sekali lelaki yang diminta bosnya untuk dibawa pulang tengah mati kebosanan tapi memilih bungkam tanpa mau bertanya. Jika tidak mengingat titah sang bos, sepertinya ia juga akan tetap membiarkan Lembayung buta akan situasi yang bakal menimpanya sebentar lagi. Bukankah lebih menyenangkan jika hidup dipenuhi oleh kejutan?

Dikecilkan suara speaker setelah menyadari dua puluh menit lagi akan sampai di tempat tujuan, memulai pembicaraan sesuai perintah yang di briefing sejak awal. "Oi!"

Merasa terpanggil, Bayung memberi perhatian pada lelaki yang membawa mobil tersebut tanpa mengeluarkan suara. Tenggorokannya masih sakit untuk dipakai bicara, terlalu kering karena belum juga minum air. Dan sepertinya lelaki itu juga tidak punya masalah dan tetap fokus pada jalanan yang masih sepi.

"Nama gue Pardi dan kita bakal sering ketemu karena lo bakal tinggal di rumah bang Saga. Tahu kan yang mana namanya Saga?"

Tubuh yang lemas itu secara otomatis merespon akibat informasi tak terduga hingga membuat bahunya menegang. Mata yang sedari tadi menyorot kosong sampai terbuka lebar penuh keterkejutan. Masih terbayang di kepala Lembayung sosok dingin yang berdiri di depannya, tanpa ekspresi dan cenderung intimidatif, lalu sekarang dirinya akan tinggal bersama?

"Maksudnya?" Suara Bayung serak yang membuatnya terbatuk setelah mengeluarkan satu kata itu. Terlalu banyak diam memberi efek samping yang cukup buruk, atau mungkin ini efek dari obat dan kurang tidur.

"Rupanya lo bisa ngomong juga, ya." Pardi nyengir jenaka yang bisa Bayung lihat dari spion kaca belakang, hal tersebut mengurangi keseraman yang sempat melingkupi lelaki jangkung itu. "Gue jelasin apa yang terjadi biar lo gak bingung." Mobil telah melaju di jalanan kecil yang cenderung sepi dan tidak padat penduduk, ada banyak rumah-rumah berukuran besar sepanjang perjalanan yang tidak bisa menarik perhatian Bayung selain informasi dari Pardi.

"Bang Saga udah bayar semua utang bokap lo ke Bang Indra lunas, tapi gantinya dia manfaatin skill lo buat jadi sumber cuci uang baru. Intinya, bang Saga demen gambar yang lo buat dan ngerencanain lo jadi pelukis terkenal. Entar jual beli lukisannya bakal jadi jalur uang. Intinya gitu lah, ribet dijelasin."

Sekujur tubuh Bayung berubah dingin, informasi tersebut membuat debar jantung berdetak cepat. Cuci uang? Gambar? Pelukis terkenal? Semua tercampur aduk di kepala yang pelan-pelan dicerna satu per satu hingga sakit luar biasa. Bayung meremas kain celana demi menetralisir perasaan takut berlebihan setelah membayangkan kemungkinan terburuk berada di dunia ini. Sebenarnya ada apa ini? Kenapa tiba-tiba ia berada di sini? Dan yang terpenting...

"Kalian siapa?"

Pardi menginjak pedal rem, mematikan mesin mobil tanpa membalas pertanyaan Lembayung. Mereka telah sampai di tujuan, rumah tingkat dua yang memiliki halaman luas dan dipenuhi tumbuhan serta dua pohon besar. Ditolehkan pandangan ke kursi penumpang, akhirnya melihat secara jelas wajah pucat Bayung sebagai reaksi atas informasi yang diberikannya. Jujur, Pardi sangat terhibur melihat lelaki bertubuh mungil itu amat sangat ketakutan.

Crescent Moon - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang