Bab 5: Percakapan Panjang Mereka

639 133 13
                                    

Bayung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, mengistirahatkan diri setelah pulang dari belanja banyak hal. Ia menoleh pada tumpukan kantong plastik yang berisi peralatan seni rupa serta beberapa makanan ringan. Ingat sekali bagaimana Saga setelah menyelesaikan pembayaran alat lukis Bayung langsung mengajaknya ke supermarket dan membeli banyak makanan ringan. Kata laki-laki itu demi persediaan cemilan cucu-cucu Mbok Ani, tapi sebenarnya paling khusus untuk Lembayung.

Nyatanya setelah semua belanjaan memenuhi kedua tangan mereka, Saga masih mampir ke toko ponsel yang dipikir Bayung dibeli untuk Saga sendiri. Tapi lelaki itu malah menyerahkan tablet dan ponsel keluaran terbaru yang harganya berhasil membuat jantungan kepada Bayung. "Buat lo biar gue enak nyariin," kata Saga saat si penjaga toko masih memproses pembayaran.

"Eh... tapi... mmh... itu kan mahal?" Bayung sampai menelan ludah, gawai yang dibeli Saga terlalu tinggi dari segi harga untuk dirinya pakai. Apakah uang buat bayar semua ini ditambahkan ke utangnya? Ia jadi ketakutan sendiri.

Bukan kah sudah dikatakan Lembayung seperti buku yang terbuka hingga Saga amat cepat membaca apa yang dipikirkannya dari cara si manis itu berekspresi. Tidak butuh waktu lama untuknya meluruskan niat agar tak lagi yang lebih muda berpikir macam-macam. "Anggap aja hadiah dari gue. Digital painting juga lagi rame, pake tu tablet buat kebutuhan begituan."

Jadinya ia tidak hanya mendapat peralatan lukis saja, tapi juga gawai keluaran terbaru yang harus mulai dipelajari cara pakainya. Semua pemberian ini amat mengganggu dan membuat Bayung agak tertekan. Bagaimana jika ia gagal menjadi pelukis yang diinginkan Saga? Apakah itu akan memengaruhi utang-utangnya? Walau tidak diberi tenggat waktu, tapi tidak mungkin semua uang yang dipinjamkan ayahnya itu lunas sangat cepat.

Ia memeluk guling amat erat, bahkan kasur nyaman yang sudah lama tidak dirasakannya juga memberi beban amat besar. Apakah Bayung pantas diperlakukan sebaik ini? Sebenarnya apa yang ingin Saga cari dari Lembayung?

/././.

Bunyi korek gas dinyalakan, berdesing di dermaga sepi nan dingin karena angin malam. Kedua wajah yang tengah menunggu sebuah kapal menjemput mereka terpancar karena cahaya api yang menyulut rokok masing-masing. Walau telah memakai pakaian tebal, rokok tetap menjadi pilihan untuk menambah hangat tubuh.

Indra dan Saga merokok amat khidmat, sebentar lagi transaksi bernilai jutaan dollar akan datang yang makin memperkaya kantong masing-masing. Secara khusus seorang kartel dari Meksiko datang setelah mendapat penawaran jika Arupetra akan membantu penyelundupan sabu dan kokain ke Indonesia. Hal ini berarti tidak ada lagi campur tangan orang ketiga saat memasok sabu, terlalu banyak potongan kalau kata Indra yang memang mata duitan. Hal ini berarti memudahkan setiap pihak tanpa gangguan siapapun.

"Gue nggak mau ngurusin lagi kantor."

Pernyataan sepihak Saga memecah sepi diantara keduanya. Indra yang berjongkok sambil menghisap rokok sampai mendongak, mencari keseriusan di wajah sang tangan kanan. Sejujurnya ia tidak lagi terkejut, sudah lama Saga mengeluhkan beban kerjanya yang harus aktif di Putera dan Arupetra karena Indra tidak ingin capek sendirian. Hanya saja terlalu cepat dari perkiraan bagi Saga untuk keluar. "Kenapa? Karena inceran dah di dapet?"

"Iya." Saga hisap rokoknya dalam-dalam lalu dibuang pelan-pelan asapnya sambil menatap laut yang membentang luas ke depan. Alasan yang sudah amat jelas, ia ingin menghabiskan banyak waktu bertemu dengan Bayung yang telah menjadi tempat bagi Saga pulang ke rumah. Pagi tadi adalah momen yang menyenangkan untuknya dan masih dirasa kurang. "Ini waktu yang tepat buat Intan naik jabatan."

Indra mendecih, mendadak rokok favoritnya tidak enak ketika nama sang adik dibawa ke permukaan. Ia berdiri dan bersandar ke terali jembatan, menginjak batang rokok yang belum setengah habis. "Biarin Intan sama pekerjaannya sekarang."

Crescent Moon - HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang