Buku sudah tersedia di TBO dan Gramedia.
(Part masih lengkap!)
••••
Mengisahkan tentang Anatari Bimalara yang terpaksa menikahi Bayazid Asad Dizhar lelaki penunggang kuda putih, sebagai bentuk pertanggung jawaban telah menabrak calon istrinya hingga...
Btw Anatari sama Baya punya akun Instagram loh! @bayazidzhar
Akun berdua, biar uwu
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BUNGKUSAN buah apel dibuang kesembarang arah oleh Ainun, dua perempuan dengan usia berbeda sedang menikmati angin sepoi-sepoi sore yang terasa begitu segar bersama secangkir teh juga buah apel. Rahima nampak begitu bahagia, rumah terasa damai hari ini.
Namun nampaknya kedamaian tak berangsur secara lama, beberapa saat kemudian. Sosok yang paling Rahima tidak sukai datang, bersama istrinya. Anatari berada dalam gendongan Baya, kedua mata tertutup secara sempurna. Ainun, serta Rahima berdiri secara serentak.
"Astagfirullah! Nduk Tari, kenapa ini kok bisa kayak gini?" bertanya penuh kekhawatiran, padahal jika bukan karena hukuman dari Rahima, Anatari tidak akan seperti saat ini.
"Ai, ayo berikan jalan untuk Mas-mu." ucap Rahima ketika mendapatkan tatapan tajam dari anak tirinya.
Hendak menidurkan tubuh Anatari, kening Baya mengerut ketika melihat betapa berantakan kamar ini. Bahkan, kasur basah? Lelaki itu melirik kearah Ainun, juga Rahima mereka berdua membuntuti rupanya.
"Keluar." Baya mengusir tanpa basa-basi, kemudian menutup pintu kamar tanpa berkata apapun lagi.
"Huh U–"
"Udah diem." ujar Rahima mencegah saat Ainun hendak berteriak kesal.
Kembali lagi didalam, Baya menidurkan tubuh Anatari diatas sofa dengan perlahan. Pakaian, Khimar, terlihat basah walau tidak kuyup. Baya menghela nafas sejenak, memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Apa semua ini, bagaimana kejadian yang sebenarnya.
Siapa korban, siapa pelaku.
Terdiam dengan pikiran, kemudian Baya beranjak untuk mengganti sprei kamar. Ia sedikit mengendus, ternyata hanya air biasa. Sprei kasur berubah menjadi warna hitam, dengan semerbak wangi menenangkan. Padahal perjalanan menuju pesantren kembali cukup jauh, daripada Anatari tidak nyaman.
Dengan perlahan tubuh Anatari diangkat kembali, gadis itu melenguh menenggelamkan wajahnya. "T–tolong....kepala gue s–sakit..." lirihnya masih di alam bawah sadar.
Hendak menidurkan gadis itu malah mencengkram erat kedua bahunya, "G–gue salah apa...kenapa kalian j–jahat...." lagi suara Anatari kembali terdengar.
Merasa khawatir, Baya menidurkan tubuh Anatari kemudian menepuk-nepuk pipi gadis itu. Terasa sangat panas, kulit pipinya bahkan memerah. "Hei, bangun." bisik Baya pelan.