"Kita mau kemana?" Haechan tiba-tiba memecah keheningan di dalam mobil yang sunyi itu.
"Nanti juga tau." Balas Haruto dari kursi kemudi. Dia sengaja meminta semua bodyguardnya kembali ke kantor dan memutuskan membawa mobilnya sendiri.
Setelah pertemuan mengharukan di pantai itu, kini mereka di bawa Haruto menggunakan mobilnya entah kemana. Setiap ditanya, Haruto tidak akan menjawabnya.
Haechan melirik Jaehyuk dan Asahi yang tertidur di kursi belakang. Mereka tidur dengan saling menyenderkan kepala satu sama lain. "Mereka seperti anak kecil." Gumamnya dengan kekehan kecil.
Haruto tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. Dia merasa senang sekaligus takut. Dia tidak ingin kehilangan Asahi untuk yang kedua kalinya.
"Serius deh! Kita mau kemana? Lo gak akan culik kita bertiga kan?"
Ucapan Haechan itu membuyarkan lamunannya. Haruto menatap tajam Haechan. "Mana mungkin gue berani culik pembunuh bayaran macam lo."
Sekali lagi, Haruto terpancing menggunakan gaya bicaranya saat masih remaja. Dia berharap semoga orang lain di kantornya tidak mendengar gaya bicaranya yang seperti itu, bisa hilang wibawanya sebagai atasan.
"Omong-omong, kenapa lo bisa jadi...pembunuh bayaran?" Haruto agak segan menanyakan itu, akan tetapi dia sangat penasaran mengingat Haechan tidak seperti itu di kehidupan sebelumnya.
"Kenapa ya?" Haechan bergumam seraya memandangi bukit-bukit yang dilewatinya dari kaca mobil.
"Ceritanya panjang." Ucapnya lagi tanpa mengalihkan pandangannya.
Haruto tidak mengatakan apa-apa lagi karena merasa Haechan enggan membicarakan itu. Dia merasa sudah salah berbicara kepada Haechan. Pada akhirnya, suasana kembali hening.
Jalan yang dilalui mereka sungguh kecil, sepi, juga berada di atas jurang yang curam. Tidak terlihat satupun rumah di area itu. Haruto seolah ingin membawa mereka ke tempat terpencil yang jauh dari mana pun.
Tidak lama kemudian, mobil berhenti tepat di depan pemukiman kecil. Terdapat lima rumah sederhana, namun tidak ada satu pun orang yang terlihat. Di sekitar rumah-rumah itu banyak sekali pohon yang menjulang tinggi. Bisa di pastikan bahwa di belakangnya adalah hutan yang lebat.
"Anjir tempat apaan ini? Horor banget." Haechan tiba-tiba berteriak dengan suara nyaring, membuat Haruto menutup telinganya.
"Berisik! Ayo turun! Bangunin mereka!" Haruto turun terlebih dahulu dari mobil, menyisakan Haechan yang masih bergumam sendiri. "Gue gak akan di apa-apain kan?"
"Eungh, ada apa? Berisik banget." Jaehyuk bangun karena suara keras Haechan, disusul Asahi yang bangun karena Jaehyuk bergerak.
"Kita diculik." Jawab Haechan dengan raut serius.
"Hah?! Dimana kita?! Siapa yang culik kita?!" Jaehyuk tiba-tiba heboh dan menggerakan kepalanya kesana kemari, memperhatikan pemandangan di sekitarnya.
"Ck. Kalian kenapa lama sih?! Cepet keluar!" Haruto muncul dari pintu mobil karena terlalu lama menunggu mereka bertiga.
"Lah? Haruto? Katanya kita diculik? Kok ada lo?" Jaehyuk yang masih mengumpulkan nyawanya semakin terlihat seperti orang linglung.
"Heh! Umur gue sekarang dua kali lipat dari lo ya! Bisa lebih sopan sedikit?" Haruto menggelengkan kepalanya seraya mendecakkan lidah berkali-kali.
"Hehe... Tetep aja lo adik Asahi." Jaehyuk menunjukkan pose dua jari kepada Haruto disertai senyuman lebar.
Haruto memutar bola matanya malas. "Sialan lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Hundred Fireflies : The Next Life | Yoon Jaehyuk
Fanfiction[Sequel A Speck of Light] Hidup Yoon Jaehyuk berubah 180 derajat sejak melihat ratusan kunang-kunang di dalam mimpinya. Apa rahasia di balik kunang-kunang dan mimpinya itu?