05 - Hospital Diary

4.6K 378 36
                                    

Setiap manusia itu berhak memiliki mimpi mereka masing-masing, seaneh atau se-random apapun itu. Karena terkadang, mimpi itulah yang membuat mereka tetap bertahan hidup.

Sama halnya seperti Natha. Saat berusia 6 tahun, Natha pernah mengatakan pada Ayu kalau saat besar nanti dia ingin menjadi seperti Arya. Ya, menjadi dokter. Natha ingin menyembuhkan banyak orang dan memberikan kebahagiaan bagi mereka, walaupun dia juga tahu jika dokter bukanlah Tuhan.

Baik Ayu maupun Arya, keduanya sama-sama mendukung mimpi putranya itu. Sekalipun terdengar mustahil, tapi mereka percaya bahwa masa depan yang baik itu pasti ada. Tuhan tidak akan sejahat itu pada Natha.

Sayangnya, anak sekecil Natha saat itu tidak paham bagaimana cara dunia bekerja. Karena sebaik apapun dia menjadi anak, setaat apapun dia pada Tuhan, setangguh apapun dia menjalani hidup. Rasa sakit itu tetaplah nyata.

Natha menatap pemandangan didepannya itu dengan sendu, lagi-lagi Natha harus berada di tempat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Natha menatap pemandangan didepannya itu dengan sendu, lagi-lagi Natha harus berada di tempat ini. Padahal baru kemarin anak itu menginjakkan kaki di sekolah, ikut upacara, dan bertemu dengan kakak kelas baik hati. Kini Natha harus kembali berteman dengan ruangan ini lagi.

Ayu ada disampingnya, wanita itu tampak loyo dan wajahnya pucat. Hati Natha terluka melihatnya, kenapa semua orang harus seperti ini demi dirinya?

"Bun.. istirahat.." lirih Natha, Ayu langsung menatap sang putra dan tersenyum lembut.

"Bunda gak capek kok," balas Ayu.

Natha terdiam, rasanya dia ingin mengusir Ayu dengan paksa untuk pulang ke rumah, atau paling tidak memanfaatkan sofa di ruangan itu untuk tidur. Tapi, Ayu terus menolak. Dia tidak mau beranjak dari samping Natha, tangan Natha bahkan rasanya sudah kebas karena terus digenggam Ayu dengan erat.

"Aku gak akan kemana-mana, bun. Bunda istirahat aja," ucap Natha kembali membujuk Ayu.

Ayu lagi-lagi menggelengkan kepalanya, "Bunda bisa istirahat disini kok sama adek."

Sekarang Natha tahu darimana sifat keras kepalanya itu berasal.

Keheningan kembali memenuhi ruangan itu, hanya ada suara bedside monitor yang terdengar. Seluruh kondisi vital Natha sebenarnya dalam keadaan stabil, bahkan saturasi oksigen yang sempat rendah di pagi hari itu kini terlihat normal. Arya hanya terlalu berlebihan sampai harus memasang berbagai alat medis itu padanya, padahal dia sudah bisa berlari jika mau.

"Bunda.. capek gak?" Tanya Natha tiba-tiba, Ayu langsung menoleh saat mendengar pertanyaan itu.

"Kan bunda udah bilang kaloㅡ"

"Bukan itu! Maksudnya.. bunda capek gak punya anak kayak aku?"

Ayu terdiam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan Natha, "Nggak dong! Putra bunda yang satu ini kan hebat banget, kenapa bunda harus capek?"

"Ya kali aja bunda capek punya anak penyakitan kayak aku."

"Dek.."

Ayu menghela napasnya, Arya pernah mengatakan hal ini berulang kali. Saat pasien memiliki sakit menahunㅡbahkan mungkin bisa dikatakan kronis, tak jarang dari mereka harus berjuang juga dengan kondisi mental yang tak stabil. Karena pada dasarnya, proses penerimaan diri adalah hal yang sulit, butuh waktu yang lama.

Broken Piece of Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang