09 - Our Future

3K 298 31
                                    

Pemandangan sore hari dari balkon kamar adalah favoritnya Natha, entah kapan terakhir kali Natha melihat ini, dia sendiri lupa.

Sejak diperbolehkan pulang ke rumah siang tadi, setelah seminggu lebih dirawat, Natha tak beranjak sedikitpun dari posisinya. Anak itu masih harus menggunakan kursi roda untuk sementara waktu, menggantikan kakinya yang suka tiba-tiba lemas seperti tanpa tulang. Arya juga khawatir jika sewaktu-waktu anak itu terjatuh.

Natha mengangkat tangannya untuk membenarkan letak nasal kanula, helaan napas terdengar. Natha benci dengan penampilannya saat ini, semakin terlihat lemah dan tidak berdaya.

"Jangan kebanyakan ngelamun, nanti kesambet baru tau rasa lo," ucap Juna yang tiba-tiba sudah berada disamping kursi roda Natha.

Natha hanya tersenyum singkat.

"Kangen sekolah.."

"Sembuh dulu."

"Gak bakal sembuh, kak."

"Nanti gue usahain kesembuhan buat lo."

Natha menatap wajah Juna yang tampak serius itu, sedangkan yang ditatap hanya fokus pada pemandangan didepannya. Ada beberapa pohon besar yang terlihat, pun burung-burungㅡyang entah apa namanya terbang bebas disana. Rumah itu adalah pilihan Arya, selain karena jauh dari riuhnya jalan raya dan polusi kendaraan, rumah itu juga dikelilingi pohon-pohon yang tumbuh dengan asri.

"Kak, setelah lulus nanti, kakak mau ngapain?" Tanya Natha.

Kini Juna beralih untuk menatap adiknya, dia baru pertama kali mendengar pertanyaan itu. Biasanya orang akan bertanya dimana nantinya dia akan melanjutkan pendidikan.

"Pengennya sih jadi pelatih taekwondo," jawab Juna.

"Wah! Hebat!"

Juna tertawa melihat reaksi adiknya itu, Natha terlihat seperti anak kecil dimatanya.

"Kalo adek kakak yang satu ini.. Nanti mau ngapain kalo udah lulus sekolah?" Kini giliran Juna yang bertanya.

"Natha kan baru kelas 1, kak."

Juna tak bisa menahan tawanya lagi, tangannya terangkat untuk mengacak pelan rambut sang adik. Kepolosan Natha akan selalu jadi favoritnya Juna, bahkan jika adiknya itu sudah tumbuh menjadi pria dewasa nanti, dimatanya Natha tetaplah anak kecil.

"Punya mimpi dari sekarang kan gak ada salahnya, dek," ucap Juna.

Natha tampak berpikir sejenak, "Dulu aku pengen jadi dokter, kak.. Tapi sekarang nggak lagi."

"Kenapa nggak?"

"Natha kan sakit, kak. Emangnya boleh dokter sakit?"

Juna terdiam. Laki-laki itu kemudian berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan Natha yang duduk di kursi roda.

"Dokter kan juga manusia, bisa dan boleh sakit. Ayah juga kan pernah sakit." Juna memberi pengertian.

"Tapi.. Sakitnya Natha kan parah, kak."

"Emangnya kalo sakit parah gak boleh punya mimpi setinggi langit?"

Kini gantian Natha yang terdiam.

Dulu, saat Juna dan Leon masih kecil, Arya pernah membawa mereka untuk berbincang santai di halaman belakang rumah dekat kolam renang. Awalnya obrolan hanya diisi dengan candaan, sesekali Arya juga membuat lelucon lucu. Tapi, tiba-tiba atmosfer sekitar berubah saat Arya mulai membicarakan perihal kondisi Natha. Saat itu Natha sedang bersama Ayu.

Arya tak menjelaskan secara detail tentang apa yang terjadi pada adik mereka, tapi sedikit banyaknya mereka paham bahwa adik mereka sakit. Bukan sakit demam yang sering dialami Leon, yang bisa sembuh hanya dengan makan ice cream. Sakitnya Natha jauh lebih buruk dari itu.

Broken Piece of Me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang