Setelah mendapat anggukan dari sang mertua, Ira menuju kamar menghampiri suaminya.
Saat membuka pintu terlihat Erlan yang berbaring di kasur memainkan hp nya.
Tanpa aba-aba Ira langsung loncat ke atas tubuh suaminya, menulis abstrak di dada bidang suaminya.
Erlan yang tadi sedang fokus dibuat terkejut dengan istrinya. Ia mengusap lembut kepala Ira yang masih terbalut hijab.
"Kenapa sayang?" Tanya Erlan memeluk Ira.
Ira masih bungkam, pikirannya masih tertuju kepada mertuanya. Pasti mertuanya malu dengannya yang belum kunjung hamil, tidak seperti menantu teman-temannya.
Erlan yang merasa tak ada pergerakan dari istrinya, menunduk ntuk melihat wajah ayu sang istri.
"Dek?" Panggil Erlan memastikan, tapi Ira masih belum menjawabnya membuat Erlan berpikir, pasti ada apa-apa dengan istrinya ini.
Erlan berusaha bangkit, berakhirlah Ira menjadi dipangku menghadap suaminya.
Saat Erlan menunduk ingin melepaskan jarum pentul Ira agar hijabnya terbuka, ia dibuat terkejut dengan wajah Ira yang sudah penuh dengan air mata.
"Hey sayang, kenapa?" Erlan melanjutkan acara membuka hijab istrinya, lalu ia dekap erat-erat Ira sambil mengelus surai hitam panjang milik Ira.
"Nangisnya jangan ditahan sayang, keluarin isakannya ya" Erlan tau betul kalau nangis tanpa isak-kan adalah hal yang meyesakkan dada.
Tangisan Ira semakin mengeras di iringi isakkan.
Tanpa banyak tanya Erlan masih setia mendekap dan mengelus rambut Ira.
"M-mas kasian ma hiks ma-ma" ucap Ira dengan tersendat-sendat.
"Kasian kenapa sayang?" Erlan mengapus air mata yang terus mengalir di pipi chubby istrinya.
Ira mengatur nafasnya sebentar, setelah selesai ia menatap suaminya.
"Kasian mama mas, tadi teman-temannya pada banggain menantunya yang sedang hamil, tapi mama nggak bisa banggain aku karna aku belum hamil. Mama sih bilangnya gapapa, mama nggak terlalu terburu nimang cucu, katanya. Tapi aku tau mas, pasti mama belain aku dengan bilang gitu" adu Ira menatap suaminya.
Erlan tersenyum mendengarnya, ia kembali mendekap tubuh Ira.
"Nggak usah di dengerin omongannya temen-temen mama, dengerin aja omongan mama, yang memang nggak menuntut kita buat segera punya momongan" Ucap Erlan mengecup mata sembab Ira.
Saat Ira ingin menjawab tiba-tiba terhenti karna mendengar suara ketukan pintu.
Tok! Tok!
"Erlan, Ira keluar yuk nak. Kita makan kue bawaan kalian tadi" ucap mama Sari.
"Iya ma bentar" jawab Erlan yang masih memangku Ira.
"Sayang, mama nyuruh kita keluar. Pakai lagi ya hijabnya terus kita temuin mama" Erlan meraih hijab Ira, lalu ia pakaikan di kepala Ira dengan rapi.
Erlan mengecup kening dan pipi Ira. "Dah cantik, ayo keluar"
"Ayo kita ke ruang tengah nak" ajak mama Sari saat pintunya sudah terbuka.
"Iya ma" jawab Erlan dan Ira bersamaan.
mereka duduk anteng di sofa ruang tengah sambil menonton tv dan disuguhi makanan yang mereka bawa.
"Ini oleh-oleh dari sana nak?" Tanya mama Sari membuka obrolan.
"Iya ma. Enak kan makanya aku bawain mama banyak" jawab Ira menatap mertuanya.
Mama Sari tersenyum "Maafin teman mama tadi ya nak, udah bikin kamu sakit hati" ucap mama mengelus bahu Ira.
Jadi posisinya Ira ditengah-tengah suaminya dan mertuanya.
"Iya gapapa kok ma"
"Mama nggak menuntut kalian buat ngasih mama cucu" lanjutnya menatap anak, dan menantunya.
Erlan dan Ira tersenyum. Mereka menghabiskan waktu sampai sore di rumah mama Sari.
Dan malamnya mereka akan pergi kerumah bunda Naura.
Kini Erlan dan Ira sudah sampai di depan pintu rumah bunda Naura.
"Assalamu'alaikum"ucap Mereka bersamaan.
Tak ada jawaban dari dalam membuat Ira berteriak, "Bundaaaa aku dateng Bundaaaa" teriak Ira.
"Sttt nggak boleh teriak-teriak dek" ucap Erlan dengan tatapan tajam.
Ira menunduk takut "Maaf mas" lirihnya.
Erlan hanya tersenyum dan merangkul pinggang Ira.
"Wa'alaikumsalam" jawab ayah Azzam yang baru membukakan pintu.
"Ayah" lagi-lagi Ira berteriak sambil memeluk ayahnya.
"Ayo masuk nak" ucap ayah merangkul bahu anak dan menantunya.
"Kok sepi, bunda sama abang kemana yah?"
"Bunda didapur lagi masak buat makan malam, kalau abangmu dikamar" ucap ayah duduk disamping menantunya.
"Ira samperin bunda ya yah. Ini oleh-oleh buat ayah" ucap Ira meletakkan plastik itu dihadapan ayahnya, lalu ia berlari menghampiri bundanya.
Erlan terkekeh gemas melihat cara Ira berlari, ayah yang melihat Erlan berucap,
"Istrimu nak" tunjuk ayah ke arah Ira berlari sambil tersenyum geli.
Mereka hanya kembali tersenyum.
Terlihat dari dapur bunda yang membawa minuman diikuti Ira dari belakang.
"Silahkan diminum nak" ucap bunda ke Erlan, Erlan tersenyum dan mengangguk.
"Ini apa?" Tanya bunda membuka plastik yang ada dihadapan suaminya.
"Oleh-oleh bun" jawab Erlan.
Ira sedari tadi mengucapkan sepatah kata, ia masih terus bergelayut manja di lengan bundanya.
"Nanti kalian nginep ya" ucap bunda mengelus kepala anaknya. Ia tau kalau anaknya ini sedang mode manja, apalagi udah lama nggak ketemu.
VOMEN⭐⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
MY TEACHER MY HUSBAND [END]
Fiksi RemajaSEQUEL DARI MY PERFECT HUSBAND. Apa sih yang kalian pikirkan tentang mencintai dalam diam? mungkin memperhatikannya dalam diam, mendoakannya dalam diam, dan hanya diketahui oleh diri sendiri dan Tuhan. Walaupun umurnya berjarak sangat jauh tapi tak...