Hujan Jadi Saksi

306 18 3
                                    

Allahumma shalli ala sayyidina Muhammad wa ala alihi sayyidina Muhammad.🤍🤲🏻

Kilat menyambar menerangi gelapnya langit malam itu, suasana pasar menjadi tak kondusif, para pembeli sibuk memarkirkan kendaraan untuk segera pulang, sementara para pedagang sibuk memasukkan barang dagangan agar tidak basah terkena air hujan.

Langkah gadis itu tergesa-gesa sehingga roknya basah terkena cipratan lumpur yang berasal dari tanah yang terguyur hujan. Ia tak lagi memikirkan penampilannya, karena ada yang lebih penting yaitu bagaimana caranya ia bisa pulang ke rumah di tengah derasnya hujan dan dahsyatnya petir. Belum lagi angin yang kencang membuat pohon-pohon disekitar seolah sedang berjalan mendekatinya.

Ditengah suasana yang mencekam itu, Nashwa memberanikan diri untuk menghidupkan motornya dan alhamdulilah, berhasil. Dengan tekad yang kuat ia ingin segera pulang ke rumah karena tak mau membuat orang tuanya yang sudah sepuh khawatir.

Namun ternyata keputusannya untuk menerobos hujan tidak tepat karena hujan dan angin semakin kuat, alam seolah sedang mengamuk, air mulai membanjiri jalanan, akibatnya mesin motor Nashwa mogok karena businya teredam air.

Nashwa yang tak membawa jas hujan, segera mencari tempat untuk berteduh meskipun pakaian dan kerudungnya sudah terlanjur basah kuyup. Kebetulan disekitar situ berdiri gubuk tua yang biasa digunakan untuk beristirahat para pekebun.

Nashwa pun menumpang di sana, setidaknya dengan berteduh di gubuk tua itu akan membuatnya sedikit aman dari patahan ranting pohon yang diterbangkan angin ke sembarang arah.

Beberapa menit kemudian Nashwa melihat seseorang dengan jas hujan menuntun motor KLX merah mendekat ke arah gubuk tempatnya berlindung.

"Semoga hujan ini segera reda, Aamiin." Doa yang penuh kekhawatiran itu keluar dari bibir pucat Nashwa yang mulai gemetar kedinginan.

"Ya Allah, jagalah diriku dari siapapun itu." batinnya resah saat seseorang bergabung dengannya. Nashwa beringsut menjauh ketika orang yang berlawanan jenis dengannya itu duduk di kursi yang sama dengannya.

"Saya ikut berteduh di sini ya, mbak. Nggak usah khawatir, saya nggak bakal macam-macam kok." Suara itu membuat Nashwa menoleh karena ia merasa tak asing saat mendengarnya.

Bertepatan dengan gerakan kepala Nashwa ketika menoleh, lelaki itu membuka jas hujannya. Mata mereka bertemu untuk beberapa detik sebelum Nashwa beristighfar dan menundukkan pandangannya.

"Sepertinya saya sering lihat kamu, kalau tidak salah kamu yang kerja di penerbitan depan toko saya itu, ya?"

"I-iya, saya editor naskah di Fisabilillah Publishing."

"Kenalkan saya Fahd-"

"Pemilik Erzafa's furniture, ya kan?" potong Nashwa masih dengan wajah yang tertunduk, ia baru ngeh kalau pria di sampingnya itu adalah pria yang lumayan sering dilihatnya sepulang kerja.

Seulas senyum muncul di bibir pria yang berusaha menyembunyikan kegugupannya dari Nashwa. "Sebenarnya saya bukan pemiliknya, saya masih bekerja dibawah perintah ayah saya. Beliau masih menjadi pemilik resmi Erzafa sebelum saya membuktikan kepada beliau kalau saya sudah bisa menjaga amanahnya."

"Saya hanya menyampaikan apa yang dikatakan orang-orang tentang kamu," balas Nashwa datar sambil menatap hujan yang semakin menakutkan. Malam semakin gelap. Peka terhadap suasana, Fahd mengambil ponselnya dan menghidupkan senter sebagai penerang diantara mereka.

"Shit, baterainya mau habis."

Nashwa terkejut mendengar umpatan yang keluar dari mulut si tampan yang sedang duduk disampingnya itu.

Mendadak SAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang