bodoh banget sempet suka dia

19 2 2
                                    

"Bang. Sama siapa?"

Ginka menyusul ke tempatku berada. Biskuit Ovaltine tiga bungkus telah dia peluk menggunakan kedua tangannya.

Aku memerhatikannya sebentar. "Yuk, ke kasir."

"Eh, jangan ditinggalin gitu aja dong, Bang." Ginka maju dua langkah. Binar jail di kedua matanya yang menatap Sorin sambil tersenyum lantas membuat perasaanku tidak enak. "Kakak pacarnya Bang Paris, ya?"

"Nggak. Tapi dia itu udah bilang i love you dua kali."

Ginka tertawa tertahan. Entah mengapa kakiku sulit meninggalkan lantai itu.

"Bang Paris udah gede, ya. Udah jago gombalin cewek." Adik menyebalkanku itu menepuk-nepuk bahuku ringan, lalu mendaratkan tangannya di sana. "Aku pulang duluan ya, Bang. Bang Paris masih betah di sini, kan?"

Ginka mengabaikan protesanku, mempercepat jalan menuju kasir. Sementara kakiku masih sulit digerakkan, aku tetap tak berani menengok ke belakang untuk melihat sosoknya.

Hari ini sepertinya tidak ada es krim dulu.

"Jangan pedulikan aku. Beli aja es krimnya, Zagi." Sorin bersahut di balik punggungku.

Aku menoleh, hanya untuk membiarkannya menyaksikan wajah sewarna stroberiku. Aku tidak bisa berlama-lama lagi diam di situ.

"Sekali lagi aku minta maaf."

Aku mengejar Ginka yang sudah keluar dari mini market, memarahinya sesaat karena meninggalkanku serta berkata tidak sopan pada orang asing. Masih SD sudah jadi makcomblang.

Sampai di apartemen, aku terpaksa kembali lagi ke Circle K begitu Bon Jovi mengingatkanku soal titipan pulsanya yang lupa kubeli.

Hari ini benar-benar kacau.

Dan aku yakin seratus persen penyebabnya adalah....

Tahu, ah.

.

Aku mempertanyakan lagi bagaimana bisa kalimat pernyataan cinta itu bisa keluar dari mulutku ketika bertemu Sorin.

Aku tidak merasa aku suka padanya. Dia memang cantik, mirip orang Korea, tipeku, memanggilku Zagi, tapi bukan berarti aku langsung naksir padanya.

Tapi kok bisa?

Seumur-umur aku belum pernah mengucapkan kalimat sakti itu kepada siapa pun. Apa aku terkena kutukan?

Haha, memangnya anime fantasi.

Kuputuskan aku tidak akan mempermasalahkannya dulu sebelum ucapan ketiga 'i love you' kulayangkan pada Sorin. Sayangnya aku tidak tahu dia kelas apa; aku tidak bisa menemuinya untuk membuktikan praduga itu salah.

Oh, aku bisa bertanya ke Aldrin.

"Adiknya cewek gila yang kemarin?" Dia berspekulasi sama denganku.

"Aku juga mikirnya gitu. Apa mungkin aku dikerjai?" Sebuah pemikiran negatif tiba-tiba masuk ke kepalaku. "Bisa aja Sorin punya dendam sama aku, pura-pura naksir sampai melibatkan kakaknya sendiri."

Aldrin menertawakan omonganku. "Astaga, Faris. Segitu nggak percaya dirinya? Emang ceweknya secantik apa, sih?"

Tanpa kumau, aku sedikit tersinggung. "Bukan masalah cantik nggaknya...." Tapi pernyataan pertamanya memang benar. Dan tentu saja aku tidak mau mengakuinya.

Aku menghentikan obrolan dengan memandang ke depan, Devon dan Rayen baru saja tiba di kelas dengan titipan jajanan kami.

"Si Faris kenapa tuh?" Devon menyimpan Teh Kotak di meja Aldrin dan Milkita stroberi di mejaku. Dia sempat menahan tawa saat aku menyebutkan pesananku tersebut.

i don't have a crush on you. [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang