Aku tidak tahu Sorin kelas apa, dan aku ingin bertemu dengannya.
Afirmasi-afirmasi positifnya mengenaiku malam itu berhasil meningkatkan level kepercayaan diriku beberapa derajat. Setidaknya meski aku menganggap kejadian itu sebagai hal yang mestinya dilupakan, Sorin memutarbalikkan faktanya menjadi sesuatu yang bisa membuatku tersenyum.
Namun di sisi lain, agak menyedihkan juga mengapa aku bisa menjadi lebih percaya diri hanya karena ungkapan ketertarikan dari seorang gadis?
Kenapa harus disukai oleh gadis cantik dulu baru aku merasa diriku lebih baik?
Sudahlah.
Aku tidak mengajak Aldrin, Rayen, apalagi Devon untuk menemaniku berkeliling kelas delapan mencari Sorin. Tahu kan alasannya apa. Aku ingin merahasiakan hubunganku dan Sorin dari ketiga tuyul itu.
Kenapa tidak bertanya saat bertemu saja? No way. Nanti kelupaan lagi, dan aku harus menahan rinduku lebih lama lagi.
Tidak setiap hari aku bertemu Sorin soalnya. Seringnya sih aku yang menemukannya duluan, lalu mendekati, lalu 'tiga kata' tersebut. Sekarang aku ingin mengatur sendiri pertemuanku dengan Sorin; aku bisa menghampirinya ke kelasnya.
Kutanyai satu-satu siswa yang berada paling dekat dengan pintu mulai dari kelas 8A sampai 8J. Entah ke mana pula perginya rasa maluku berbincang dengan orang asing. Aku seolah mempunyai kekuatan lebih demi terciptanya sebuah perjumpaan dengan pujaan hati.
Astaga, Faris.
Astaga astaga astaga!
Di lorong 8I dan 8H, aku bertemu dengan Halami dan dia langsung menyapaku. "Paris ngapain ke sini?"
Tiba-tiba aku menjadi tegang, bingung apa harus mengutarakan niatku sesungguhnya ke Halami yang berisiko akan bocor ke telinga Devon. Tapi aku pun tidak mempunyai alibi lain mengapa berkeliaran sendirian sampai ke 8I.
"Ada cewek yang namanya Sorin nggak, di kelasmu?" Di tengah aku yang belum membuat keputusan, kalimat kopian tersebut tahu-tahu saja sudah meluncur dari mulutku. Spontan aku pun menepuk kening yang ditanggapi Halami dengan kekehan.
"Wah, Paris nyari cewek? Kukira kamu orangnya pendiem."
Memang. Namun sepertinya kepribadianku perlahan telah berkembang seiring pergaulanku dengan si tiga tuyul dan satu bidadari.
"Nggak ada yang namanya Sorin di kelasku," Halami akhirnya mengonfirmasi. "Keturunan mana, sih? Namanya rada aneh."
"Korea," jawabku singkat sembari berterima kasih kemudian pamit.
Dari arah belakang aku pun mendengar sahutan 'cie-cie' masih dari orang yang sama.
Aku kembali ke hadapannya, teringat sesuatu. "Jangan bilang-bilang ke Devon. Dia orangnya resek."
Dan Halami pun semakin tertawa kencang melihat wajah malu-maluku.
Gini amat berjuang demi gebetan.
Kelas terakhir, 8J. Jika di sana tidak ada murid yang bernama Sorin, antara orang yang telah kutanyai kelupaan dengan kehadiran Sorin di kelasnya, berarti gadisku itu berasal dari kelas 9? Kakak kelas?
Ah, tidak. Lebih mungkin adik kelas.
Tapi Sorin tidak mengenakan seragam putih merah di hari pertama aku bertemu dengannya.
Sampai di mulut pintu 8J yang terbuka, tiba-tiba dari arah depan muncul Aldrin berjalan sendirian menuju sini. Dia menangkap keberadaanku yang terkejut melihatnya di sana.
"Cari siapa, Far?"
"Nggak. Cuma lewat aja." Semoga aktingku mampu meyakinkan Aldrin bahwa aku memang cuma sekadar lewat dan tidak sedang mencari siapa-siapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
i don't have a crush on you. [end]
Novela Juvenilfaris terkena kutukan i love you.