Ini memang bukan pengetahuan baru. Tetapi seseorang bisa jatuh cinta pada seseorang yang jatuh cinta padanya.
Apalagi laki-laki sepertiku yang sangat jarang sekali mendapat perhatian dari seorang gadis. Hanya saja jika gadis itu secantik Sorin, aku masih saja sulit mempercayainya.
Ditambah ternyata dia seorang putri dari kerajaan dunia lain?
Baiklah, cukup jalani saja. Tidak perlu dipikirkan sampai membuat stres.
Yang jelas kini aku menemukan senyumku lebih sering keluar dari biasanya. Menyebabkan kakak laki-laki dan adik perempuanku curiga.
"Bang Jovie udah punya berapa mantan?" Aku bertanya random pada suatu malam yang dipenuhi suara jangkrik.
Bonjovi yang pasti telah mengetahui diriku mulai mempunyai hubungan spesial dengan seorang gadis segera saja menjawab pertanyaan tersebut. "Lima."
Tidak perlu heran. Abangku itu memang memiliki wajah yang dengan mudahnya dapat memikat hati gadis-gadis.
"Paling lama berapa bulan tuh?"
"Tiga."
Sudah kuduga, tidak ada yang benar-benar awet.
"Emang hubunganmu itu udah jalan berapa hari, Far?" Bonjovi bertanya.
"Jalan apanya? Aku nggak nembak dia," akuku, sama sekali tidak merasa malu karenanya.
Bonjovi berdecak-decak menyayangkan. "Kalau dia udah suka kamu, dan kamu juga suka dia, apa lagi yang kamu tunggu?"
"Apaan sih, Bang. Aku nggak ada niatan ngejadiin dia pacar kali." Aku masih menjawab enteng. "Terlalu cepet."
"Yakin?" tantang abangku. "Emang kamu nggak bakal cemburu lihat dia sama cowok lain?"
Atas suatu kemungkinan yang dijabarkan Bonjovi tersebut, otakku tiba-tiba kepikiran hal-hal buruk.
Seperti perasaan suka Sorin selama ini untukku memang benar adalah suatu kebohongan. Aku cuma dikerjainya karena tahu aku ini laki-laki yang mudah dikibuli.
Sialan.
"Udahlah!" teriakku di meja belajar yang turut mengagetkan Bonjovi. "Terserah mau suka atau nggak."
Bonjovi tertawa-tawa. Dan malam itu pun aku kembali overthinking.
Bagaimana cara mengetahui gelagat suka seorang gadis pada laki-laki yang ditaksirnya?
Aku tidak terlalu memerhatikan sikap-sikap Sorin selama ini ketika berdekatan denganku. Atau bisa saja dia pandai menyembunyikan perasaan hingga tidak mungkin bisa ditebak oleh orang paling jago meneliti ekspresi sekali pun.
Astaga. Aku betul-betul direpotkan oleh hal picisan semacam ini.
Tidak bisa dibiarkan.
Karena tidak mau mengakhiri hari dengan kecamuk pikiran yang mendera kepala, aku keluar malam-malam dan mengendarai sepeda ke lapangan basket tempat aku biasa menyendiri.
Sesampainya di sana yang tentu saja kosong dan sepi sebab sekarang nyaris pukul dua belas malam, aku menggumamkan sesuatu sambil menatap pada tiang ring basket yang masih mulus dari karatan-karatan besi.
"Sorin. Kalau kamu suka aku, ayo datang ke sini."
Jika dia memang seorang penyihir, yang bisa memberi kutukan i love you pada seorang laki-laki SMP tak berdosa, maka bukannya tak mungkin Sorin pun bisa membaca pikiranku dari jarak berkilo-kilo meter pun.
Dan dia memang datang setelah aku menunggunya selama lima menit.
Di tengah wajahku yang memerah akibat rasa kesal sekaligus malu tak terkira, Sorin menatapku lurus sembari tersenyum dari tempatnya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
i don't have a crush on you. [end]
Teen Fictionfaris terkena kutukan i love you.